11. Xuàn Chén and Ning Yizhuo's past (Flashback)

109 11 1
                                    

Harbin-04-12-2005.

Gadis kecil berlarian, menenteng boneka beruang berwarna cokelat dengan pita di atas kepalanya. Mengejar anak laki-laki yang kini tengah berlari mengelilingi hamparan taman luas milik ayahnya.

"Gēgē!"

"Ayo kejar aku!" Ujar sang anak laki-laki yang terus melangkahkan kakinya lebih jauh lagi, membuat sang gadis kesal karenanya.

Tiba-tiba gadis itu berhenti, terdiam melihat seseorang yang ia panggil kakak tengah melambai kearahnya. Memberi tanda bahwa dirinya siap ditangkap. Alih-alih mengejarnya, justru ia malah berdiam diri.

Rambut panjang dengan ukiran wajah yang sangat sempurna. Sadar, Xuàn Chén setampan itu. Tampan bak pangeran di negeri dongeng, yang mempunyai sisi unik tersendiri.

Pada usianya yang ke lima tahun dirinya menaruh hati, menaruh hati pada seseorang yang suatu hari nanti mungkin akan menjadi miliknya.

Harbin-11-9-2014

Sembilan tahun setelahnya, dirinya telah menginjak usia remaja. Rasa kagum dirinya terhadap Xuàn Chén masih ada, dan mungkin terus berkembang seiring berjalannya waktu.

Kesedihan melanda di saat sang kakak berpamitan untuk melanjutkan kuliahnya di tanah kelahirannya. Alias dirinya akan kembali ke tanah airnya, menginjakkan kakinya setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan dari sekolah dasar hingga menengah atas di China.

Yizhuo menangis bersedih. Dirinya akan berpisah dengan sang kakak untuk waktu yang lama.

"Kapan kamu kembali...?" Tanya sang gadis sembari menangis, memeluk tubuh yang lebih besar darinya dengan erat, seolah tidak mau berpisah dengan anak laki-laki itu.

"Tidak menentu. Aku harus kuliah dan meneruskan perjalanan ayahku di sana." Terang yang lebih tua, sembari mengelus-elus punggung sang gadis.

"Apa aku boleh berkunjung?"

"Berkunjunglah di saat dirimu sudah kuliah oke?"

"Tapi itu masih lama...."

"Gēgē akan menunggumu." Setelahnya Xuàn Chén tak pernah kembali, bahkan bertukar kabar dengan Yizhuo sekalipun. Nomor teleponnya tidak aktif, mungkin ganti. Dengan cepat mereka lost contact hingga Yizhuo telah memasuki semester akhir masa SMA.

"Ayolah! Aku akan berkuliah di Korea juga seperti  Xuàn Chén Gēgē!" Rengeknya pada sang ayah.

"Tidak Yizhuo. Kenapa kau keras kepala?"

"Tidak boleh ada yang tau bahwa kau adalah anakku. Ayahmu ini penjahat, ayah buronan, dan ayah tak mau jika dirimu terluka karena kelakuan ayah di masa lalu."

"Tapi aku ingin seperti Gēgē ...." Gadis itu kembali memelas, menggenggam kembali tangan kasar sang ayah. Kembali mengucapkan kalimat yang sama berharap ayahnya menuruti kemauannya.

Namun pada akhirnya tetap saja. Paksaan maupun ancaman yang Yizhuo berikan tak membuat ayahnya tunduk. Yang ada dirinya telah membuat sang ayah marah karena telah di paksa olehnya.

Yizhuo ingin hidup seperti gadis lain. Dirinya ingin membeli baju-baju bagus di mall seperti yang temannya ceritakan. Ingin pergi ke pasar malam untuk menikmati berbagai hiburan di sana. Namun kekangan sang ayah tak dapat dirinya bantah. Sepulang sekolah dirinya selalu menyendiri di kamar. Tak ada lagi Gēgē yang mengajaknya bermain di saat dirinya mengurung diri. Hidupnya terasa hampa tanpa laki-laki itu.

Membulatkan tekad, dirinya akan diam-diam pergi dari negaranya. Meminta bantuan seseorang yang telah lama menyukainya. Sunghoon. Tangan kanan sang ayah, anak dari investor terbesar di perusahaan milik keluarganya.

"Dan, apa keuntungan yang aku dapatkan?"

"Aku memang menyukaimu nona, namun jika pada akhirnya kau akan bersanding dengan orang lain, aku tidak mau." Jelas pria berdarah Korea dengan marga Park.

"Kau bisa bersanding denganku sebelum hal itu terjadi." Tawarnya.

"Menurunkan harga dirimu di depanku untuk pria konyol itu? Kau memang menarik."

"Ke ruanganku malam ini, kita bisa membicarakannya." Final Sunghoon dengan seringai yang terukir di wajah tampannya. Melipat kedua tangan di depan dada, melangkah pergi meninggalkan Yizhuo yang termenung melihat kepergian sang bawahan.

South Korea- 09-01-20

Dengan senyum merekah Yizhuo turun dari kabin pesawat. Memakai make up yang sedikit berbeda dari biasanya, membuat penampilannya berubah seketika. Dengan langkah ceria dirinya berlari menuju mobil yang telah menunggunya dahulu.

"Malam ini menginap di mana?"

"Glad Gangnam Coex Center. Seseorang mengatakan padaku bahwa tempat itu bagus."

"Apapun untukmu."

Kesunyian melanda. Sang sopir fokus pada jalanan, sementara Yizhuo melamun, membayangkan wajah bahagia Hyunjin jikalau dirinya telah sampai.

"Tolong baca email yang aku kirimkan, mungkin seseorang harus di bunuh agar tidak menghalangi jalanmu, kan?"

Yizhuo melirik, mengambil ponsel yang berada di tas branded miliknya. Dengan cermat dirinya membaca setiap kata yang terketik di layar itu. Matanya memicing, terkadang melebar, memberikan reaksi yang tak bisa di jelaskan. Satu yang pasti, dirinya cemburu. Terlihat jelas pada layar ponsel dimana Hyunjin tengah makan di restoran mewah, bersama dengan seorang pria muda berparas cantik menawan dengan senyum lebar yang tertera di wajah anggunnya.

Sang gadis tersenyum sinis menandakan rasa tak sukanya terhadap pria itu. "Mereka adalah sepasang kekasih?"

"Yup, dari setahun terakhir."

"Bunuh dia."

"Sepertinya aku bisa membaca pikiranmu."

Sesampainya di hotel, dengan cepat sang bawahan menjalankan tugasnya malam itu juga.

Senjata api Laras panjang dirinya keluarkan dari hidden place di koper besar yang ia bawa. Beberapa cctv telah di retas sesaat sebelum mereka berdua sampai.

"Kuliah pagi, berangkat 15 menit sebelum jam delapan, dan akan tiba di daerah itu pada pukul 08:07. Mobil BMW tipe sedan i5 berwarna sapphire black dengan plat nomor 354 xx 4182. Dia mengendarai mobil sendirian, karna kekasihnya mempunyai jadwal meeting di perusahaan miliknya." Jelas seseorang di seberang sana.

Wonbin mendengarnya dengan jelas, sembari mengeluarkan popor senapan yang dirinya bawa bersama. Memasang bipod dan scope yang menjadi bagian terpenting dalam senjata itu. Menatanya sedemikian rupa, hingga isinya telah siap ditembakkan ke arah seorang pria cantik pada foto polaroid di tangannya.

"Karna aku tak suka menunda-nunda, aku akan segera pergi ke kediaman Hwang besok malam. Sunghoon telah bekerja menjadi pelayan di mansion itu dari 4 hari sebelumnya. Pastikan kau telah membunuhnya, mengerti?"

Sang sniper terdiam sejenak, mengamati foto di tangannya, dan mengangguk sebagai jawaban.

"Pastikan kaki tanganmu telah siap oke? Aku akan menjadikan  ini seperti kasus terorisme."

"Mengapa begitu?" Tanyanya serius. Bukankah itu akan memakan korban lebih banyak?

"Karna polisi tidak harus fokus pada satu orang saja." Jawab sang gadis seraya tersenyum. Mengapa seseorang yang telah merebut miliknya harus menjadi pusat perhatian? Bahkan jika dia mati pun tidak harus ada orang yang peduli.







Intinya Yizhuo dari kecil udah suka ama haje.

“kalo mereka temen masa kecil, kok Hyunjin ga tau sama Yizhuo?”

Hyunjin kecelakaan, dan hilang ingatan sesaat setelah dia sampai di Korea. Itu juga yang ngebuat mereka hilang kontak.

Ada pertanyaan lain?

Vote untuk support author.







Even You Don't Love Me /Hyunlix, BL/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang