Ditengah-tengah kebingungannya, Justin memutuskan untuk mengirimkan pesan pada Ryan. Mungkin sahabatnya itu bisa membatunya untuk mencari solusi. Ia kembali mengambil ponselnya lalu menetik beberapa kalimat disana.
Ryan, kau dimana? Bisa ke apartementku? Penting!
Justin menekan tombol Send, lalu kembali meletakkan pnselnya disebelahnya. Ia berharap Ryan bisa cepat datang. Justin bisa gila jika harus memikirkan ini semua sendirian. Dan kegilaannya itu bersumber dari Ibunya sendiri.
Justin mendapati ponselnya bergetar, ternyata ada balasan dari Ryan.
Di kampus. Aku baru saja akan pulang. Baiklah, aku akan kesana.
Justin memilih untuk tidak membalas pesan Ryan. Ia lebih memilih menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Lelaki itu mengehela nafas berat beberapa kali. Ia tidak tahu cobaan seperti apa yang sedang diberikan Tuhan padanya, dosa seperti apa yang pernah ia lakukan atau hal lainnya yang membuatnya terlibat dalam permasalahan yang begitu rumit baginya. Sebenarnya masalah ini takkan menjadi rumit jika seandainya ia memiliki kekasih. Tetapi kenyataannya disini ia tidak meliki kekasih dan tidak ada satupun gadis yang dikenalnya menarik perhatiannya untuk dijadikan kekasih.
Sembari menunggu kedatangan Ryan, Justin memutuskan untuk membuka akun media sosialnya. Ia ingin mencari beberapa gadis yang dikenalnya dan mungkin saja bisa masuk kedalam daftar calon kekasihnya. Beberap saat Justin berkonsentrasi dengan ponselnya. Melihat dengan jeli gadis-gadis di media sosial yang bisa digaetnya.
Pertama, Elena Calrk. Gadis yang berada di kelas yang sama dengannya. Elena memiliki mata yang indah, tubuh yang sempurna dan senyuman yang cukup manis. Justin cukup tertarik padanya. Akan tetapi, setelah melihat beberapa koleksi fotonya, Justin tidak berminat lagi. Gadis itu ternyata memiliki hubungan dekat dengan banyak lelaki. Justin tidak suka gadis yang seperti itu. Menurutnya gadis seperti itu memiliki peluang selingkuh yang sangat besar. Jadi ia menghapus nama Elena Clark dari daftarnya.
Selanjutnya Arumi Tan. Gadis manis berasal dari Asia. Justin sempat beberapa kali jalan dan makan siang bersama dengan gadis ini. Tapi Justin tidak suka kepribadiannya. Arumi terlalu cerewet, menurutnya. Ia tidak suka pada gadis yang cerewet. Gadis yang seperti itu selalu dihindarinya sejak awal. Dan Arumi langsung di black list dari daftarnya.
Hingga mencapai gadis yang ketujuh, Justin tetap tidak bisa mendapatkan gadis yang cocok. Ada saja sifat gadis itu yang tak disukainya. Justin mendengus frustasi. Hingga ia terlonjak kaget mendengar bunyi bel apartementnya. Ia yakin itu pasti Ryan. Dengan langkah terseok khas orang frustasi, ia mambukakan pintu untuk Ryan.
"Wajahmu kenapa kusut begitu?" kalimat pertama yang Ryan lontarkan membuat wajah Justin semakin kusut. Ryan bahkan terbahak melihat wajah sahabatnya itu.
"Kau akan tetap tertawa atau masuk ke dalam?" kata Justin datar. Ryan menahan tawanya dan ikut masuk ke dalam apartement Justin. Dengan santainya Ryan menjatuhkan dirinya pada sofa empuk Justin seakan-akan apartement itu adalah miliknya, bukan milik Justin.
"Kau tamu terkurang ajar yang pernah ku kenal," canda Justin seraya meninju lengan Ryan. Ryan hanya tertawa seraya menguasai televisi Justin. Ia memilih menonton pertandingan tinju yang sedang menampilkan pemain favoritnya.
"Tangkap, Yan." Justin melempar minuman kaleng yang dengan lihai ditangkap Ryan. Dengan segera Ryan membuka minuman itu dan meneguknya. Macet yang menjebaknya tadi membuatnya dehidrasi.
"Jadi apa masalahmu, Buddy?" tanya Ryan.
"Kau tahu, aku mengalami hari tersial dalam hidupku hari ini." Justin menceritakan apa saja yang terjadi hari ini padanya. Mulai dari Sophia, gadis gila –panggilan Justin untuk gadis itu, macet hingga ibunya. Tawa Ryan berhasil meledak sat Justin bercerita tentang gadis gila yang menendang tulang keringnya. Tawa Ryan tak kalah heboh saat Justin mengatakan tentang rencana bodoh ibunya.
"Mom benar-benar akan menjodohkanmu dengan Sophia?" Ryan memanggil Jenna dengan sebutan Mom juga karena ia sudah begitu dekat dengan keluarga Justin. Begitupun Justin.
"Ya. Kau tahu, aku gila karena ini semua. Frustasi lebih tepatnya. Aku tidak ingin dijodohkan dengan Sophia dan aku juga tidak bisa mencari kekasih dalam kurun waktu satu minggu. Kau harus membantuku, Yan." Justin mengguncang-guncang tubuh Ryan hebat. Ryan sampai harus mendorong Justin kuat agar Justin menghentikan aksinya.
"Kau seperti wanita jika seperti ini. Kau harus menenangkan dirimu terlebih dahulu, baru kita pikirkan cara yang tepat." Ryan cukup iba melihat sahabatnya kali ini. Justin benar-benar frustasi.
"Aku sudah berpikir dari tadi dan tidak menemukan satupun cara yang tepat. Kau harus membantuku," desak Justin pada Ryan. Kali ini suaranya seperti anak kecil yang merengek meminta permen pada ayahnya. Ryan memutar matanya jengah. Dia tidak punya pilihan lain selain memang membantu Justin mencari solusi akan masalahnya.
"Baiklah baiklah. Biarkan aku berpikir terlebih dahulu." Ryan meletakkan jari telunjuknya tepat di tengah-tengah keningnya. Ia mengetuknya beberapa kali, memaksa otaknya berpikir.
"Bagaimana jika kau memilih salah satu dari gadis yang tertarik padamu?" saran Ryan setelah berpikir beberap saat. Justin menggeleng.
"Tidak. Aku sudah memikirkan itu tadi dan aku tidak menemukan yang tepat," desah Justin kecewa. Ryan mengangguk, lalu mencoba kembali berpikir.
"Kembali pada mantan kekasihmu?"
"TIDAK! Aku tidak setuju dengan itu," tolak Justin keras. Ryan berdecak kesal. Lalu cara apalagi?
"Just, aku menyerah. Otakku buntu." Ryan mengangkat tangan menyerah. Otaknya buntu dan tak bisa berpikir lagi. Justin mendesah kecewa. Bahkan Ryan yang biasanya mampu membantunya, tak bisa melakukan apapun.
"Tenanglah sobat. Masih ada waktu seminggu lagikan? Kita pasti bisa mendapatkannya." Ryan menepuk pundak Justin. Ia menyunggingkan senyuman penyesalannya. Justin mengangguk lemah. Ya... semingu lagi.....
Ryan Rutherford
*tbc
Love,
Vand🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
(Fake) Girlfriend
RomanceSebuah insiden kecil membuat Ariana William terpaksa harus terlibat dengan perjanjian konyol yang dibuat oleh Justin Orion. ©️2015 Vandesca