Bab 18

3.1K 217 6
                                    

Saat tiba dirumah, Ariana hanya menemukan pelayan yang bekerja di rumahnya. Tidak ada kedua orang tuanya atau pun Claire. Ya, mereka sudah berangkat ke tempat aktivitas masing-masing sedari tadi.

"Kau hanya sendiri disini, Ri?" tanya Carlos. Ariana menggeleng. Ia mempersilahkan Carlos duduk di ruang tamu.

"Saat ini ya. Kedua orang tua dan adikku sudah pergi dari tadi," jelas Ariana. Ia lalu memanggil Rose, pelayan yang bekerja di rumahnya dan meminta untuk membuatkan minuman untuknya dan Carlos.

"Kau harusnya sudah berada di kamar Ri, bukannya disini. Ayo ku antar kau ke kamar."

"Tidak Carl, tak apa. Aku senang bisa menemanimu dahulu disini. Terima kasih," tolak Ariana. Ia sudah merepotkan Carlos untuk mengantarnya pulang. Kini tidak mungkin ia langsung tidur tanpa berbasa-basi dulu.

"Tidak ada penolakan. Ayo." Carlos bangkit dari duduknya. Lagi-lagi ia menarik Ariana dan memapah gadis itu menuju kamarnya. Ariana menunjukkan kamarnya yang berada di lantai dua.

"Bawa minumannya ke kamarku saja," pesan Ariana pada Rose. Wanita paruh baya itu mengangguk patuh.

Carlos membuka pintu putih tulang di hadapannya. Kamar Ariana. Ia memapah Ariana hingga gadis itu tiduran di atas kasur. Ia bahkan menyelimuti gadis itu sebatas dada. Benar-benar tipe lelaki idaman.

"Carl, aku terlalu banyak merepotkanmu hari ini. Terima kasih dan maaf," kata Ariana merasa tidak enak hati. Sudah terlalu banyak ia merepotkan Carlos.

"Tak apa. Aku bahkan senang bisa membantumu." Carlos tersenyum lembut, membuat Ariana ikut tersenyum. "Kau sudah minum obat?"

"Sudah, mungkin aku hanya butuh istirahat."

"Baiklah, beristirahatlah. Lekas sembuh. Aku pergi dulu." Carlos mengacak rambut Ariana lalu mencium kening gadis itu. Sangat cepat. Ariana bahkan membeku menerima kecupan singkat di keningnya.

"Bye Ari."

"Bye Carlos."

Saat pintu ditutup oleh Carlos, Ariana mendesah. Kejadian tadi sangat tidak diduganya. Carlos mencium keningnya? Ah, yang benar saja!

Ariana menyentuh keningnya, tepat dimana Carlos menciumnya. Wajahnya tiba-tiba memerah. Ia malu sekaligus senang. Apakah ini pertanda bahwa Carlos juga...

Suara ponselnya membuat Ariana terpaksa harus berhenti dari semua praduganya. Ia menggapai ponsel yang berada di atas nakas. Nama Mia tertera disana.

"Halo Mi," sapa gadis itu sengau. Suaranya begitu buruk.

"Ari! Kau sakit?" Mia langsung menodongnya dengan pertanyaan tanpa berbasa-basi ataupun menyapa terlebih dahulu.

"Bisa dikatakan seperti itu."

"Oh, kau membuatku khawatir."

"Hanya sakit biasa, Mi. Darimana kau tahu aku sakit?" tanya Ariana curiga. Bagaimana sahabatnya ini bisa tahu sedangkan Mia tidak berada di New York sekarang.

"Tadi Ryan menghubungiku. Ia mengatakan jika kau sakit," jawab Mia.

"Ryan? Sejak kapan kau sedekat itu dengan Ryan?" Tanya Ariana menyelidik. Setahunya Mia tidak begitu mengenal Ryan. "Jangan bilang kalau kau sudah menemukan pengganti Bryan."

"Sakit membuatmu berpikiran aneh," tolak Mia. Mia memang sudah berakhir dengan Bryan dengan alasan yang Ariana tidak ketahui. Mia tidak mau menyeritakannya. "Kau diantar pulang Carlos tadi?"

Wajah Ariana tiba-tiba kembali memerah saat mendengar nama Carlos. Jangan tanyakan darimana Mia tahu. Sepertinya dari informan yang sama, Ryan.

"Sepertinya seseorang mengalami kemajuan disini," goda Mia. Mia tahu jika Ariana menyukai Carlos. Jadilah ia suka sekali menggoda Ariana mengenai hal-hal yang berbau Carlos.

"Ah, tidak. Ia hanya mengantarku pulang," sahut Ariana malu. Kentara sekali. Ia bahkan memeluk gulingnya dengan gemas sekarang.

"Ia sudah memberimu sinyal. Tinggal tunggu tanggal mainnya. Jangan lupa memberi tahuku jika sudah ya," godaan Mia makin membuat Ariana memerah. Ia sangat malu. Tapi tidak bisa ia pungkiri bahwa ia juga berharap hal yang sama.

"Kita lihat saja nanti. Kau doakan saja. Oh ya, bagaimana dengan kuismu hari ini?" Ariana tiba-tiba teringat bahwa Mia tidak mengikuti kuis hari ini.

"Oh soal itu. Aku sudah menelepon Mr. Neils semalam. Kau tahu, aku harus menangis bombay agar ia percaya padaku. Aku akan mengikuti kuis susulan minggu depan," sahut Mia ringan. Syukurlah gadis itu masih diberi kesempatan oleh dosen tua yang galak itu.

"Syukurlah Mi. Kita sama-sama tahu bagaimana dosen tua itu." Lalu mereka berdua tertawa.

"Ri, sudah dulu ya. Get well soon, Babe," tutup Mia saat terdengar sayup-sayup suara ibunya memanggil.

"Okay. Thank you,"

Sambungan terputus. Ariana kembali meletakkan ponselnya di atas nakas. Lebih baik segera beristirahat sekarang.

***

"Ari." Suara Claire membangunkan Ariana dari tidur lelapnya. Perlahan gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya, beradaptasi dengan cahaya sekitar.

"Ah Claire, kau sudah pulang?" Ariana berusaha bangkit namun tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit. Ia terpaksa harus tidur kembali.

"Jangan banyak bergerak dulu. Kau masih sakit. Berbaringlah." Claire membantu kakaknya untuk kembali berbaring. Suhu badan Ariana masih panas, meskipun tidak sepanas tadi.

"Sudah ku katakan, lebih baik kau tidak masuk kuliah hari ini," celoteh Claire.

"Aku ada kuis. Lagi pula, sesudah kuis aku langsung pulang."

"Dengan siapa? Taksi?"

"Bukan. Temanku," jawab Ariana. Ia tidak mau menyebut nama Carlos. Tepatnya belum. Saat ini, keluarganya hanya mengetahui bahwa ia kekasih Justin. Tidak dengan perjanjian konyol dibalik itu semua. Jika ia menyebut nama Carlos, bisa-bisa gempar semuanya.

"Temanmu? Kenapa bukan Justin?"

"Justin. Ia... sedang sibuk. Aku tidak mau merepotkannya," bohong Ariana. Justin mau mengantarnya pulang? Mimpi saja!

"Oh ya Ri, tadi Justin menghubungi ponselmu. Karena kau sedang tidur jadi aku mengangkatnya. Katanya ia sedang dalam perjalanan menuju kesini."

"APA? Justin kesini? Untuk apa?" histeris Ariana tidak percaya. Untuk apa Justin ke rumahnya? Apa ia harus bertugas? Tidak tahukah lelaki itu bahwa ia sedang sakit?

"Kenapa kau jadi histeris seperti itu? Ya, untuk membesukmu lah. Kau kan sedang sakit," kata Claire heran. Kenapa tiba-tiba Ariana jadi aneh begitu?

"Kenapa dia ingin membesukku?" tanya Ariana masih dengan polosnya. Apa ia lupa jika disini Justin berperan sebagai kekasihnya?

"Halo Ariana William. Kau itu kekasihnya, tentu saja ia harus kesini. Kekasih macam apa yang tidak membesuk kekasihnya sendiri. Kau aneh," dengus Claire. Gadis itu geleng kepala sendiri. Apa panas tubuh Ariana membuat kerja otaknya menjadi begitu lambat?

"Oh iya. Aku lupa," cengir Ariana bodoh. Ia merutuki dirinya sendiri karena sudah bertingkah bodoh. Hampir saja ia semua kebohongannya terbongkar.

"Permisi Nona." Suara Rose terdengar dari luar. Claire beranjak berdiri, membuka pintu kamar kakaknya.

"Ada apa, Rose?"

"Ada yang mencari Nona," jawab Rose sopan.

"Ah, itu pasti Justin. Ari, kau tunggu disini saja. Aku akan mengajak Justin ke sini." Claire melenggang pergi meninggalkan Ariana dengan mulut menganga. Justin akan masuk ke kamarnya?

*tbc

Love,
Vand🦋

(Fake) GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang