Bab 22

838 33 0
                                    

Justin keluar dari mobilnya. Ia baru saja selesai mengantarkan Ariana pulang. Setelah percakapannya tadi, Justin menahan Ariana lebih lama di cafe itu. Ia memaksa Ariana menemaninya disana dengan alasan bosan jika berada di rumah. Jadilah baru pukul tujuh malam, ia baru pulang.

Pertemuan Justin dengan Ariana berhasil merubah mood Justin seketika. Ia tidak lagi merasa badmood. Ariana seperti moodboosternya. Benarkah?
Justin memasuki rumahnya tanpa memperhatikan keadaan sekitar. Ia tidak menyadari adanya sebuah mobil asing yang terparkir di halaman rumahnya. Lelaki itu berjalan dengan santai. Pandangannya tertuju lurus kedepan.

"Justin," seru Jenna bahagia saat melihat Justin pulang. Langkah kaki Justin terhenti. Ia membalikkan badannya, melihat kearah ibunya itu.

"Ada apa, Mom?"

"Untung kau pulang. Ayo bergabung, kau belum terlambat." Jenna menarik Justin mendekati ruang makan. Justin yang bingung hanya menuruti langkah ibunya. Ia pikir mungkin ibunya hanya akan menunjukkan sesuatu yang tidak penting padanya, seperti biasa.

"Justin!" Suara melengking milik Sophia membuat Justin tiba-tiba merasa sangat kesal. Jadi ini yang akan ditunjukkan ibunya? Sophia dan keluarganya? Ah, yang benar saja!

"Mom, kita sudah pernah membicarakan hal ini. Aku sudah punya Ariana," bisik Justin. Ia merasa kesal karena Jenna tidak bisa mengerti dirinya.

"Mom tahu Just, tapi sekali ini saja. Mom berjanji. Jika kau memang menolaknya, ikuti saja yang satu ini. Mom berjanji akan berbicara kepada orang tua Sophia," janji Jenna. Wanita itu menatap Justin dengan wajah memelas.

"Baiklah Mom, hanya untuk kali ini," sahut Justin mengalah. Inipun dikarenakan moodnya yang sedang berada dalam kondisi baik.

"Terima kasih. Ayo duduk." Jenna menarik Justin untuk duduk di kerumunan itu. Justin mengambil posisi duduk disebelah Jenna. Dihadapannya addalah Sophia dan kedua orang tua Sophia.

"Apa kabarmu, Just?" tanya Lenna Tyler -ibu Sophia lembut, benar-benar beda dengan Sophia yang terkesan lebih agresif. Setidaknya, seperti itulah pemikiran Justin.

"Baik Aunty, Aunty sendiri bagaimana?" Justin berusaha bersikap sesopan mungkin. Selagi tidak ada yang membahas perjodohan konyolnya dengan Sophia, tidak masalah.

"Baik. Kau jangan memanggilku Aunty lagi, panggil saja Mom," kata Lenna. Justin memilih menggeleng.

"Tidak apa Aunty, aku nyaman dengan panggilan ini." Justin tidak akan pernah rela memanggil kedua orang tua Sophia seperti ia memanggil kedua orang tuanya. Itu artinya sama saja ia menyetujui perjodohan itu.

"Kau ini memang tidak pernah berubah." Lenna tersenyum kecil. Selanjutnya, kedua anggota keluarga itu saling berbicara seraya menikmati makanan yang disediakan. Justin yang tidak tahu harus berbuat apa, hanya memainkan ponselnya. Ia kembali melihat foto Ariana yang didapatnya beberapa waktu lalu. Entah mengapa, Justin sangat suka melakukan hal itu.

"Just," panggil Sophia. Justin tidak memedulikan panggilan itu, tetap bertahan dengan ponselnya. Baginya, wajah Ariana lebih menarik dari pada panggilan Sophia. Berkali-kali Sophia memanggilnya, ia tetap tidak menghiraukan, hingga Sophia berhenti sendiri.

"Ehm," dehem Roy Tyler -ayah Sophia. Semua orang di meja makan berhenti pada aktiftasnya, kecuali Justin. Jenna merebut ponsel anaknya itu.

"Kau harus sopan," bisik Jenna. Justin terpaksa harus memperhatikan Roy. Padahal ia tidak berminat sama sekali.

"Max, kedatangan keluarga kecil kami ini sebenarnya selain memang ingin mengunjungi sahabat sekaligus rekan kerja kami adalah membicarakan tentang perjodohan Justin dan Sophia yang sudah kita rencanakan dari dahulu," kata Roy. Justin yang sedang meneguk airnya tersedak seketika. Perjodohan?

(Fake) GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang