Ariana memasuki kelas dengan langkah gontai. Hari ini ia kurang sehat. Suhu badannya naik. Sebenarnya kedua orang tuanya sudah melarangnya untuk masuk kuliah. Tetapi Ariana bersikeras untuk datang karena akan ada ujian dengan salah satu dosen yang tidak pernah mau memberi ujian susulan pada mahasiswanya.
Di kelas, Ariana melempar tasnya sembarangan. Ia duduk merosot di kursinya. Kepalanya sangat sakit, seperti ada yang memukul kepalanya dengan palu begitu keras. Pandangannya juga berputar-putar. Ia tidak bisa fokus ujian jika seperti ini.
"Sakit sekali," lirih Ariana. Ia memijat kepalanya sendiri, berharap sakit kepala itu berkurang. Tetapi harapannya sia-sia, tidak sedikitpun rasa sakitnya berkurang, bertambah malah. Gadis itu sampai harus meringis menahan sakitnya itu.
"Ari, kau kenapa?" Tiba-tiba saja Carlos sudah berdiri di hadapannya dengan wajah khawatir. Ariana tersenyum kecil saat mendapati lelaki yang disukainya itu.
"Aku baik-baik saja," sahut Ariana berbohong. Senyumnya kontras sekali dipaksaan. Carlos tidak percaya pada Ariana, ia meletakkan tangannya di kening gadis itu. Suhu panas segera merambat pada tangannya.
"Ari, badanmu panas sekali. Kau harusnya tak masuk hari ini. Ayo ku antar pulang," kata Carlos cemas. Ia bahkan sudah menarik tangan Ariana agar mau mengikutinya.
"Tidak Carl, tidak bisa. Kita ada kuis hari ini," tolak Ariana halus. Ia menahan tangannya yang dipegang Carlos.
"Tapi kau sakit."
"Aku baik-baik saja." Ariana menatap Carlos lembut, berharap lelaki itu mengerti. Carlos tampak berpikir, sedetik kemudian iya mengangguk.
"Baiklah. Tapi setelah ujian, kau akan ku antar pulang. Tidak ada penolakan."
"Baiklah Tuan," kerling Ariana jahil. Carlos terkekeh melihat hal itu, lalu mengacak rambut coklat gadis itu.
"Jangan diacak," renggut Ariana. Gadis itu merenggut dengan ekspresi yang sangat menggemaskan. Membuat Carlos ingin mencubit pipinya.
"Kau lucu jika merenggut seperti itu. Aku jadi ingin mencubit pipimu," frontal Carlos. Wajah Ariana berhasil memerah saat itu juga.
"Kau jangan menggodaku seperti itu."
"Aku tidak menggoda. Aku hanya berbicara yang sejujurnya." Carlos tersenyum. Merasa kakinya cukup pegal, Carlos menarik kursi di dekatnya, lalu duduk di sebelah Ariana.
"Kenapa kau bisa demam begini, Ri?" tanya lelaki itu lembut penuh perhatian. Ariana cukup terlena karena lelaki itu.
"Aku kehujanan semalam."
"Hm, ada-ada saja. Kau seperti anak kecil." Lagi-lagi Carlos tersenyum. Senyum yang berhasil menghipnotis Ariana. Gadis itu terdiam seketika. Jantungnya berdetak tak karuan, tidak bisa diajak berkompromi untuk tenang sebentar saja. Setidaknya hingga Carlos pergi. Bisa bahaya jika Carlos mengetahui debaran itu.
Carlos mengelus lembut puncak kepala Ariana. Ariana menutup matanya, merasakan sensasi sentuhan tangan dari lelaki itu. Begitu tenang dan damai. Ia merasa begitu aman jika bersama Carlos. Ada sesuatu yang beda dari Carlos, yang dapat mengambil hatinya saat pertama kali. Percakapan pertama mereka begitu berkesan bagi Ariana, membuat gadis itu tergila-gila pada seorang Carlos Youth.
Pagi itu merupakan pagi yang sangat sial bagi seorang Ariana William. Pertama, ia terlambat bangun, padahal ia ada ujian pagi itu. Yang kedua keningnya harus rela dihiasi oleh warna biru karen ia tidak sengaja membentur pintu saat terburu-buru keluar kamar. Ia tidak menyadari bahwa pintu kamarnya masih tertutup. Bodoh memang.
"Mom, aku pergi dulu. Sudah terlambat." Ariana mengecup pipi ibunya tanpa sarapan terlebih dahulu. Tidak ada waktu untuk sarapan. Ia bisa sarapan nanti setelah ujian. Kini yang ada dipikirannya hanya ada satu, yaitu bagaimana cara bisa sampai di kampus secepat mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Fake) Girlfriend
RomanceSebuah insiden kecil membuat Ariana William terpaksa harus terlibat dengan perjanjian konyol yang dibuat oleh Justin Orion. ©️2015 Vandesca