Rencana

43 8 1
                                    

2300+ words! Happy reading!










Saat bangun, Jimin menyadari sesuatu.

Jimin tersentak melihat tubuhnya. Kulitnya yang terang. Piyama yang familier. Tubuhnya yang kecil.

“Minjeong…”

Suara ini. Darah, daging, tulang, dan kulit. Minjeong ada di sini, hangat dan hidup.

"... Hidup!"

‘Minjeong’ memeluk dirinya sendiri. Air mata mengalir. Bagaikan keran, mata ‘Minjeong’ mengeluarkan aliran air mata yang deras. Kegembiraan yang dibawa oleh hangatnya air mata itu membuatnya semakin menangis. Dia menggulung lututnya dan menempelkan pipinya ke lutut.

Jimin ingin memeluk seluruh tubuh Minjeong, dia meringkuk sekencang mungkin.

“Minjeong… “

Itu adalah keajaiban, keajaiban yang telah menembus berbagai kemungkinan dan tiba di sini

“… Kak, apa yang kamu lakukan?” Minju berdiri di samping pintu geser yang terbuka.

“Ah… adik Minjeong,” gumam ‘Minjeong’ dengan suara terisak-isak.

Minju juga hidup, menatap dengan heran pada kakaknya yang menangis sampai ingus mengalir di wajahnya. 

“Astaga!”

‘Minjeong’ berlari menuju Minju, hendak memeluknya. Namun sayangnya, ‘Minjeong’ disambut dengan pintu yang dibanting hingga tertutup tepat di depan hidungnya.

“Nenek, nenek!” Jimin bisa mendengar teriakan saat sepasang kaki dengan cepat menuruni tangga.

“Kakak menjadi gila!”

“Gadis kecil tidak sopan" ledek Jimin.

"Padahal aku melintasi ruang dan waktu untuk menyelamatkan desa ini!”



.

.

.



Ketika ‘Minjeong’ telah berganti pakaian dan turun, seorang pembawa acara MBC sedang berbicara dengan riang di TV. ‘Minjeong’ menatap TV itu.

[Komet Tiamat akan mencapai titik terdekatnya dengan Bumi sekitar pukul 07.40 malam ini. Komet tersebut diperkirakan akan menjadi yang paling terang. Pemandangan surgawi ini, hanya terjadi sekali setiap 1200 tahun, berbagai perayaan…]

“Malam ini …. Masih ada waktu!”

Tubuh ‘Minjeong’ mulai gemetar karena kegembiraan.

“Selamat pagi, Minjeong. Adikmu berangkat duluan hari ini.”

Berbalik badan, ‘Minjeong’ melihat Nenek berdiri di sana.

“Nenek! Syukurlah nenek terlihat baik - baik saja!” 

Secara naluriah ‘Minjeong’ berlari ke arahnya. Dilihat dari teko yang dia pegang di piring, dia mungkin berencana untuk minum teh di ruang tamu.

“Hm? Kamu…” Nenek melepas kacamatanya dan mengamati wajah ‘Minjeong’ dengan seksama.

“… Kamu bukan Minjeong, kan?”

“Apa…” 

“Bagaimana bisa!?”

Perasaan bersalah menghampiri Jimin, seperti perasaan yang kau rasakan ketika perbuatan buruk yang kau lakukan, yang kau yakin tidak akan diketahui siapa pun, terbongkar. Tapi raut muka nenek terlihat tenang. 

Your Name (Jiminjeong / Winrina AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang