Gyeongsangnam

45 6 0
                                    

“Belum ada hasil, ya…”

Karena kelelahan, Jimin duduk di bangku halte bus dan membenamkan wajahnya di telapak tangannya. Kepercayaan diri yang meluap-luap yang Jimin miliki ketika mulai mewawancarai setiap orang yang dia temui, sekarang semuanya sudah hilang.

Setelah mendapat 'tidak tahu' dari supir taksi pertama, Jimin pergi ke kantor polisi, toko serba ada, toko souvenir, hotel, restoran, bertanya kepada semua orang mulai dari petani hingga anak sekolah dasar, dan pada akhirnya tidak ada yang tahu. 

Bepergian dengan kereta lokal, yang hanya beroperasi setiap dua jam sekali, terbukti tidak bisa diandalkan, jadi Jimin pikir mereka mungkin bisa mencoba naik bus dan mendapatkan informasi dari orang-orang di dalamnya pada saat yang bersamaan.

Namun ternyata, mereka adalah satu-satunya orang di dalam bus tersebut, dan, karena kehilangan keinginan untuk bertanya kepada pengemudi, mereka terus berkendara hingga perhentian terakhir, dan sejauh yang dia tahu, mereka sekarang berada di daerah pedesaan yang tidak berpenghuni.

Sedangkan untuk Yeji dan Kak Koeun, sepanjang waktu mereka menyibukkan diri dengan kartu, permainan Facebook, batu kertas gunting, atau makanan ringan, mereka benar - benar menikmati pengalaman wisata ini. Mereka berdua juga tidur nyenyak saat di perjalanan bus dengan kepala bersandar di bahu Jimin.

“Yah! Apa kamu sudah menyerah, Jiminie!?”

Mendengar Jimin menghela nafas berat, Yeji dan Kak Koeun bertanya serempak sambil meneguk soda. 

“Ayolah~ kami juga berusaha keras!” Seru Yeji

Jimin menghela nafas lagi, yang ini begitu berat sehingga paru-parunya terasa hampir keluar. Pakaian hiking Kak Koeun yang tampak aneh dan gaya berjalan-jalan santai Yeji benar-benar mulai membuat Jimin kesal.

“Kalian sama sekali tidak melakukan apa pun…”

Keduanya membuat ekspresi 'oh?' dengan wajah yang polos



.

.

.



“Aku pesan ramyun.”

“Aku pesan satu ramyun.”

“Kalau begitu aku pesan ramyun juga.”

“Baiklah, tiga ramyun!” Suara wanita tua itu terdengar di seluruh restoran.

Di jalan tandus menuju stasiun tetangga yang sangat jauh, mereka secara ajaib menemukan toko ramen yang masih beroperasi. Otomatis mereka langsung berlari masuk. Senyuman wanita tua berbandana yang menyambut mereka saat masuk bagaikan tim penyelamat yang akhirnya tiba di lokasi bencana.

Ramyunnya enak. Jimin bisa merasakan tubuhnya terisi kembali saat memakan mie dan sayuran. Setelah meminum seluruh supnya ditambah dua gelas penuh air, Jimin berhenti untuk mengatur napas.

“Apakah menurutmu kita bisa kembali ke Seoul hari ini?” tanya Jimin pada Yeji.

"Hmm mungkin. Aku akan memeriksanya.”

Yeji terlihat sedikit terkejut, tapi dia tetap mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari tahu jalan pulang.

“Terima kasih,” kata Jimin.

“Jiminie…. apa kamu benar - benar sudah menyerah mencarinya?” Kak Koeun yang belum selesai makan, bertanya dari seberang meja.

Tidak tahu bagaimana harus merespons, Jimin menatap ke luar jendela. 

“Bagaimana mengatakannya ya… Aku mulai merasa sepertinya tempat itu tidak ada,” gumam Jimin, setengah ragu pada dirinya sendiri.

Mungkin yang terbaik adalah kembali ke Seoul dan memikirkan rencana lain. Akan cukup sulit dengan gambar, tapi mencari desa hanya dengan sketsa ini saja? Mungkin itu ide yang tidak realistis, pikir Jimin sambil mengambil buku sketsanya dan melihatnya.

Your Name (Jiminjeong / Winrina AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang