Bahagia

107 9 0
                                    

Selama ini, Jimin memunculkan beberapa kebiasaan baru.

Seperti menyentuh bagian belakang lehernya saat dia panik. Atau menatap matanya sendiri yang terpantul di cermin cukup lama saat dia mencuci muka. Atau selalu meluangkan waktu sejenak untuk memandangi pemandangan ketika Jimin keluar rumah di pagi hari, bahkan saat dia sedang terburu-buru. Dan juga, melihat telapak tangannya tanpa alasan.

[Kereta berikut akan menuju… ]

Saat suara speaker stasiun terdengar di seluruh gerbong kereta, Jimin menyadari bahwa dia melakukannya lagi. Dia mengalihkan pandangannya dari telapak tangan dan melihat ke luar jendela. Gerombolan orang terlihat berdiri di peron menunggu kereta melambat hingga berhenti. Terlihat beberapa siswa yang dari sekolahnya. Melihat seragam itu membuat Jimin merindukan sekolah.

Jimin harus berhenti setelah 2 tahun waktu yang ia habiskan di SMA. Waktu berlatihnya kini meningkat, dia harus melakukannya dari pagi hingga sore. Agensi memberikan kesempatan untuk melanjutkan sekolah hingga akhir tahun pendidikan atau sampai ujian kenaikan, lalu berhenti dan fokus pelatihan. Atau tetap melanjutkan sekolah tetapi mereka harus berlatih hingga malam, dan tentu saja resiko kelelahan adalah tanggung jawab trainee. 

Setelah berdiskusi bersama orang tuanya, mereka sepakat untuk berhenti sekolah dan mengambil ujian persamaan atau ujian kesetaraan nantinya. Orang tua Jimin juga menawari putrinya itu program homeschooling.

Katakan jika kamu mau mengikuti kelas belajar mandiri, mengerti?

Aku akan memikirkannya nanti.



“Bukan aku tidak mau. Tapi otakku terasa sudah penuh bahkan saat aku bangun tidur.”

Sudah 5 bulan semenjak perjalanannya ke Yangsan. Sudah 5 bulan semenjak dia terbangun di tengah antah berantah pada malam hari. Tapi semua perjalanan “wisata” itu masih memenuhi pikirannya. Ada sesuatu yang dalam dirinya yang terus - menerus mencari sesuatu, atau mungkin seseorang. 

Melirik para siswa SMA itu sekali lagi, Jimin jadi teringat kedua temannya, Aeri dan Yeji. Mereka berdua menangis selama 3 jam ketika Jimin mengatakan akan meninggalkan sekolah. Aeri bahkan sampai membuat janji,

Hei, aku akan segera menyusulmu Jimin. Tunggu aku di sana!

Aeri sangat antusias dengan dunia musik sekarang. Dia mendaftarkan diri di paduan suara, mengikuti kelas menari, dan berlatih rap secara mandiri. Semua itu terjadi semenjak Jimin menyuruhnya menyamar sebagai dia saat Jimin pergi ke Yangsan. 

“Mungkin dia bertemu idol saat itu. Atau mungkin dia menemukan sesuatu yang menarik di sana.”

Membayangkan keadaan Aeri saat itu membuat Jimin tersenyum. Sebelumnya dia sangat khawatir terjadi masalah besar jika penyamaran temannya itu terbongkar oleh para pelatih. 

“Yeji bisa saja tertular Aeri saat ini.”

Kereta melambat dan berhenti. Pintu otomatis terbuka, orang orang bergerombol menuju ke sana. Jimin membuyarkan lamunan tentang teman - temannya dan ikut berjalan keluar. 

Baru beberapa langkah berjalan keluar, perhatian Jimin teralihkan pada sosok yang sangat familiar. Dia tidak yakin apakah mengenalnya, posisi orang itu membelakangi Jimin. Sebelum Jimin sempat melangkah untuk menghampirinya, lautan manusia menutupi keberadaan orang itu, dan menghilangkan keberadaannya. 

Jimin terdiam sejenak. Dia berpikir apakah benar - benar mengenal orang itu. Dorongan apa yang membuatnya sampai ingin menghampirinya. 

“Huh? Kenapa aku mencoba menghampirinya… Aku bahkan tidak melihat wajahnya.”



Your Name (Jiminjeong / Winrina AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang