26. Jadian dan dendam

46.8K 4.1K 570
                                    

HAPPY READING💓💓

Hari ini Bianca mempunyai jadwal kuliah pagi. Sebenarnya tidak terlalu pagi, kuliah dimulai pukul sepuluh, sedangkan Bianca sudah siap sejak pukul sembilan, ia juga sudah sarapan.

Gadis itu tengah asik mengagumi penampilan dirinya di pantulan cermin sebelum suara dering ponsel menginterupsinya.

"Selamat pagi," ujar gadis itu dengan layar ponsel menempel di telinganya.

"Pagi, By, aku sudah di depan," ujar suara di seberang sana. Seperti janji mereka sebelumnya, Nathan akan mengantar Bianca hari ini, kemudian setelah kuliah Bianca selesai, mereka berdua akan langsung pergi ke psikiater. Tapi tentu saja seperti yang Nathan katakan, harus makan siang dulu.

"Baiklah, aku turun sekarang."

Mematikan sambungan telepon, Bianca mengambil tasnya, lalu keluar dari kamar.

Gadis itu tidak perlu lagi berpamitan kepada Antonio karena pria itu sudah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali. Tentu saja kepergiannya bersama Nathan sudah mendapat izin dari ayahnya itu. Kenapa bisa? Tentu saja dengan embel-embel pergi ke psikiater.

Keluar dari rumah, pemandangan yang pertama kali Bianca lihat adalah postur tinggi Nathan yang bersender pada body mobil sembari memandang ke arahnya. Kedua tangan lelaki itu masuk ke saku celana, senyumannya langsung mengembang begitu melihat Bianca.

"Morning, By." Nathan berujar terlebih dahulu.

"Morning too."

Lelaki itu mengecup singkat kening kekasihnya sebelum membukakan pintu mobil untuk sang gadis.

Setelah Bianca duduk dengan nyaman di kursi samping kemudi, Nathan berjalan mengitari body depan mobil, lalu duduk di kursi kemudinya.

"Sudah sarapan?" Tangannya mengelus surai si gadis dengan lembut

Bianca mengangguk. "Sudah."

"Baiklah, kita berangkat."

.
.
.
.

Mobil lamborghini itu berhenti di parkiran fakultas ekonomi, menarik atensi semua mahasiswa/i yang ada di sekitar sana. Nathan turun terlebih dahulu, membukakan pintu mobil untuk kekasihnya.

Ketika Bianca keluar dari mobil, segala suara-suara mengganggu terdengar oleh telinga gadis itu.

Bianca menghela napas pelan. Mulai sekarang, aku harus terbiasa.

Melihat ekspresi Bianca yang terlihat tidak nyaman, Nathan kembali bersuara. "Mau aku antar sampai kelasmu?"

"Tidak!" jawabnya cepat. "Maksudku, kamu harus segera kembali untuk melanjutkan pekerjaanmu bukan?" sambungnya

Nathan mengelus surai panjang Bianca dengan lembut. Mata lelaki itu menyorot teduh. "Aku selalu menjadi pria terberuntung mendapatkanmu, By," ujarnya sembari mengelus lembut pipi sang gadis.

"Akan ku bunuh diriku sendiri jika menyakitimu."

Lagi, lanjutnya dalam hati.

Dengan cepat Bianca menutup mulut kekasihnya itu, ia menggeleng dengan mata sendu. "Jangan katakan itu. Bukankah aku pernah mengatakan untukmu hidup lebih lama. Kalau kamu pergi, maka aku juga akan pergi, Nath."

Jika tokoh Nathan lenyap, bukankah tidak ada alasan bagi Ayudisa untuk tetap berada di dunia ini? batin gadis itu.

Dalam sekali tarikan Nathan membawa tubuh mungil Bianca ke dalam dekapannya. Hal itu tentu mengundang jeritan tak terdengar dari para mahasiswi.

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang