MENGINAP

8 2 0
                                    

"Sabit, Malio, sini makan!" Ibu memanggil.

Aku dan sabit segera berlari ke ruang makan dan menyantap makan malam bersama ibu. Aku melihat wajah ibu seperti tidak terlalu senang, sepertinya karena ibu baru saja berdebat lagi dengan ayah tadi pagi. Ayah sekarang sudah pergi lagi ntah ke mana, dan ibu juga sepertinya tidak terlalu peduli.

"Malio, kata gala Agatha ketabrak, ya?" Tanya ibu secara tiba - tiba.

"Uhuk! Tau.. dari mana..?" Aku tersedak saat mendengar pertanyaan ibu.

"Tadi ibu, kan, ke supermarket sama noni, terus ketemu sama gala yang lagi belanja. Dia bilang 'bu, anak bungsunya kasih tau, dong. Adik saya jadi ketabrak', itu tuh maksudnya gimana, ya?"

"Anu.. aku..." aku menceritakan semuanya dari awal. Ceritaku membuat kaget.

Ibu hanya menghela nafas dan menyuruhku untuk menjenguk Agatha lagi. Ibuku tidak mau hubunganku dengan keluarga Agatha memburuk, apalagi ibu Agatha adalah sahabat ibuku. Selama makan malam Sabit hanya fokus dengan handphonenya, aku agak penasaran. Aku mengintip sedikit handphone Sabit, dan melihat percakapan antara sabit dengan seseorang bernama Agelda. Siapa itu Agelda?

"Siapa, tuh, Agelda?" Tanyaku.

"Dosen..." jawabnya sambil mengunyah makanannya.

"Aih? Dosen muda, ya?"

"Iya... dia dosen pembimbing gue. Ngeselin banget, anjir. Dia tuh tipikal dosen cowok yang caper."

"Waw... sabar aja deh, bang."

"Katanya Agelda ini temennya si Gala, tau."

"Hah? Temen bang Gala? Emang dosen lu umur berapa? Bang Gala kan udah mau 30 tahun."

"Dosen gue juga umurnya segituan, maybe..."

Obrolan menjadi semakin tidak jelas, dan ibu hanya menggelengkan kepalanya melihat kedua anak laki - lakinya yang selalu bertingkah bersama sedari dulu. Ibu menunggu aku dan Sabit selesai makan, lalu ibu menyuruh kami untuk tidur.

5 hari kemudian. Aku sudah melihat Agatha di kampus lagi. Agatha sedang makan siang sendirian di kantin, tanpa mengajakku, atau mengabariku. Aku hanya duduk di depannya dan mengajaknya mengobrol. Agatah tidak merespon sedikit pun, dia malah sibuk makan dan hanya menatapku dengan mata sayunya itu. Aku menarik mangkuk mie ayamnya, dan menyuapinya. Agatha awalnya hanya diam, tapi Agatha membuka mulutnya dan menerima suapan dariku.

"Kenapa gak ngabarin?"

"Wajib?"

"Kan biar gue bisa makan bareng elu."

"Wajib, kah?"

"Ya, gue kan pengen makan bareng elu!"

"Sewajib itu, kah?"

Oke, aku kalah jika berdebat dengan Agatha. Akhirnya aku mengalah dan hanya menatap Agatha yang sedang membersihkan bibirnya. Sepertinya moodnya benar - benar sedang tidak bagus, atau dia masih marah padaku? Sepertinya tidak mungkin. Aku yakin pasti adalah masalah yang membuat moodnya hancur. Aku ingin sekali mendengar keluh kesahnya, tapi aku tidak mau menghabiskan energi Agatha sekarang. Agatha akhirnya pamit untuk masuk kelas selanjutnya.

"Agatha, please I'll take you home, okay?" Mintaku sambil memegang tangannya.

"Hm... oke. Nanti gue ke parkirannya bareng Lyla aja." Jawabnya sambil melambaikan tangannya.

Sepertinya Agatha tidak mau cari perdebatan lagi, makanya dia sampai mengatakan nama temannya itu. Aku juga langsung menuju kelas dan mengamati dosen seperti biasa.

Aku menunggu di parkiran, dan melihat Agatha di bonceng pria lagi. Aku tidak peduli, aku ingin langsung marah di depan pria itu.

"Katanya sama Lyla? Kok sama cowok lain?" Tanyaku sambil menarik kerah baju pria yang dipanggil Lyla oleh Agatha.

WOULD YOU FORGET YOUR PAST FOR ME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang