Short Page

4 0 0
                                    

Aku menyeret diriku sendiri, berjalan ke arah caffe untuk beristirahat sejenak.

"Mau berapa sho-"

"Tripleshot. Mana nomor meja saya, mba?" Aku memotong perkataan pelayan itu.

Aku duduk sambil menundukkan kepalaku dan terus menjambaki kepalaku sendiri. Aku benar - benar terpuruk, tapi, tiba - tiba,

"Masbro? Kok sedih? Pasti ada masalah lagi sama Gatha... gue udah ngerti masalahnya, kok."

Ya... pria ini. Pria ini benar - benar aneh, tapi, dia benar - benar bisa diandalkan. Aku tahu, pria ini aslinya juga menyimpan rasa sakitnya sendiri, tapi, dia menutupinya dengan kesenangannya sendiri. Tama datang dan duduk di sebelahku, dia menenangkanku dan mengusap punggungku. Tama bilang ia siap menjadi tissue untuk air mataku, dia mau mendengarkan curhatanku jika aku mau, dan dia bilang ia siap untuk membantuku.

"Munafik banget. Kenapa lu tiba - tiba baik sama gue? Lu tahu sendiri, kan? Gue gak suka sama lu?" Ujarku.

"Tahu, kok. Dari awal kita kenal aja gue tahu lu itu gak suka gue, tapi, gue meyakinkan diri kalau kebencian lu itu cuman bayang - bayang. Gue gak peduli walau lu benci gue, temen gue cuman elu." Tama memelukku.

Aku menjadi agak kasihan dengan orang ini. Dia memiliki masalah yang lebih banyak dariku, tapi, dia malah yang paling terlihat tidak ada beban. Tama sedari dulu memang sering dibully karena tidak pintar dan badannya yang kurus. Semenjak itu, Tama sering memaksakan dirinya untuk makan banyak, pergi ke gym, dan belajar sampai larut malam. Bahkan, tidak jarang aku melihatnya belajar di dojo saat sedang jam istirahat. Tama diurus oleh ibunya, karena, ayahnya sudah meninggalkannya sejak dulu. Tama tidak memiliki sosok ayah, membuatnya menjadi takut untuk menikah karena ia takut dirinya akan menjadi seperti ayahnya.

"Udahlah, lupain aja. Gue pesenin lu minum sama makan, ya. Gue, gapapa, kok." Tawarku.

"Hm... thanks teraktirannya, gak bakal gue tolak. Malio, sumpah, cerita aja, kalau lu gak bisa sekarang gue tungguin."

Aku tidak menjawabnya. Aku membuka handphoneku dan membuka galeri. Betapa banyaknya kenanganku dengan Gatha di sini, aku jadi rindu dan ingin kembali ke masa - masa itu.

Pesanan sudah datang, aku dan tama segera melahap makanannya. Aku meneguk kopiku dengan sangat cepat. Rasanya lidahku menjadi sangat pahit, dan mataku jadi melotot. Tama jadi penasaran dengan kopiku, dia mencobanya, tapi,

"Wa- wah... enak banget, ya... minuman sadboy..." Ucap Tama.

WOULD YOU FORGET YOUR PAST FOR ME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang