Agatha Reytara
Aku kesal tidak diajak sarapan bersama Gala dan Malio, padahal aku juga ingin sarapan nasi goreng mang oce. Aku tidak mau berpikir panjang, aku mengajak Lyla, Agnes, dan Vanessa untuk sarapan bersama. Tak lama, mereka datang dan membawa bahan masakan yang aku suruh. Kami pun masak bersama dan saling bercerita, tidak, hanya mereka yang bercerita, aku hanya pendengar. Lyla membahas crushnya, Agnes membahas pacarnya, dan Vaness membahas mantan berengseknya yang mokondo, dia bilang dia cuman kepancing penampilannya doang waktu itu. Aku bertanya - tanya, bagaimana bisa seseorang merasakan yang namanya cinta? Aku tidak paham, kenapa mereka mau menerima cinta dari orang lain. Aku hanya bisa mendengarkan ketiga temanku saling berbagi cerita, dan aku sibuk dengan makananku.
"Gat, bukannya kamu deket sama Malio?" Tanya Lyla.
"Ohh, Malio yang sering bawa BMW, ya? Ih, gila. Dia memang cakep banget, jir! Lu beruntung, Gat!!!" Vanes menjawab lyla.
"Malio? Dia sahabat masa kecil gue... kita memang udah deket dari SD." Aku hanya menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
Ketiga temanku mulai membahas dan mempertanyakan tentang hubunganku dengan malio. Aku bingung harus menjawab apa, aku memang sahabatnya, aku tau semua tentang Malio, bahkan keluarganya, walau aku baru tahu tentang ayahnya, tapi aku mengenal jelas siapa itu Malio Wirunadata.
Semua menyenangkan sampai pria cabul itu menelefonku dengan nomor lain. Aku tidak mengangkatnya dan langsung memblokir nomornya. Itu membuat moodku sedikit rusak, jadi aku membuat mint tea dan lanjut bersama teman - temanku.
Jam 10.00 ketiga temanku harus berpamitan karena mereka ada tugas kelompok. Aku pun hanya duduk di sofaku dan memainkann handphoneku sambil menunggu Gala dan Malio pulang.
"Assalamualaikum..." Gala pulang seorang diri.
"Waalaikumsalam. Abang, Mana Malio?"
"Malio ada urusan, jadinya dia pergi dulu. Oh, iya. Abang ketemu Tama tadi. Dia kayaknya ikut sama malio juga, deh."
Tama... Sudah lama aku tidak melihatnya.
"Ke mana mereka? Aku mau samperin."
"Kayaknya mereka ke Taman mawar itu loh. Mau abang anter?" Gala memakai jaketnya lagi.
Aku pun diantar Gala ke taman yang di maksud, dan melihat banyak orang berkerumun. Aku dan gala segera turun dari mobil dan menerobos kerumunan itu. Saat aku menembus kerumunan itu aku melihat Malio yang sedang terkapar di tanah karena tertusuk oleh pisau di pinggangnya. Aku segera mendekati Malio yang pinggangnya sedang ditahan oleh tama. Tama hanya menenangkanku dan tidak mau menjelaskan apa yang terjadi padaku. Aku tidak bisa berdebat di sini, jadi aku memfokuskan diriku pada Malio.
"Malio! Lu- lu gak bakal mati, kan?!" Aku meremas tangan Malio.
"Enggak, kok- gue masih bisa sadar. Ini cuman pisau kecil, pendarahannya juga gak terlalu banyak-"
"Lu bego! Lu pasti nyamperin si Revano, kan?! Mana orangnya?! Gue gorok dia sekarang juga!"
"Enggak- lu gak perlu tau Revano di mana." Malio menatap Tama.
Sudah cukup aku bersabar dengan si cabul itu. Sekarang, dia melukai Malio. Aku bersumpah akan membalas Revano suatu hari nanti.
~
Malio Wirunadata
"Liat, tuh, Tama. Si Revan ngapain coba sembunyi di sana? Tolol banget, jir. Keliatan lah." Kataku sambil menunjuk persembunyian revan.
"Oh... itu orang yang bikin Gatha sampai trauma? Mirip biawak."
"Gak boleh gitu. Dia itu cakep, kok, mirip komodo."
Aku dan Tama membuat sebuah rencana agar bisa membuat Revan ditangkap polisi, bahkan dengan hukuman berat. Tama awalnya menawarkan bantuan, dengan cara melaporkan Revan ke ayahnya, karena ayah revan itu polisi, tapi aku tidak mau melakukan cara itu, nanti juga ujung - ujungnya harus ditanya bukti.
"Gue ada rencana, Tam." Kataku.
"Apa? Mau langsung keroyok aja?"
"Gue bakal ngorbanin diri gue buat ditusuk sama tuh orang."
"Lu gila, ya?"
"Iya, gue memang gila. Gue lakuin demi Agatha."
"Malio, ternyata cinta memang bisa membutakan segalanya, Tapi gue gak bisa biarin lu ditusuk sama tuh orang."
"Cie peduli sama gue. Lagian gue cuman manfaatin mobil, lu. Kalau gue bawa mobil, gue bakal lakuin ini semua sendiri."
"Lu... masih marah sama kejadian di parkiran itu, ya? I'm sorry... gue harus tau waktu yang tepat buat bercanda. Gue gak tau kalau perkataan gue bisa nyakitin Agatha, tapi, Asal lu tau, gue peduli sama elu karena gue juga peduli sama Agatha."
"Maksud? Lu sadar, ya, gak bisa dapetin Gatha?"
"Bukan. Gue sih pede - pede aja sama Agatha."
"Lupain, jangan bahas itu sekarang."
"Yaudah, jadi mau pake rencana yang tadi?"
"Iya, itu satu - satunya cara biar dia dihukum berat. Lu pura - pura lagi nge vlog aja, terus arahin kameranya ke si Revan, jadi kita punya bukti penusukkan."
"Ck... gue gak tega... lu yakin lu kuat..?"
"Kalau dilihat - lihat pisau yang dia pegang pegang dari tadi, tuh, kecil. Kayaknya no problem."
Tama awalnya ragu, tapi Tama meyakinkan diri dan berjanji akan langsung menahan Revano jika Revano kabur. Aku mendatangi Revano, dan mulai memancing kemarahan Revan dengan membahas hubungan Agatha denganku, itu membuatnya marah dan mengamuk. Revan menusukku dan kabur, tapi Tama menangkap Revan dan mengikatnya. Astaga, ini sakit sekali. Aku ingin sekali menjerit, tapi ini semua demi agatha. Tama mengangkatku dan segera memanggil polisi dan ambulan. Revan dibawa polisi, dan aku hanya tinggal menunggu ambulan datang.
"Tama, sakit banget bangsat.... kayaknya gue mau mati aja..."
"Tahan, Masbro. Kalau lu mati effort lu sia - sia."
"Enggak, kok. Yang penting si Revan ditangkap."
Sudah 15 menit ambulan belum datang. Tama terus menahan tubuhku yang terbaring di tanah sambil dikerumuni banyak orang. Saat aku ingin memejammkan mataku, aku mendengar suara Agatha yang berteriak memanggilku. Aku membuka mataku dan melihat wakah Agatha panik karena melihat keadaanku yang seperti ini. Gala segera membubarkan kerumunan dan memayungiku dengan sebuah payung yang ia ambil dari mobil. 25 menit kemudian, ambulan datang dan aku pun dibawa ke rumah sakit.
Agatha tidak melepaskan tanganku, bahkan saat aku akan dibawa ke ruang operasi. Aku hanya bisa mendengar suara Agatha yang sedang menangis di sisiku saat kesadaranku hampir hilang karena aku kehabisan cukup banyak darah saat menunggu ambulan. Agatha terus berdoa tanpa henti sampai aku masuk ke ruang operasi. Aku mendengar Agatha sekilas sebelum aku hampir hilang kesadaran.
"Malio, sekarang aku tahu rasanya khawatir sama seseorang, dan aku tau gimana rasanya takut kehilangan seseorang..."
KAMU SEDANG MEMBACA
WOULD YOU FORGET YOUR PAST FOR ME?
Romantizmmungkinkah semua orang bisa lepas dari masa lalunya dan memulai lembaran baru? tentu setiap orang berbeda dengan cara mereka. Malio wirunadata adalah pria tampan dan populer, namun, malio tidak pernah mau menerima wanita manapun. Malio setia akan p...