13. Jean

303 31 1
                                    


Rumah yang biasanya diiringi canda tawa dan kehangatannya mendadak berubah menjadi dingin. Sejak kejadian itu meja makan yang biasanya diawali dengan berbagai guyonan Harsa dan Naren berubah menjadi diam dan tak ada pembicaraan satupun.

Semua menatap kearah Jean yang menutup dirinya dan terlihat juga raut kekecewaan anak itu. Jean memang memiliki kepribadian jauh lebih kalem dari saudaranya yang lain, namu keterdiaman  anak ini kali ini berbeda karena ia lebih menutup dirinya dan tidak mengizinkan siapapun masuk karena kekecewaan dirinya.

Rose yang melihat tingkah anaknya itu menatap Jean khawatir. "Jean tangannya masih nyeri?" tanya Bunda melihat tangan kanan Jean yang terbalut perban.

Pemuda itu mengangkat wajahnya menatap Bundanya datar. "Udah gak terlalu."

"Kalo sakit bilang Bunda ya sayang. Nanti kamu ganti perbannya di Uks kalo gak nyaman," jawab Bunda.

Jeffrey menatap anaknya itu dengan perasaan bersalah, ia tau anaknya menjadi seperti ini karena keegoisan Mamanya. Jeffrey tidak mau anaknya mengalami  yang ia dan Rose rasakan di kekang dan di jodohkan. Jeffrey selalu membebaskan anaknya dalam hal apapun dan perasaan bersalah bahwa anaknya tidak pernah merasakan kebebasan karena Mamanya, membuatnya  hatinya sakit.

"Ayah janji sama Jeje kalo perjodohan itu akan batal. Ayah bakal bicara sama kedua orang tua Chealsea dan Oma," sahut Jeffrey menatap Jean masih sibuk memakan sarapannya.

Jean membersihkan bibirnya dari sisa makanan menggunakan tisu. "Gak usah janji kalau Ayah gak bisa tepatin. Lagian hidup kita dari dulu selalu Oma kekang," ucap Jean yang membuat saudaranya menatapnya.

"Jean, gak boleh ngomong gitu sama Ayah," tegur Mahen pada Adiknya.

"Lagian omongan gue bener Bang. Hidup kita gak bebas karena Oma selalu ngekang kita. Apapun yang kita lakuin selalu salah di mata Oma, cara kita berbakti sama Oma ya turutin kemauan dia mau kita suka atau gak. Lo yang cucu kesayangannnya aja harus nurut mau Oma buat jadi penerus dan lo harus sempurna di mata dia," ujar Jean yang membuat yang lain terdiam.

"Ayah pastiin untuk kali ini Ayah gak akan buat kamu kecewa Jean. Ayah bakal batalin perjodohan ini," tegas Ayah.

"Terserah Ayah. Aku sebagai anak cuman bisa nurut. Kalau emang berhasil, aku mau Ayah tegas sama keluarga kita. Ayah bukan hanya menyelamatkan kebahagiaan aku tapi saudara yang lain. Aku mau keluarga kita lepas dari kekangan Oma dan aku mau bebas Ayah.  Kalau gitu aku pamit," ujar Jean pergi menyalami kedua orang tuanya. 

"Bunda dan Ayah gak usah khawatir, biar Jean kita yang urus," ujar Harsa lari mengejar Jean. 

"Ayah gak usah pikirin omongan Jean yang nyakitin Ayah. Jean lagi emosi wajar dia ngomong kaya gitu," balas Naren dan menyusul  kedua kembarannya.

Jeffrey memandang kepergian ketiga anaknya itu dengan perasaan bercamuk. Perkataan Jean benar bahwa ia sebagai kepala keluarga kurang tegas membela keluarganya yang diinjak oleh Mamanya. Jeffrey selalu binggung bagaimana membela keluarganya di hadapan Mamanya, karena ia takut menjadi anak yang durhaka. Karena bagaimanapun Mama adalah orang tuanya.

Namun kali ini Jeffrey tidak bisa diam karena Mama sudah melewati batas. Jeffrey harus tegas agar anaknya tidak merasakan rasa sakit. Jeffrey juga bingung mengapa Mama masih membeci Rose cuman karena wanita itu dari kalangan biasa. Apa Mama tidak bisa menerima keluarganya dan melupakan masa lalu? Jeffrey sepertinya harus bicara pada Mama.

****

Kantin sekolah begitu ramai dengan berbagai harum makanan dan suara berbagai manusia berbincang. Namun berbeda si kembar yang masih menatap Jean yang terlihat diam tanpa mengatakan satu kata pun. Harsa beberapa kali berusaha menghibur kembarannya namun tidak berhasil. Sumpah demi apapun lebih baik ia di suruh membujuk Jidan yang manjanya tidak ketulungan daripada menghadapi manusia es kaya Jean kalau sedang marah.

The Heart Of HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang