19. Kebingungan

271 29 1
                                    

Rumah yang akan selalu berisik berisi tujuh manusia dengan berbagai tingkahnya, semakin berisik karena kedua orang tua mereka sedang ada urusan untuk mehadiri acara bisnis di Bandung. Kekesalan terlihat dari raut wajah Harsa, semenjak kedua adiknya diperbolehkan pulang maka kedua bocah itu selalu menyuruh Harsa dengan berbagai hal.

Seperti sekarang Harsa yang beberapa kali bulak balik dapur dan ruang tamu karena keduanya minta di buatkan jus mangga. Mereka bertindak layaknya boss besar karena tangan mereka yang masih di gibs dan perban sehingga menumbalkan Harsa sebagai babu mereka.

"Ini jus mangganya tuan besar," ujar Harsa menaruh jus di hadapan keduanya dengan senyum terpaksa yang membuat kedua adiknya itu cekikan.

"Mas harus ikhlas dong. Aku itu gini karena nolongin Mas yaa. Jadi kamu harus ikutin permintaan kita," ujar Jidan dengan menegus jusnya.

"Perasaan mereka bilang gak akan nyalahin gue, gilaran udah sembuh nyalahin lagi! Dasar bocah!" celetuk Harsa dengan kesal.

"Mulutnya gak usah di manyungin Mas, kamu kaya donal bebek kalau gitu. Lagian Ayah dan Bunda pergi dan nitipin kita sama kamu. Jadi kamu harus bertanggung jawab atas tugas yang di berikan Bunda dan Ayah. Jadi harus IKHLAS!" tegas Cakra tertawa dengan Jidan.

Harsa yang mendengar itu entah mengapa kesal dan menghentakan kakinya menuju kamarnya dengan perasaan kesal. Sedangkan kedua adik laknatnya hanya tertawa melihat kepergian Masnya itu. "Kalian itu jahil banget sama Masnya," ujar Jean menggelengkan kepalanya saat turun dari tangga.

"Seru tau abang ledekin mas Harsa. Lagian kita kaya gini sayang  dan tingkah Mas Harsa tadi berati membuktikan Moodnya udah balik kaya dulu. Aku gak suka Mas yang diem, gak mau ngomong. Gak cocok tau sama dia!" ujar Jidan pada Jean.

Cakra melihat Jean yang rapih menggunakan leather jacketnya. Tumben sekali Abangnya sudah rapih, biasanya Abangnya jika libur memilih mendekam di kamarnya main game atau tidur. "Abang mau kemana? Mau balapan?" hardik Cakra.

"Gak. Abang mau ketemu Erick. Dia mau balikin buku Abang sama sekalian mau main. Udah lama Abang gak ketemu temen SMP abang," ujarnya yang di beri anggukan oleh kedua adiknya.

Jean mengambil helmnya dan mengelus surai kedua adiknya dengan lembut. "Abang jalan ya! Kalian hati-hati di rumah," kata Jean dan pergi meninggalkan mereka berdua yang asik menonton serial upin ipin.

"Jean mau kemana?" suara bariton Kakak sulungnya membuat keduanya menengok kearah Abangnya yang  datang dari kolam renang.

"Mau pergi jalan sama Kak Eric. Abang tumben udah renang jam segini?" ujar Cakra menatap heran Abangnya.

"Gapapa mau sekalian olaraga, udah lama gak renang," ujar Mahen tersenyum tipis.

Cakra menatap Abangnya khawatir, ia tau Abangnya sedang berbohong. Ia begitu tau Abangnya akan berenang di pagi hari atau sebelum jam 12 itu biasanya kalau sedang stress atau ada yang abangnya pikirkan. Cakra tau Abangnya menutupi sesuatu padanya, namun ia biarkan karena mungkin Abangnya butuh waktu untuk membicarkannya.

Mahen mandi dan mengeringkan rambutnya dengan kasar. Ia beberapa kali menghela nafas seperti berbagai pikiran membuat palanya pusing. Ia menatap pantulan dirinya. "Mengapa lo datang?" tanyanya pada seseorang yang ia pikirkan.

Sebuah pintu terbuka menapilkan Rafael yang sedang memeluk laptop. Lelaki itu menatap Mahen yang sedang duduk di pinggir kasur dengan wajah tertunduk. "Bang, mau balikin laptop. Makasih buat laptopnya dan nanti anterin gue ambil laptop gue di Zee," ujar Rafa menepuk bahu Mahen yang membuat pria itu tersentak.

"Kenapa Raf?"

"Lo ada masalah?" tanya pria itu khawatir.

"Gak," ucapnya datar.

The Heart Of HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang