08. The Past

545 43 3
                                    

Rafael Xavier Orlando seorang anak yang mungkin banyak di kenal karena sifat tegas dan galaknya pada adik-adiknya. Namun di balik sifat tegas dan galaknyanya itu, siapa sangka bahwa lelaki ini menyimpan banyak luka saat kecil. Kenyataan bahwa ia harus bergantung pada obat-obatan dan kenyataan bahwa jantungnya berdetak dengan lemah daripada saudaranya yang lain.

Langit begitu indah terlukis di semesta alam dengan udara yang tidak terlalu panas. Rafael yang saat itu berumur 8 tahun tersenyum memandangi langit dan ia terdiam sambil melihat jam di tangannya menunggu kehadiran saudaranya yang lain. "Ih abang sama adek pada kemana sih? lama banget!" gerutu Rafael sambil menatap kearah jam tangannya.

Atensi Rafael teralihkan melihat ketiga temannya yang sepertinya ingin pulang. Rafael yang terkenal anaknya yang ramah menghampiri Ketiga temannya itu. "Kean, Jaren, dan Eky kalian belum di jemput? Mau nunggu bareng aku gak? Aku lagi nunggu abang sama adek," ucap Rafel tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.

Namun terlihat raut tidak suka dari ketiga temannya itu, dan berikutnya ketiga temannya itu mendorong Rafel hingga jatuh tersungkur. "Mulai sekarang kita gak temenan lagi. Kata Mama aku kamu penyakitan Rafel dan aku gak mau punya temen penyakitan. Nanti kita ketularan kamu deh!" ucapan Kenan bagai pisau yang menancap di hati Rafael.

Pertama kali bagi Rafael ia membenci penyakitnya karena penyakit ini ia kehilangan temannya dan kebahagiaannya. Dengan air mata menetes di pelupuk mata anak itu. "Maksud kalian apa? aku emang sakit tapi gak menular kok. Kata Bunda aku bakal sempuh. Aku mohon jangan bilang kaya gitu. Aku mau temenan sama kalian," ucap Rafael dengan derai air mata.

Seoran anak lelaki berseragam sd merah putih membuka tas rafael dan membuka sebuah botal berisi obatan-obatan Rafael dan menjatuhkan obat berisi isinya, lalu ia injak sampai tidak berbentuk. "Kalo mau temenan sama kita itu orang kuat bukan orang lemah kaya kamu. Dasar penyakitan!" ucap lelaki itu membuat Rafael terdiam.

"Mulai sekarang kamu bukan temen kita lagi Rafaeal." ucapnya ingin mencengkaram kerah baju Rafael namun terhenti karena kedatangan keempat saudara Rafael.

"KALIAN MAU NGAPAIN MAS AKU?!" ucap Harsa berteriak dengan amarah.

Ketiganya berlari meninggalkan Rafael yang masih menagis. Mahen yang melihat Adiknya sedikit berantangkan duduk menghadap Rafael dengan tatapan khawatir. "Mas kenapa? Mereka jahatin mas?" tanya Mahen.

Rafael menatap Mahen dan menepuk dadanya dengan keras. Mahen yang melihat itu berusaha menghentikan aksi adiknya. "MAS BENCI SAMA PENYAKIT MAS! Karena ini Mas jadi kehilangan temen. Mereka gak mau temenan sama Mas karena mas penyakitan. Mas juga benci ke rumah sakit terus dan gak bisa main sebebas kalian. Abang...Mas udah gak punya temen lagi. Mas cape.." ucapnya menatap Abangnya lemah.

Mahen yang mendengar ucapan Adiknya memeluk dan menenangkannya."Maaf Abang telambat dan buat Mas ngalamin ini. Mas mereka bukan temen yang baik, karena kalau temen yang baik dia akan nerima semua kekurangan kita. Kalau mereka gak mau jadi temen kamu maka Abang dan yang lain yang bakal jadi temen kamu. Kamu boleh anggap kita temen juga karena saudara adalah temen terbaik yang kita miliki."

"Iya mas kita main bareng aja gak usah mikirin omongan orang lain. Mas adalah orang terkuat yang Naren kenal," ucap Naren sambil memakan premen.

"Iya kalo Mas mau Harsa bisa kok jadi temen Mas dan temenin Mas kalau mau gambar, walaupun gambar aku jelek hehe," ucap Harsa dengan cengirnya.

"Mas juga bisa kalau mau ambil mainan aku. Kita main bareng," ucap Jean dengan eyes smiles miliknya.

"Makasih. Mas sayang kalian," ucapnya dan saudara yang lain memeluknya dengan erat.

Saat melepas pelukan mereka, entah mengapa dada Rafael begitu sakit. Ia meremas dadanya dengan bulir keringat membasahinya. Mahen yang sadar menyentuh bahu Rafael. "Mas kenapa?"

The Heart Of HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang