PROLOG

445 40 15
                                    

𝐃𝐢𝐬𝐜𝐥𝐚𝐢𝐦𝐞𝐫⚠️

𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐭𝐚. 𝐓𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐝𝐚 𝐬𝐚𝐧𝐠𝐤𝐮𝐭 𝐩𝐚𝐮𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐚𝐬𝐥𝐢 𝐩𝐚𝐫𝐚 𝐭𝐨𝐤𝐨𝐡. 𝐃𝐢𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐭𝐮𝐣𝐮𝐚𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠-𝐬𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠.

𝐉𝐮𝐬𝐭 𝐚 𝐟𝐚𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 🧚‍♂️
_____________________

Kepingan gelas terlihat berserakan di depan seorang gadis yang tengah berjalan mengendap-endap, harap-harap cemas agar lelaki dengan wajah garang tidak menyadari kehadirannya. Namun, harapan pupus sudah. Ketakutannya terjadi, ayah gadis itu menyadari kehadirannya.

Serana masih terpaku, enggan untuk mencari sumber suara itu. Karena, ia sudah tau pasti, siapa pelakunya jika bukan ayahnya. Salah Serana juga berani menginjakkan kaki di rumah ini, dengan waktu yang jauh ditentukan oleh sang ayah padanya.

Dilihat dari sikapnya yang terlalu penuh tekanan, serta apa-apa selalu di bawah kendali sang ayah. Julukan strick parent akan cocok disandang oleh Serana.

Ibu Serana sudah lama berpulang tepat satu tahun lalu, karena sebuah insiden perampokan besar-besaran di rumah jenderal berbintang lima. Hal itu tentu membuat Ayah Serana merasakan trauma berat. Hingga, Serana lah yang menjadi obat trauma sang ayah, dengan mendidiknya sangat keras agar dapat melindungi diri sendiri.

Ayah tidak salah, Serana tahu jika dia melakukan hal terbaik untuknya. Namun, semakin kesini yang dilakukan ayah kepada Serana, semakin tak wajar.

"SERANA!." Bentakan Ayah membuat langkah yang seharusnya berlanjut, terpaksa harus berhenti saat itu juga.

Serana menoleh, enggan untuk menjawab. Hingga langkah tegap sang ayah semakin mendekat, dan mendorong tubuh Serana itu hingga tersungkur ke bawah.

Bukan sekali dua kali Serana menerima perlakuan kasar dari sang ayah. Sudah terhitung banyak kali Serana terduduk dengan menahan sakit di sekujur tubuhnya. Perlakuan kasar ini bukan semata-mata karena Ayahnya yang temperamental, namun karena Serana yang terkadang lengah akan perintah sang ayah untuk tidak pulang larut malam, atau hal lain yang melanggar aturan yang ayah berikan padanya.

"Kamu tadi bolos latihan taekwondo?." Ucap lelaki berkumis tebal dengan nada penuh selidik.

Pertanyaan timbul. Kenapa ayahnya bisa sekeras itu kepada Serana?.

Aryo Kusumo, lelaki paruh baya berpangkat jenderal bintang lima. Seorang yang lahir dengan watak keras, ditambah lagi sebuah insiden besar hingga merenggut nyawa sang pujaan hati. Rasa trauma mengubahnya menjadi sebuah didikan keras untuk Serana, agar bisa melindungi diri sendiri di saat Aryo tak bersama keluarganya seperti dulu.

Aryo meminta keras, agar Serana menjadi penerusnya di bidang militer. Latihan-latihan fisik selalu ia bebankan pada remaja yang duduk pada pertengahan masa SMA itu, tujuannya agar dapat melanjutkan perjalanan militernya serta agar Serana lebih kuat dan bisa menjaga diri sendiri.

"Ngg-nggak Ayah. Serana datang kok. C-cuman agak telat." Bola matanya berpendar ke sembarang arah, membuat Aryo semakin melempar tatapan selidik pada Serana.

Serana gugup, sangat gugup. Memang benar apa yang dikatakan ajudan ayah padanya—Serana tidak pandai dalam urusan berbohong.

Ngomong-ngomong soal ajudan, kemana dia?. Batin Serana. Tapi Serana menunda pikiran padanya, dan fokus untuk menyakinkan ayahnya terlebih dulu.

"Jangan berbohong, Serana!. Ayah memasang alat pelacak di ponsel kamu. Dan kamu—."

Serana jelas terkejut bukan main. Sejak kapan ayah berbuat se-keterlaluan ini padanya?. Memasang sebuah alat pelacak GPS adalah hal yang sangat melanggar privasi. Bukankah ayah sudah keterlaluan?. Lagi-lagi, Serana memang hanya bisa diam. Memang apa lagi yang bisa ia lakukan selain hanya diam?.

Aryo menggantung kalimatnya. "—kamu pergi ke karaoke dengan teman-teman kamu itu kan?!."

Serana menyeka air mata yang akan luruh begitu saja. Karena, ayahnya selalu berpesan agar dirinya tak cengeng seperti gadis lain pada umumnya. Dan memang, didikan ayah Serana sekeras itu. "Apa ayah tidak sadar, jika memasang alat GPS ke Serana itu tindakan yang keterlaluan?. Ayah sama aja ngelanggar privasi ku!. Lagi pula, Serana bukan pergi ke tempat aneh-aneh kok. Karaoke yang ayah maksud, buka tempat jahat yang ayah pikirkan!. Serana juga butuh hiburan ayah!!!."

Ini pengalaman pertama bagi Serana, pengalaman pertama berani menyanggah perkataan sang ayah padanya. Karena kali ini ayah sudah sangat keterlaluan. Obsesi untuk mendidik Serana agar kuat, bukan seperti ini caranya.

Tetapi, keberanian Serana tak bertahan lama saat sang ayah kembali menatap tajam. Ia kembali tertunduk seraya meremat kuat rok abu-abu pendek yang dikenakan saat ini. Rumah begitu sepi, memang tak ada siapa-siapa selain Serana, ayah, dan juga ke lima ajudannya.

Iya, lima!. Peristiwa naas merubah semua kepribadian Aryo. Mulai dari sifat, cara didikan serta keamanan di rumah megah dengan kategori sangat elit.

Penjagaan sangat ketat. Pintu masuk dijaga oleh dua orang berbadan besar, serta sekeliling rumah yang selalu dibawah pengawasan kelima ajudan pribadinya.

"Berani menyela sekarang?. Mana ponsel kamu!!!." Nada Aryo sangat meninggi, bahkan rahang tegas semakin mengeras mencetak urat bermotif di atas wajahnya.

Tangan Aryo mulai bergerak mengoyak isi tas ransel milik serana, sedangkan sang empu berusaha mati-matian untuk menghalanginya. Tangan kekar berbalut jam tangan mewah enggan untuk melepaskan koyakan pada tas putih itu. Bahkan, tangan kekar dengan mudah mengambil alih tas itu dari genggaman Serana.

Serana hanya bisa menangis. Persetan dengan perintah Aryo padanya agar tidak cengeng seperti ini. Serana juga manusia, Serana memiliki perasaan. Pura-pura untuk kuat, realitanya Serana masih mempunyai rasa sedih. Tak bisa jika terus dipaksa untuk tertawa dan bahagia.

Handphone genggam sudah berada dikuasa Aryo. Serana hanya bisa menatap penuh berlinang air mata. Bukan karena ponselnya yang disita, tetapi karena ayah yang begitu tega merenggut kebahagiaanya begitu saja.

"Kenapa? Mau membantah lagi!. Cepat ganti baju kamu, nanti malam ikut ayah ke acara penaikan pangkat Pak Angga."

Serana terdiam membeku. Tak lagi membantah ucapan Aryo. Acara pertemuan biasanya akan membuat Aryo semakin obsesi agar membentuk diri gadis itu seperti anak-anak jendral yang lainnya. Hal itu terkadang membuat Serana semakin frustasi dibuatnya. Karena ia hanya bisa diam, dan mengikutinya saja.

Serana bukan anak laki-laki yang harus membentuk fisik sekuat mungkin. Serana juga ingin menjadi diri sendiri, menjadi feminim normalnya seorang perempuan. Bukan mengangkat barbel untuk membentuk kumpulan otot.

Tak lama, terdengar sepatu pdh mulai berangsur meninggalkannya. Dan juga saat itu pula, sepatu pdh milik seseorang perlahan mendekat dan menyamakan tubuhnya dengan tubuh Serana. Ia mendongak, ternyata ajudan pribadi sang ayah.

Ajudan sekaligus keluarga kandung bagi Serana. Dia adalah sosok yang begitu rupawan, sikap perhatiannya kepada Serana layaknya seorang adik dan kakak. Seharusnya memang begitu, namun perasaan gadis itu memang terdengar ngelunjak. Karena, lambat laun dia menyukai ajudan ayahnya sendiri.

Arjuna Andrea Maheswara

Namanya hampir mirip dengan nama Serana. Bedanya, kata terakhir Serana adalah "Maheswari". Dia tak tahu, ntah kebetulan atau tidak. Yang jelas, Serana mempercayai jika ini adalah takdir Tuhan yang diberikan padanya.

Walau terpaut umur begitu jauh...

Semoga saja...

ARJUNA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang