Rendy semakin menarik lengan Sera tuk dililitkan pinggangnya, guna menetralisir hawa dingin menyeruak hingga menusuk tulang. Raganya bersama Rendy, namun pikirannya melayang ntah kemana. Kalimat lamaran tidak langsung yang terucap dari mulut Rendy, terus menari-nari tanpa memberinya ampun. Walaupun Rendy tidak meminta jawaban secepat mungkin, tetap saja Sera tidak bisa setenang itu.
Berselang lima menit, Rendy menginterupsi Sera agar segera memejamkan mata dan melupakan masalahnya sejenak. Walau Sera tidak yakin akan tidur nyenyak malam ini. Tapi dirinya tetap mengiyakan sebagai bentuk formalitas saja.
Setelah menyerahkan helm bogo hitam, dirinya melangkah masuk pada ubin keramik yang terasa dingin menyapa telapak kakinya. Berharap cemas agar tidak ada seorang pun yang bertanya akan keadaannya saat ini.
Tapi, nampaknya Arjuna mematahkan keinginan Sera untuk tidak diganggu gugat. Dengan raut cemas, dirinya menghampiri Sera dengan tergesa-gesa. "Kamu kenapa? Siapa yang membuat kamu seperti ini?!"
Arjuna diam-diam menebak, tentang pria yang terakhir kali membawa Sera, dialah penyebabnya. "Apa penyebab mu sedih adalah Rendy? Saya perlu kasih dia pelajaran!"
Sebelum Arjuna melangkah lebih jauh, Sera lebih dulu mencegah. Mencekal erat lengan Arjuna, disertai tatapan dingin yang menusuk. "Nggak usah ikut campur!"
"..."
"Jika Om Arjun nggak ngasih Sera harapan, mungkin semua ini nggak bakal terjadi, Om!"
Bulu alis Arjuna memincing sebelah, menanyakan ulang akan pernyataan Sera barusan. "Maksudnya?"
Arjuna terus membututi Sera sampai pintu depan kamarnya. Arjuna menyalip, dan memposisikan diri di tengah pintu masuk. "Pertanyaan saya belum dijawab!"
"Kalau Mbak Sena denger, semua bakal rumit! Aku udah capek terus-terusan kena masalah!"
Sera mendorong tubuh itu agar menyingkir, namun kekuatan Arjuna bukan tandingan tulang Sera yang diibaratkan tengkorak dengan kulit tanpa otot.
"Sena nggak di rumah," ucap Arjuna sukses membuat Sera terdiam. "Selesaikan dan jelaskan maksud perkataan mu tadi!" Sambung Arjuna.
Padahal Sera berharap jika Sena ada dan dapat dijadikan alasan. Namun nampaknya, takdir sedang mempermainkan hidupnya. Seolah memberi kesempatan agar kedua insan menyelesaikan kesalahannya.
"Semua perlakuan yang Om berikan ke Sera, apa pernah tulus?"
Arjuna menghela nafas. "Pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dijawab. Kalau saya tidak dengan hati yang tulus, tidak mungkin kamu berada di sini, Sera," jawab Arjuna begitu yakin pada jawabannya. Padahal, bukan itu yang dimaksud Sera. Arah pembicaraan mereka jauh berbeda.
"Oke, Sera ganti pertanyaannya. Bagaimana perasaan Om Arjun ke Sera?!"
Arjuna membisu.
"Aku udah duga, Om nggak akan bisa menjawab pertanyaan itu," ucapnya tersenyum remeh.
Kecewa. Itu yang dirasakan Sera. Sebuah ciuman tak cukup menjadi bukti, seberapa besar dan serius seseorang untuk menjadi miliknya. Bisa jadi itu bukanlah penggambaran cinta, namun sebuah nafsu sesaat.
"Aku yang terlalu berharap ya om? Ya memang dari awal itu salahku, jatuh hati dengan laki-laki yang jelas nggak bisa aku milikin sepenuhnya," ucap Sera tersenyum getir, meratapi takdir yang selalu tak berpihak padanya.
"Kita dari awal memang sudah sal—"
"Tapi Om udah nerima ciuman Sera waktu itu!" Potongnya tak memberi jeda untuk Arjuna.
"..."
"Lalu kemarin kita apa, Om?"
"..."
Sera menghapus air mata dengan cepat, menahan sesak di dada yang bergemuruh hebat. Ruang gelisah kembali menyuarakan, menimbulkan suara riuh yang berisik. Sera segera memejamkan mata, menikmati setiap tetes keluar dengan deras tanpa aba-aba darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA [Revisi]
RomanceIni tentang kehidupan Serana Kusumo Maheswari. Remaja cantik yang hidup di dalam sejuta kekangan sang ayah. Karena sebuah insiden besar menimpa keluarganya. Hingga, ia terpaksa mejadi objek untuk mengobati rasa trauma yang sang ayah alami. Hidup Ser...