ARJUNA [12]

149 20 6
                                    

Sera melambaikan tangan, tak jauh dari sana seorang lelaki tersadar akan kehadiran Sera di tengah ratusan orang berlalu lalang memperkikis jarak mereka.

Lelaki yang diketahui bernama Rendy sontak mendekat. Mengusak rambut Sera dengan sembarang. "Nunggu lama ya?"

Sera menggeleng malu-malu sembari menuntun jalannya ke arah mobil yang sudah terbuka, menampilkan lelaki dengan raut wajah kesalnya—dia adalah Arjuna. Seorang yang diperintahkan Sera untuk mengawalnya ke bandara menjemput tamu sok penting itu.

Dilihat dari tampang wajahnya sih, seperti sedang menahan kesal. Berhubung Sera adalah sebuah tugas, jadi sebisa mungkin Arjuna tetap profesional dalam menjalankan tugas yang harus diemban.

Sepanjang perjalanan, Arjuna dongkol. Hanya diam fokus ke arah jalanan, menyimak dua sejoli bercengkrama tak tahu tempat.

"Om Angga udah tau kalau kamu ke sini?"

"Tenang, bahkan Om Aryo aja nyuruh aku nginep di rumah kamu," ucapnya enteng. Tak tahu saja, di depan mereka ada lelaki yang mati-matian menahan kegundukan hatinya yang menggunung tinggi, hanya tak berani bersuara saja, sebab ia tak ada hak untuk mengatur sesuatu yang sudah mendapat izin dari atasannya.

"Ngapain nginep? Rumah kamu loh, lumayan dekat. Nggak-nggak," Sera menggeleng ribut tak terima. Bisa bisanya, yang ada malah dirinya kembali memenuhi beranda sosial media lagi, Sera tak mau itu.

"Hahaha, iya-iya. Kalau nggak boleh pun nggak apa-apa," jawab Rendy.

"Mampir ke rumah Rendy dulu, Om. Nganterin barang bawaannya, kasihan kalau dia harus gotong sana sini," titahnya sembari memperhatikan ekspresi dongkol Arjuna dari balik kaca mobil, hal itu sukses membuatnya tersenyum miring. 'berhasil'

Setelah menaruh barang bawaan milik Rendy. Yang tujuan awalnya akan pergi menaungi kota Jakarta, justru berpindah tujuan ke rumah, hanya sebuah dering telepon yang selalu Sera tunggu—Ayahnya, yang menyuruhnya untuk segera pulang dengan membawa Rendy.

Pria paruh baya menatap penuh dengan kerinduan disimpan dalam tatapannya yang tajam. Suasana seolah berhenti, Sera berjalan ragu mendekat, dan merentangkan sedikit tangannya.

Harapan Sera terlalu tinggi dalam meminta sebuah perhatian dari Ayah. Boro-boro memeluk, menyambutnya dengan senyuman saja tidak, TIDAK!.

Sera mencoba melipur hati, berusaha meyakinkan pikiran, bahwa mungkin suasana hati Ayah yang tidak baik. Semoga saja begitu.

"Bagaimana keadaanmu?"

Hanya itu! Ya, Sera sedikit tersanjung, terkesan perduli? walau Sera tahu, itu hanyalah formalitas saja, apalagi sekarang mereka tak berdua, ada Rendy dan juga Jendral Angga di sana.

"Baik, Ayah," jawabnya seadanya seraya mengambil posisi duduk melingkar pada meja makan, dan melaksanakan makan malam dengan khidmat.

"Sera semakin cantik, kayaknya cocok sama anakku Yo," ucap Angga setelah menyelesaikan makan malamnya.

Sontak tawa membahana mengisi ruang makan malam itu. "Itu masalah gampang, kita fokuskan dulu ke pembangunan ulang rumah susun di muara Angke itu,"

"Oh iya, kemarin kau meminta rancangannya ya?" Angga teringat lantas menunduk mengambil dokumen yang memang disiapkan sebagai pedoman Aryo memimpin proyek pembangunan ulang itu.

Mereka berdua, Sera, Rendy, hanya bisa menatap tak paham. Kecuali Arjuna, ajudan berpengalaman itu nampak mulai angkat bicara. "Saya juga sudah mendapat kabar dari tim humas kemarin, beberapa orang menolak untuk pembangunan ulang. Karena, menurutnya, pajak yang mereka bayar akan semakin tinggi. Jika para warga menolak, bisa jadi tempat itu akan susah berkembang dan terkucilkan, Pak. Apalagi, bapak berencana akan membangun pelabuhan perdagangan disana, bisa jadi sebuah masalah serius jika dibiarkan," ucap Arjun membeberkan argumennya.

ARJUNA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang