Sera menarik selempang tas, lalu menuruni anak tangga. Di bawah, telah ada Aryo yang duduk sembari memantau artikel pada tablet iosnya, sesekali menyeruput teh hijaunya.
Ia segera mempercepat langkah, tidak ingin untuk menyarap atau pun menyapa. Sera ingin sendiri hari ini.
"Sera..." Langkahnya mendadak urung. Lalu menoleh dengan menunduk, enggan menampakkan wajah.
"Sarapan dulu. Biar Arjuna yang menunggu."
Satu hari saja, bolehkan nama itu jangan disebut, apalagi muncul dihadapannya?. Sera sungguh muak, hatinya selalu merasa ngilu. Penolakan mentah-mentah terlontar tanpa memikirkan perasaan Sera.
Sera egois, sadar diri memang baik, tapi sadar posisi lebih penting. Disini Sera bukan korban, terus mengapa Sera meminta keadilan. Ditarik lagi dari segi status, Sera itu siapa?. Pacar tidak, kenapa meminta kepastian?.
"Tidak ayah, Sera ada jadwal piket hari ini. Sera harus ke sekolah tepat waktu." Alibinya.
"Perut kamu harus terisi, Sera!."
"Ayah...tolong kali ini saja, biarkan Sera pergi pagi ya?. Ayah jangan khawatir, Sera bisa sarapan di sekolah kok."
"Jangan makan mie, jangan makan pedes sa—"
"Sayur banyakin..." potong Sera cepat.
Senyuman Aryo terbit begitu tipis, nyaris tak terdeteksi, karena tertutup oleh lebatnya kumis. Hati Sera menghangat, sebuah ekspresi dimana Sera tak pernah melihat satu tahun terakhir ini. Apakah Sera bisa mengembalikan senyum ayah seperti dulu?.
Jika senyum simpul membuatnya bahagia, bagaimana jika Sera melihat tawa lepas sang ayah?.
Hati Sera terhibur...
Sedikit.
"Yasudah, cepat berangkat. Arjuna sudah menung—."
"Hehe, ayah... Sera ada janji dijemput temen..."
Aryo sensitif jika menyangkut hal pergaulan. Takut jika Sera akan terjerumus pada suatu hal yang tidak-tidak. Jangan salahkan jika ia akan selektif dalam hal memilih pergaulan putri semata wayang. "Siapa?." Ketus Aryo. Wajah yang tadinya sumringah, kini meredup. Lalu kembali fokus pada layar gadget nya.
"Dia Baskara. Anak kepala sekolah Sera, siswa berprestasi kok. Tahun ini dia mewakili sekolah buat olimpiade matematika tingkat nasional..."
Membujuk Aryo mudah kok. Asal Sera menjalin pertemanan dengan orang ber-value seperti lelaki yang baru saja disebut—Baskara.
"Hati-hati..."
***
Desain motor klasik, dengan besi karat namun terawat itu telah berhenti tepat di depan gerbang rumah megah milik Sera. Dia adalah Baskara, lelaki yang baru saja diceritakan Sera pada sang ayah.
Seragam rapih, serta kacamata minus menambah kesan layaknya murid ambis, namun terlihat modis. Bukan seperti kutu buku yang culun seperti visual film pada umumnya.
Aksi kejar-kejaran Sera dengan seorang lelaki berbadan kekar tak luput dari perhatian Baskara. Ia setia memantau, seraya menyugarkan rambut ke belakang. Tak lama setelahnya, Sera telah sampai dengan nafas terdengar kasar tak berirama.
"SAYA HARUS MENGANTAR KAMU, SERA!."
"Apasih, maksa banget. Kemarin disuruh jangan dekat-dekat. Yaudah..." Sera merotasi bola mata dengan malas, lalu meminta satu helm pada genggaman Baskara.
Baskara yang tidak tahu, hanya diam tanpa bereaksi. Dia disini hanya menuruti permintaan Sera yang tiba-tiba tadi malam. Karena Sera teman baik, tak mungkin dia menolak permintaan yang terlontar jarang-jarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA [Revisi]
RomanceIni tentang kehidupan Serana Kusumo Maheswari. Remaja cantik yang hidup di dalam sejuta kekangan sang ayah. Karena sebuah insiden besar menimpa keluarganya. Hingga, ia terpaksa mejadi objek untuk mengobati rasa trauma yang sang ayah alami. Hidup Ser...