ARJUNA [7]

313 31 45
                                    

Pintu terbuka. Seorang wanita berbadan dua pun datang dengan wajah sumringahnya, menyambut kedatangan sang suami dengan wajah lelahnya. Dibelainya secara lembut pipi itu, Arjuna menikmati setiap sentuhan yang Sena berikan padanya.

Ya, Sena adalah istri yang ia ceritakan pada Sera kemarin. Seorang wanita yang menjadi alasan, mengapa ia harus menjauhi Sera. Walau hati bimbang, terkadang merasa bersalah kepada Sena- menerima ciuman Sera beberapa waktu lalu. Bukan berarti Teddy akan memberi Sera ruang hatinya, Teddy tidak senaif itu-UNTUK SEKARANG.

"Capek ya, Mas?" Tanya Sena duduk dengan memijit lengan Arjuna alakadarnya. Lalu merambat ke atas tengkuk. Arjuna mendesah berat.

"Iya, capek banget. Maaf ya, tadi malam saya nggak bisa menemani kamu buat check up kandungan." Sena mengangguk, tak lupa senyum lembutnya tetap terpatri di dalam hati yang sedikit kecewa.

Arjuna merunduk, menyamakan kepala tepat di depan perut yang sudah sedikit kembung berisi buah hati mereka yang masih berumur sekitar 6 bulan itu. Tangannya bergerak mengusap naik turun, disertai hujaman kecupan bertubi-tubi, hingga Sena terkekeh melihatnya.

"Udah papa, Baby gelii..." Ujar Sena menirukan suara anak kecil.

"Sehat-sehat yaa sayanggg... Papah selalu menunggu kehadiran kamu disini..." Setelah puas menciumi perut Sena, kini Arjuna beralih mencium bibir ibunya. Kecupan itu hanya sebuah kecupan singkat, tidak ada niatan untuk menyambungnya lebih.

"Sena rindu..." Rengeknya sembari menusuk-nusuk telunjuknya.

Arjuna menarik tengkuk Sena, melumat bibir itu dengan lembut lalu membelit lidah dengan begitu mesra. Sena tak mau kalah, ia membuka mulut agar memudahkan Arjuna tuk menelisik bagian dalamnya.

"Ahhhh..."

Ciuman panas, kembali membawa ingatannya saat Sera mencumbunya Minggu lalu. Arjuna memejamkan mata erat-erat, berharap ingatan buruk itu segera menghilang. Sialnya, kini ia tengah berilusi tengah bercumbu dengan gadis tengil itu.

Arjuna melepas pangutan bibir. Membuat pertanyaan timbul dalam benak Sena. "Kenapa, mas?."

"Ma-maaf...saya ingat belum menelepon Pak Aryo terkait schedule nya hari ini." Alibi Arjuna, bersamaan dengan alibinya itu, dering ponsel berbunyi dari dalam saku kanan.

Arjuna merogoh, nama gadis yang baru saja melayang dipikiran itu muncul di dalam layar ponselnya. "Sera?." Gumamnya pelan, sangat pelan.

"Om, bantu Sera..."

Arjuna tidak menjawab. Ia segera menutup telepon dan menyambar jaket parasutnya dengan tergesa. "Maaf, saya ada urusan mendadak, Sena..."

"Hati-hati ya mas." Jawab Sena khawatir sembari menatap kepergian sang suami.

***

Dua orang paruh baya yang Sera kenal sebagai orang tua Deanna itu duduk bersebelahan, menghadap penuh tajam kepadanya. Keberanian Sera sudah terkumpul, tidak ada tatapan takut dari manik wajahnya. Lagi pula, kenapa dia harus takut? Disini Sera korban, bukan pelaku.

Kepala sekolah sebagai pihak menengah pun duduk di antara Sera dan kedua orang tua Deanna. "Jadi, apa benar kamu melakukan kekerasan kepada teman kamu, Deanna?." Intrupsi Pak Joko-selaku kepala sekolah.

Sera jelas menggeleng. "Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Saya tidak akan melakukan hal sekeji itu, jika bukan Deanna yang memulai."

Wanita bersanggul dengan dandan cetar, tak lupa perhiasan yang bergelimang itu menggebrak meja. Menyanggah perkataan Sera. "ANAK SAYA TIDAK MUNGKIN SEPERTI ITU, PAK!."

"Memangnya ibu tau?." Remeh Sera.

Mulut dengan lipstik menor berkedut tak terima, siap mengeluarkan sumpah serapah kepada anak tengil di depannya. Ditambah lagi, Dirga-suami dari wanita garang itu, tak kalah sengitnya menatap Sera.

ARJUNA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang