ARJUNA [9]

417 35 43
                                    

Pagi-pagi sekali, Sera melihat Sena yang sudah bersiap dengan dress putih selutut, jangan lupakan perut yang menggembung. Merasa ditatap, Sena pun menoleh tak lupa mengulum senyum ke arah Sera.

Sera berjalan mendekat, mengucek mata yang masih tertutup oleh belek mata. "Pagi banget, mau kemana mbak?."

Sena terkekeh, mengelus-elus perutnya. Tak lama kemudian, keluarlah Arjuna dengan kaos hitam ketat kebanggaan, serta celana bahan pendeknya. Kontan, Sera menatap lama-lama. Begitupun Arjuna. Tatapan mereka tersirat secara abstrak. Sera tak mau berlama-lama, dan membuang pandangan ke sembarang arah.

Suasana canggung. Hingga Sena lah yang mencairkannya. "Ini, kita mau jalan-jalan pagi. Sesuai arahan dari Pak Dokter. Biar persendiannya lemes..."

"Oalahhh...okayyy mbak. Hati-hati ya." Sera memilih untuk berbicara saja dengan Sena, ketimbang Arjuna. Lelaki itu nampak urung, melihatnya saja tidak!.

"Iyaaa...paling jam 9 kita udah sampai rumah. Oh iya, kalau pengen sarapan, ambil aja di meja ya. Aku udah masakin kamu btw..."

"Masih pagi banget mbak...nanti aja deh. Nunggu kalian pulang, biar sarapan bareng-bareng."

"Oh, gituuu. Baiklah, kami berangkat dulu ya, Sera." Tak lama setelahnya, tubuh mereka perlahan menghilang dari pandangannya.

Sera memegang dada kirinya. Terasa sakit jika melihat pemandangan manis setiap hari nanti. Apa Sera ngekos saja? Tapi dapat uang dari mana?. Kembali lagi, Sera harus menelan kenyataan pahit, bahwa sementara dirinya akan terasingkan.

***

"Iya-iya. Sena cuman pengen nengok bentar aja kok..."

Sera mendengar sayup-sayup suara itu perlahan mendekat. Buru-buru bangkit dari sofa, dan memasang ekspresi sumringah di tengah hati yang gundah gulana.

Sena tak kalah sumringah, lalu melepas sandal jepitnya. "Eh, Sera. Belum makan?."

"Belum, hehe..."

"Ayok makan dulu, habis itu ikut mbak ke cafe."

"Loh, cafe?."

"Iya, cafe. Mbak punya cafe disini, barang kali kamu gabut atau gimana. Bisa ikut bantu mbak di sana."

Sera nampak tertarik. Hitung-hitung mengisi kegiatannya yang hanya berdiam diri di rumah ini. "Boleh, mbak. Pas banget, aku juga gak bisa terus-terusan diem aja di rumah."

"Tapi kamu tetap bersekolah, Sera. Jangan kira kamu di sini akan bebas dari pendidikan. Ayah kamu sudah mengirim guru privat kemari." Sahut Arjuna cepat, lalu mendudukkan diri di sofa, sembari memencet remot untuk melihat berita.

Sedangkan Sena kini sudah berdiri pada meja dapur, guna menyiapkan sarapan pagi untuk mereka. Sembari tersenyum menanggapi ocehan serta perdebatan antara anak atasan dan ajudannya, layaknya seorang adik dan kakak.

Suasana pagi yang akan selalu ramai semenjak Sera di sini. Sifat cerewet serta gampang tersulut emosi itulah yang membuat perdebatan kecil tercipta.

"Om?. Masa Sera harus sekolah?."

"Lah kamu kira gimana?. Apa nggak ketinggalan pelajaran nanti?."

"Tapi kan..."

"Nggak ada tapi-tapian, Sera!. Lihat di berita, sehari ini isinya penuh dengan kamu!."

Perdebatan dimenangkan oleh Arjuna. Karena Sera terdiam dan mendekat, melihat wajah dirinya yang terpampang di seluruh Indonesia. Sera lalu bersila, menatap pada layar, dimana ayahnya berdiri gagah di depan mic kecil para reporter. Kilauan cahaya menyorot wajah sang ayah dari beberapa penjuru.

ARJUNA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang