ARJUNA [5]

333 31 23
                                    

Arjuna tak bergeming. Antara menikmati dan mengikuti ia tak tahu pasti. Semua salah, tapi kenapa terasa senikmat ini?. Apa karena gadis itu masih muda?. Oh ayolah Arjuna, buang pikiran kotormu jauh-jauh. Ada sang istri dan buah hatinya yang selalu menunggu kepulangannya di rumah.

Ia mendorong tubuh Sera, mengundang decakan sebal dari gadis teler di depannya. Seolah-olah tak rela, jika pangutan harus berhenti begitu saja.

"Jangan seperti ini, Sera!!!" Ucapnya sedikit membentak.

"Kenapaaaaaaaaaa ommmmmmm." Rengek Sera bergelayut manja pada lengah kekar itu.

"Sudah, ayo pulang... Kamu akan mendapat masalah besar setelah ini!." Ancamnya seraya menetralkan nafas, dielapnya bibir yang masih berbalut saliva itu, sebelum membopong tubuh Sera keluar dari club malam.

***

Sera terbangun dari tidur malam yang panjang. Matahari telah masuk melalui celah gorden jendela yang sedikit terbuka karena hembusan angin. Bersamaan dengan itu, seluruh badan seperti remuk tak terbentuk. Kepala, serta perut yang terasa bergejolak memutarkan tubuhnya. Hingga, timbul rasa mual.

Sera segera berlari. Sedikit merunduk pada wastafel kamarnya. Agar memuntahkan semua isi perutnya. "Hoekk... hoekk."

Ia segera menyudahi, dan menatap diri pada pantulan kaca, menatap sudut matanya yang setengah berair, seraya mengingat hal apa yang sudah terjadi tadi malam.

Kenapa, Ia tiba-tiba berada di kamarnya?.

Otak cerdas Sera berpendar cepat, memutar ulang reka adegan yang terjadi tadi malam.

Dirinya mabuk setelah dicekoki alkohol oleh Renald. Lalu, sudah. Ia tak ingat apa-apa.

Sera menggigit kukunya. "Gue nggak diperkosa kan?." Monolognya was-was. Sangking was-wasnya, bahkan tak sadar jemari tangan kembali terluka karena gigitan yang selalu ia lakukan saat dilanda rasa cemas berlebihan.

Kebiasaan aneh yang sering terjadi tatkala rasa panik itu muncul. Menggigit, atau melampiaskan dengan cara melukai diri adalah kegemarannya. Dengan cara itu, Sera bisa sedikit lega.

"Tapi...selangkangan gue gak sakit. Tapi kenapa lipstik gue-amburadul kayak gini?. Apa?." Sera membekap mulutnya.

"Sera!!!."

"Jangan seperti ini, Sera!. Kamu itu seperti adik saya!. Dan saya sudah beristri!. Seharusnya kamu tau batasan kita!."

"Tapi Sera cintanya sama, om!!."

"Banyak lelaki muda di luar san-emphhh..."

"Anjinggg, goblok banget gueeee," geram Sera memukul sisi kepalanya berkali-kali, merutuki diri yang begitu ceroboh dan tak tahu malunya, bersikap tidak pantas pada lelaki yang jelas sudah berstatus itu.

"-mau ditaruh mana muka gue nanti?. Ya Ampun. Anjir, goblok banget!!!!."

"Goblok, goblok, goblok." Serunya beberapa kali.

Lalu, Sera tersadar saat terdengar ketukan pintu yang memanggilnya untuk keluar. Sera dapat memastikan cepat, pasti akan ada sidang besar-besaran dari sang ayah.

Sera terus menghela nafas kasar. Kuku yang berdarah pun tak terasa perih, tergantikan oleh rasa cemas yang berlebihan.

***

'PLAK!!!.' sisi wajah Sera tertoleh ke arah kanan, saat sang ayah murka. Bekas tangan tergambar bewarna merah diatas pipi mulusnya itu.

Dari celah rambut yang menutupi wajah, Sera menilik pergerakan Arjuna yang merunduk sebelum keluar tanpa menunggu perintah Aryo. Sera kembali menunduk, perih, nyeri menjadi satu dan berpusat pada tulang pipi yang memerah.

ARJUNA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang