020 "Masa Kecil Raisa"

468 80 32
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu siang, Canu meregangkan ototnya untuk merilekskan tubuh yang sudah pegal karena sejak pagi di sibukkan dengan banyak pasien. Melepas kacamatanya dan memijat pangkal hidungnya karena merasa sedikit pusing.

Setelah merasa lebih baik Canu merapikan semua dan menggantung jas dokternya, baru keluar dari ruangan miliknya tersebut.

Canu melangkahkan kaki menuju ruang rawat Daehan untuk menjenguk bocah laki laki tersebut dan bertemu dengan kakek dan neneknya.

"Candrik!" Canu baru memegang gagang pintu ruang rawat Daehan saat terdengar namanya terpanggil, menoleh dan mendapati ayah Raisa yang baru datang dengan secup kopi di tangan kanannya. "Bisa kita bicara berdua sebentar?" tanyanya.

Canu mengangguk setuju, "Bisa om," balasnya sedikit gugup dan takut ayah dari pujaan hatinya itu menolak keberadaannya dan meminta untuk menjauhi putrinya.

"Kita bicara diluar aja, sambil cari udara segar, jam kerja kamu sudah selesai kan?" Canu mengangguk, "Cari makan juga, belum makan siang kan?" Canu menurut.

Dua laki laki beda generasi itu berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, sedikit canggung sebab ini kali pertama Canu berinteraksi dengan ayah Raisa, apalagi tampang calon mertuanya ini sangar juga garang, di dukung juga dengan penampilannya yang cukup membuat laki laki yang mendekati putrinya ciut, rambut yang di biarkan gondrong menjadikan dirinya semakin membuat segan.

Keduanya memilih restoran yang terletak di sebrang rumah sakit, memesan makanan terlebih dahulu sebelum memulai pembicaraan.

"Raisa sudah cerita banyak tentang kamu, tapi saya ingin bertanya langsung dan mendengar dari kamu sendiri," ucap papa Raisa membuka obrolan.

"Saya akan jawab semua pertanyaan om dengan jujur," jawaban tersebut membuat pria paru baya itu terkekeh, sebab ketara sekali rasa gugup dan takutnya.

"Santai saja, tidak perlu gugup dan takut, saya nggak makan orang," selanya yang masih terkekeh membuat Canu malu karena ketahuan, mengelus tengkuknya.

Setelahnya pesanan datang keduanya memilih fokus pada makanan tersebut terlebih dahulu sebelum mengobrol lebih lanjut.

"Kamu tau kalau saya bukan ayah kandung Raisa?" tanyanya mulai serius, Canu mengangguk sebab Raisa sudah pernah bercerita tentang kehidupan keluarganya. "Tapi saya nggak pernah menganggap seperti itu, karena Raisa adalah putri saya, jika dunia bertanya saya selalu mengatakan Raisa adalah putri saya, nggak ada embel embel ayah atau anak sambung, seorang anak akan selalu jadi anak terlepas siapa yang menjadi orangtuanya,"

Canu hanya terdiam, menyimak semua perkataan pria di depannya itu tanpa ada niatan untuk menyela.

"Dulu saat pertama kali saya masuk ke dalam kehidupannya, dia begitu susah di dekati, anaknya juga sangat tertutup, tidak mudah mengungkapkan perasaannya, sampai suatu waktu dia bertemu dengan ayah kandungnya yang seakan memberikan harapan besar untuknya, namun orang itu memberikan rasa sakit yang lebih besar lagi dalam kehidupan Raisa, mengatakan kata kata yang tidak pantas di katakan seorang ayah pada anaknya, seakan Raisa bukanlah anak melainkan beban untuknya. Bahkan kasih sayang Raisa tidak dapat, setiap Raisa mengatakan keinginannya selalu banyak alasan untuk tidak mengabulkan, tapi saat anaknya yang lain menginginkan sesuatu, pria itu langsung mengabulkan segalanya, jika anaknya itu menginginkan dunia mungkin pria itu akan mengambilkannya juga,"

Canu mendengarkan semuanya, dadanya sesak mendengar cerita itu bagaimana dengan Raisa yang mengalami semuanya? Perempuan itu sungguh hebat bisa menghadapi semuanya, kalau orang lain mungkin saja akan menjadi gila.

"Raisa tidak pernah mendoakan hal buruk untuk pria itu, bahkan dia tidak pernah berdoa untuknya, memilih memutus hubungannya dengannya, tidak peduli walau akan di katakan anak durhaka, memfokuskan pada dirinya sendiri dan masa depannya, membuktikan dia bisa walau tidak ada dukungan pria itu. Kami sekeluarga menjadi sangat khawatir, Raisa tumbuh dewasa dengan rasa takut dan trauma dengan seorang lelaki, menganggap semua lelaki brengsek seperti pria itu, "ayah Raisa menjeda ucapannya untuk menghapusnya air matanya yang sedikit keluar, mengingat masa lalu putrinya itu sangat menyayat hati.

BROKEN FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang