Setelah pertemuan terakhir dengan Jehan dan Bella, Raisa terus memikirkan bagaimana jika mereka tau kebenaran tentang Daehan? Bagaimana jika Daehan mereka ambil darinya? Banyak bagaimana, hanya itu yang terus berputar di otaknya.
"Hey! Ngelamun aja, kesambet loh nanti," tegur Canu yang menghampiri Raisa di taman belakang rumah sakit, waktu menunjukkan jam istirahat.
Raisa menoleh dan tersenyum pada Canu yang sudah mendudukkan diri di sampingnya. "Ada apa?" tanya pria itu setelahnya, "Mau cerita?"
"Boleh?" tanya balik Raisa menyakinkan, sejujurnya Raisa sudah ingin menceritakan ini sejak pertama kali dia memberikan lampu hijau pada Canu untuk mendekatinya.
Canu mengangguk yakin, ingin tau apa yang pujaan hatinya pikirkan hingga seperti sangat membebani. "Kamu nggak keberatan aku cerita tentang ayah Daehan? Nggak akan pernah berpengaruh pada hubungan kita kedepannya?" Raisa kembali menyakinkan, dirinya takut jika Canu tau, nanti akan ada perbedaan perlakuan pada Raisa juga Daehan dari sebelumnya.
Raisa dapat melihat keraguan pada raut wajah Canu, dia tersenyum mungkin saja pria itu tidak ingin mendengarnya atau belum siap?
"Aku siap dengerin semuanya!" Canu menjawab dengan keyakinan, bukannya dirinya memang sangat penasaran dengan lelaki yang telah menyia nyiakan perempuan seperti Raisa.
"Jehan, Jehan Rajasthan nama ayah kandung Daehan. Aku menikah sama dia bukan karena di paksa atau di jodohin, kita nikah kemauan sendiri. Namun, karena keegoisan kita berpisah, dia nikah lagi sama cewek yang dia cintai," Raisa menjeda ucapannya hanya untuk melihat respon yang di berikan oleh Canu.
Pria itu hanya diam, tidak ingin memotong cerita Raisa. Walau, sebenarnya mulutnya sudah gatal ingin memaki laki laki yang bernama Jehan Rajasthan tersebut!
"Aku baru tau kehadiran Daehan saat putusan cerai keluar, umur kandungannya tiga bulan. Aku bahagia tapi, juga sedih kenapa harus sekarang sadar, kenapa nggak dari kemarin kemarin. Aku bingung mau gimana kasih tau atau nggak? Hari itu aku datang ke rumah Jehan buat bilang kalau aku hamil. Tapi, urung saat aku melihat dia begitu bahagia dengan istri barunya dan keberuntungan datang, aku dipindah tugaskan ke sini. Aku mulai semuanya lagi, dengan hanya ada aku dan Daehan," Raisa menyelesaikan ceritanya.
"Raisa, ayo menikah!" bukan ini yang Raisa inginkan dari respon Canu, kenapa tiba tiba mengajak menikah? "Aku nggak peduli dengan ayah Daehan, karena setelah menikah nanti akulah ayahnya, Daehan bakal jadi anakku, orang yang nyia nyain kamu bakal dapat karmanya, dia akan menyesal udah lepasin kamu, nggak sekarang mungkin nanti,"
Manik mata keduanya bertemu, saling memandang dengan dalam, menunjukkan tatapan berbeda, Raisa mencari kebohongan dari mata itu sedangkan, Canu mencari jawaban atas ajakan menikahnya.
"Aku udah janji sama diri sendiri akan membuka hati untuk siapapun asal dia dan keluarganya mau terima Daehan. Selain itu, dia juga harus mendapatkan restu dari Daehan untuk menjadi ayahnya, kamu udah dapet itu tinggal dari orang tua kita,"
Canu tersenyum mendengarnya, itu tandanya Raisa menerima lamarannya asal kedua orang tua keduanya merestui. "Jadi kapan aku bisa ketemu orangtuamu dan kamu ketemu orangtuaku?" tanya Canu kemudian.
"Kamu siapnya kapan?" balik tanya Raisa membuat Canu jadi semakin bersemangat.
"Aku siap kapanpun, kamu gimana?"
***
Menjadi harapan untuk semua anggota keluarga cukup membebani pundak seorang Jehan Rajasthan, menjadi cucu Ardiethama bukanlah hal yang mudah apalagi setelah kepergian kedua orangtuanya.
Hidupnya tak lagi sama, jika saat ada orangtuanya Jehan bisa melakukan apapun yang dia sukai, sekarang tidaklah begitu, dirinya harus memenuhi semua ekspetasi keluarga.
Salah satunya tentang anak, keturunannya yang akan melanjutkan Ardiethama di kemudian hari, entah sejak kapan keluarga ini begitu terobsesi pada anak. Bukan hanya Jehan, Berlian yang sudah berumur 35 tahun dan belum menikah di desak sebegitu keras untuk segera mencari pendamping hidup.
"Berlian, kamu kapan mau nikah?"
Berlian yang sibuk membaca berkas untuk persidangan besok terhenti ketika salah satu omnya bertanya demikian.
"Masih mau fokus karir Om," jawab Berlian seramah mungkin, padahal hatinya ingin menjawab "Om kapan mati?" agar tidak terus di tanya begitu.
"Umurmu sekarang udah mau kepala 4, mau jadi perawan tua nggak nikah nikah? Adik kamu aja udah nikah dua kali," sahut tantenya nyinyir.
Berlian melihat pada adiknya seolah mengatakan, "Nikah dua kali tapi nggak becus!" Berlian menoleh pada tantenya yang nyinyir tadi dan menyunggingkan senyum. "Umurku baru 35 tahun tante,"
"Ck, 35 tahun harusnya udah punya anak 2 atau 3, kamu cowok aja nggak ada, inget kalau sampai umurmu 40 bakal susah punya anak!" Berlian berpikir kenapa tidak ada hukum manusia nyinyir di penjara seumur hidup sih? Kalau ada pasti tantenya itu sudah dirinya tuntut sekarang juga.
Jehan yang duduk tidak jauh dari kakaknya itu tertawa, senang sekali melihat Berlian terpojokkan begitu, belum saja gilirannya.
"Mau om kenalin sama temen bisnis om nggak? Dia masih mudah mungkin 2 tahun di atas kamu, jomblo juga," ah... sesi tawar menawar dimulai, apa Berlian terlihat begitu menyedihkan jika belum menikah? Gila!
"Nggak dulu om, Berlian bisa cari sendiri," tolaknya dengan sangat sangat sopan.
Setelah selesai dengan Berlian giliran waktunya Jehan, sepertinya pertemuan keluarga ini memang hanya untuk memojokkan dua anak yatim piatu tersebut, terzolimi sekali mereka berdua.
"Jehan, bagaimana denganmu?" tanya tantenya yang paling banyak nyinyir, "Udah ada tanda tanda istri kamu hamil belum? Kamu atau dia sih yang bermasalah?!" wah lebih nyelekit ternyata daripada saat pada Berlian.
"Kami masih terus berusaha tante, aku sama Bella juga nggak ada masalah, mungkin Tuhan belum mempercayai kami,"
"Gimana mau di percaya lagi, satu aja nggak tau, nggak ngikut ngurus, nggak becus jadi bapak!" celetuk Berlian tanpa sadar yang jelas terdengar oleh anggota keluarga lainnya.
"Apa maksud kamu Berlian? Jehan sudah punya anak, dari perempuan mana? Dia selingkuh lagi?" Jehan tidak percaya dengan perkataan keluarganya itu, apa katanya selingkuh lagi? Seburuk itukah Jehan di mata mereka?
"Ups!" Berlian sepertinya keceplosan, harusnya dia tidak memberitahukan sekarang, sebab Jehan belum bertemu dengan Raisa untuk masalah ini. "Om, tante, paman dan bibi ingat tidak anak kucing yang Jehan minta dulu? Nah anak itu yang Berlian maksud, Jehan tidak bisa merawatnya hingga kucing itu mati, mungkin karena itu Tuhan belum memberikan kepercayaan pada Jehan dan Bella, anak kucing saja tidak becus bagaimana dengan anak manusia?" beruntung sekali Berlian adalah seorang pengacara jadi dengan mudah berbicara dengan lancar tanpa perasaan gugup dan tentu menyakinkan.
"Ingat! Kami tidak akan mengakui anak diluar pernikahan, jadi jangan macam macam!" peringat paman yang tertua.
***
Hallo semuanya aku bakal berusaha buat update rutin, jadi tolong terus kasih dukungan vote komen dan follow. Aku juga mau target kayak sebelumnya 100+ vote dan 20+ komen apa bisa?
Aku suka banget baca bacain komen kalian yang berusaha nebak atau kasih pendapat di setiap paragraf atau yang bikin kalian gemes dan greget, aku lebih suka yang kasih komen begitu daripada yang nyuruh buat next kayak malah bikin aku males buat update.
Oh ya kemarin ada yang nawarin buat jadiin book ini E-book, untuk saat ini aku nggak kepikiran buat kesana apalagi aku merasa tulisanku masih cukup berantakan, banyak yang belum sesuai KBBI, apalagi book ini belum setengahnya, belum masuk konflik apalagi kayak ceritaku belum pantas aja, lagian aku nulis ini buat pelampiasan dan healing dari real life.

KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN FAMILY
SonstigesDaehan Raksav, lahir bukan karena kesalahan, dia terlahir dari ikatan suci pernikahan, hanya saja semesta membuat kedua orangtuanya berpisah karena keegoisan. "Jangan berhubungan dengan seseorang yang masih berada di masa lalunya," kalimat itu benar...