017 "Ayah Daehan"

521 87 15
                                    

Raisa bersama Canu berjalan beriringan, tidak ada obrolan sebab keduanya belum ada yang mau membuka suara terlebih dahulu, mereka terlalu fokus pada pikiran masing masing.

"Pasti banyak pertanyaan yang pengen kamu tanyakan setelah semua ini ya?" akhirnya Raisa memulai suara terlebih dahulu, seakan dia tau apa yang sedang orang yang memperjuangkannya saat ini pikirkan. "Tanyakan, aku bakal jawab semuanya dengan jujur, dan kamu bisa memikirkan soal hubungan kita setelah itu. Mau tetap berjuang atau berhenti dan mencari yang lain nantinya,"

Canu masih enggan membuka suara hingga mereka berhenti di taman belakang rumah sakit yang penuh dengan lampu lampu yang menyala disekelilingnya.

"Aku cuma bingung menanggapi semuanya gimana," Canu mengatakan itu saat keduanya sudah duduk di kursi taman. "Dunia sesempit itu ya? Salah satu pasien aku itu mantan suami kamu, ayahnya Daehan. Pantes aja Daehan welcome saat Jehan yang deketin beda banget saat sama aku butuh waktu lama,"

"Maaf, harusnya aku bilang kalau kamu kenal ayah Daehan juga, bilang kalau Jehan yang konsul sama kamu dan Jehan ayahnya Daehan itu orang yang sama, maaf..." Raisa juga merasa bodoh karena tidak jujur soal ini, bukannya mereka sudah berkomitmen harusnya dia bisa lebih jujur saja, kalau seperti ini semua jadi serba salah sekarang.

"Raisa, kenapa harus minta maaf? Nggak ada yang salah aku cuma sekedar syok aja. Tolong jangan ragu sama perasaan aku, aku beneran suka dan cinta kamu, aku nggak pernah berpikir buat ninggalin kamu walau masa lalu kembali, tolong jangan berpikir begitu,"

"Terima kasih," balas Raisa dengan senyum yang selalu membuat Canu terpesona pada wanita itu. "Aku berharap semua bakal baik baik aja setelah ini, semua akan berjalan seperti biasa kan?" tanya Raisa sambil memandang Canu, meminta tanggapan pada lelaki itu.

"Iya,"

"Semoga saja," Raisa mengamini semua doanya, berharap semua akan seperti biasa, tidak akan ada yang berubah. "Canu, ayah aku mau ketemu kamu, gimana?"

Raisa sudah menceritakan pada kedua orangtuanya tentang ajakan serius dari Canu, ayahnya merespon dengan baik namun, sebelum itu sang ayah harus memastikan tidak akan salah kembali memberikan putri satu satunya pada laki laki lain.

"Aku selalu siap kapanpun, kamu mau pulangnya kapan?" tanya Canu dengan perasaan senang sebab, dia mendapatkan lampu hijau jika ayah dari sang pujaan hatinya itu ingin bertemu.

Raisa menggeleng, "Bukan aku yang pulang tapi, ayah sama mama yang bakal ke sini..." belum selesai Raisa berbicara, ponsel yang berada di saku celananya berdering, "Maaf," memandang Canu untuk mengangkat telepon terlebih dahulu.

"..."

"Iya kak, gue balik kesana sekarang," Raisa tersenyum bahagia mendapat telepon itu, perasaannya menjadi lega. "Canu, Daehan udah sadar," ujarnya memandang Canu dengan senyum yang merekah di bibir merah cery itu dan air mata bahagia yang mulai turun ke pipi tirusnya.

"Syukurlah," Canu ikut lega juga bahagia mendengarnya, calon anaknya akhirnya telah melewati masa kritisnya dan telah sadarkan diri.

***

"A—yah..." suara lirih itu mampu membuat Jehan terdiam seketika, untuk pertama kalinya Daehan memanggil ayah di depannya, hatinya merasa terenyuh.

Berlian menjadi orang pertama yang sadar dan keluar untuk memanggil dokter, sedangkan Jehan mendekat pada ranjang anaknya itu. "Daehan, ini ayah," seakan merespon jari jari kecil Daehan menunjukkan sedikit pergerakan, membuat Jehan tidak bisa menahan air mata bahagianya. "Ayah disini sama Daehan,"

"Permisi sebentar," Jehan mundur di bantu Berlian, membiarkan dokter memeriksa Daehan. Perlahan mata yang beberapa jam menutup itu perlahan terbuka,membuat dokter dan orang yang berada di sana tersenyum lega. "Daehan bisa lihat dokter?" tanya dokter saat Daehan sudah membuka matanya.

BROKEN FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang