Raisa yang masih menggunakan jas putihnya berjalan menuju ruang rawat Daehan, beberapa suster menyapa saat berpapasan dengannya.
Raisa membuka ruang rawat tersebut dan mendapati mamanya yang menjaga Daehan sendirian, "Bunda!" panggil Daehan yang menyadari terlebih dahulu kedatangan bundanya.
Raisa melangkah mendekati Daehan sedangkan mamanya yang sadar ikut menoleh, "Mama sendirian? Ayah kemana?" tanya Raisa karena tidak melihat ayah tercintanya.
"Nggak tau, tadi pamit beli kopi tapi sampai sekarang nggak balik, beli di Bali mungkin kopinya," jawab asal mama.
Raisa tidak bertanya lebih lanjut lebih memilih bertanya pada anaknya, "Daehan gimana? Ada yang sakit?" ibu satu anak itu mengelus tangan mungil jagoannya itu. "Kepalanya nggak nyeri atau pusing?"
Daehan menggeleng pelan, "Nggak papa bunda, Daehan baik baik aja, Daehan kan anak bunda yang kuat," balasnya dengan sangat mengemaskan.
"Raisa, mama keluar sebentar ya, mau beli makanan sekalian, kamu belum makan kan?" ujar mama, "Jangan sakit di kandang sendiri, kamu juga harus jaga kesehatan," tambahnya sebelum Raisa menolaknya.
Mama keluar meninggalkan ibu dan anak itu berdua, Raisa meladeni setiap ocehan Daehan, dirinya senang senyum itu sudah kembali, hampir saja dia kehilangan senyum itu untuk selamanya.
"Hallo ganteng!" sapa sepasang suami istri yang baru masuk dengan beberapa bingkisan di tangannya. "Gimana nih kabar gantengnya cece?" tambahnya sambil mengambil alih bingkisan yang di pegang suaminya dan meletakkan di nakas sebelah brankar.
"Kalian udah balik?" Raisa mengalihkan pandangan pada kedua adiknya itu, beberapa hari terakhir keduanya memang pergi berkunjung di rumah keluarga Rey, jadi baru hari ini mereka bisa menjenguk Daehan.
"Mbak maaf ya, kalau aja aku sama Rey nggak pergi pasti kita yang jemput Daehan," ujar Hana yang ikut menyesali kejadian yang menimpa keponakan gantengnya.
"Nggak ada yang begitu, bukan salah kamu Han, lagipula Daehan bukan tanggung jawab kamu, yang penting sekarang semua udah baik baik saja, Daehan juga udah nggak papa," balas Raisa tidak ingin membuat Hana merasa bersalah padahal bukan tanggung jawabnya.
"Kenapa sih cewek cewek itu banyak dramanya, saling menyalahkan hal yang nggak bukan kesalahannya, yang salah itu yang nabrak!" sela Rey yang sudah jengah mendengar dua wanita yang saling mengatakan bersalah.
"Diem deh kamu!" sahut Hana menjadi kesal karena suaminya itu ikut ikutan sok asik menurutnya. "Kak, aku denger Daehan butuh donor sebelumnya? Kakak yang jadi pendonor?"
Raisa menggeleng sebagai jawaban awalnya, sambil menoleh pada Daehan yang asik berbincang dengan Rey,"Bukan, kakak nggak cocok tapi ada orang baik yang mau jadi pendonor," wanita memilih tidak memberitahu, agar tidak banyak orang tau tentang ayah Daehan dan bertanya banyak hal nantinya.
"Syukurlah kalau begitu," untungnya Hana bukanlah type orang yang akan bertanya banyak, "Daehan gimana apa ada yang sakit?" beralih menanyakan keadaan anak itu yang masih asik dengan Rey, jarang sekali melihat mereka berdua akur begini, biasanya ribut terus.
Daehan mengalihkan pandangan pada cecenya dan tersenyum mengemaskan, "Daehan sudah baik, kan bunda yang rawat," jawabnya dengan polos melihat Raisa yang ikut tersenyum bahagia mendengar penuturannya.
"Papa!" teriak Daehan saat terdengar suara pintu di buka dan menampilkan Canu bersama kakeknya yang baru datang, Daehan semakin antusias saat melihat kedua tangan papa Canunya penuh dengan paperbag yang sudah di ketahui jelas yaitu mainan Daehan yang selalu ada di ruangan dokter obgyn tersebut.
"Semangat banget ketemu papanya," sindir granpanya karena merasa di abaikan oleh cucu paling dia sayangi itu, "Sampai nggak sadar ada granpa juga disini," lanjutnya dengan wajah yang semakin dibuat menyedihkan.
"No, no, no, granpa! Daehan senang granpa ada disini, tapi lebih senang jika granpa bawa mainan untuk Daehan," jawabnya yang membuat semua orang yang berada di sana tertawa mendengarnya.
"Jadi kalau granpa tidak bawa mainan Daehan nggak senang ada granpa?" mulai lagi drama yang dibuat oleh kakek kakek satu ini yang mendramatiskan keadaan.
Dua lelaki lain yang berada di sana, Canu dan Rey merasa sedikit geli melihat seorang pria berkelakuan terbalik dengan tampilannya, sepertinya penampilan sangar tersebut tidak berlaku pada cucu kesayangannya tersebut.
"Ayah, udah. Nggak malu di lihatin? Kalau Mama tau pasti ayah udah di marahin," Raisa yang menyadari kegelian dua pria lainnya menyadarkan kelakuan ayahnya, mungkin kalau hanya anggota keluarga pasti terlihat biasa saja, tapi kalau orang lain mungkin akan berpikir yang lain.
Pria yang berstatus kakek itu menoleh sebentar dan berdehem untuk mengembalikan wibawanya, "Ekhm! Ngomongin Mamamu kemana?" tanyanya menghilangkan kecanggungan di ruangan tersebut.
"Keluar, cari makan. Ayah kelamaan, beli kopi di bali beneran?" ujar Raisa mengcopy ucapan mamanya tersebut.
Canu, Rey dan Hana yang tidak ingin bergabung dengan pembicaraan ayah dan anak itu memilih bermain dengan Daehan. Canu di bantu Rey mengeluarkan mainan mainan yang dia bawa tadi, banyak mainan yang Canu bawa, bahkan mungkin dia membawa semua mainan yang ada di ruangannya yang biasa Daehan mainkan saat berada di rumah sakit itu.
"Daehan mau main yang mana?" tanya Hana setelah mainan mainan itu sudah keluar semua.
"Papa, tolong bantu Daehan turun. Mau main di bawah sama sama bareng papa dan koko," ujar Daehan dan menggeser kakinya hingga tergantung.
Canu dan Rey dengan sigap mendekat ke ranjang bocah tersebut, "Sini papa bantu turun!" Canu mengendong anak itu untuk turun sedangkan Rey membawa infusnya, "tangan yang ada infusnya jangan di angkat, nggak bakal jatuh papa pegangin,"
"Duduk di sofa ya, nggak boleh di bawah, mainannya biar di taruh di meja," Canu menurunkan calon anaknya itu di sofa, Hana membawa mainan puzzle ke atas meja dan mendorong meja tersebut agar lebih dekat bahkan menempelkan pada sofa agar Daehan tidak terlalu jauh meraihnya yang bisa saja membuatnya jatuh nantinya.
"Dia pria yang baik, dilihat caranya memperlakukan Daehan bisa jadi dia bukan hanya menginginkanmu tapi, juga menerima cucuku sebagai bagian dari kalian nantinya," pendapat ayah Raisa melihat Canu yang sedang bersama Daehan, "Ayah cuma punya satu harapan untuk putri ayah ini, bahagia. Apapun pilihan kamu ayah akan selalu dukung asal itu baik dan tidak menyakitimu di masa depan,"
"Ayah," Raisa langsung berhamburan memeluk ayahnya dan air mata yang tidak bisa di tahan lagi, menangis di pelukan ayahnya, bukan tangis kesedihan namun, tangis bahagia karena Tuhan telah mengirim seorang ayah yang begitu menyayanginya lebih dari apapun, lelaki yang membuat Raisa tidak merasa takut dan menghilangkan traumanya.
Canu melihat interaksi tersebut tersenyum, satu sisi yang belum dirinya lihat sebelumnya dari wanita itu, berharap semoga dia seperti ayah Raisa, yang selalu membuat Raisa tersenyum bahagia.
***
Maaf guys baru update, aku lumayan sibuk akhir akhir ini, soalnya balik kerja lagi. Jadi mungkin ke depannya aku bakal sulit buat nulis dan update.
Maaf kalau aneh tulisan
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN FAMILY
RandomDaehan Raksav, lahir bukan karena kesalahan, dia terlahir dari ikatan suci pernikahan, hanya saja semesta membuat kedua orangtuanya berpisah karena keegoisan. "Jangan berhubungan dengan seseorang yang masih berada di masa lalunya," kalimat itu benar...