Bagian 20 | Mencari Sumber

36 25 1
                                    

Bagian 20 | Penelitian

"Setiap manusia pasti serakah. Entah pada materi atau jasmani."

🖋🖋🖋

Selasa, 12 Desember

"Kemarilah! Bukankah kita satu kelompok? Mengapa pula harus canggung dan saling mengabaikan seperti orang tidak kenal."

Nada bicara yang menyuarakan paksaan itu memenuhi rungu pendengaran seorang lelaki sejak lima belas menit lalu. Padahal kata-kata tolakan sudah terucap, namun sekiranya tidak mampu membuat orang di sebrang merasa puas. Dasar pemaksa, maki lelaki yang menjadi sasaran empuk dari kehendak manusia itu.

Embusan napas kasar terdengar keras, lebih tepatnya disengaja, supaya orang di sebrang mengetahui bahwa ia benar-benar sedang tidak ingin diganggu.

"Maaf sebelumnya, tapi untuk saat ini gak bisa. Masih banyak banget materi yang belum sempat dibaca dan dipelajari-"

"Ah, itu hal gampang. Ke sini saja, kita bersantai sambil memakan kudapan dan mengobrol. Mendapatkan hasil yang memuaskan itu amat mudah kalau semua perintahku dilaksanakan dengan baik."

Sederhana sekali rupanya. Mendapatkan hasil memuaskan amat mudah itu adalah pemikiran orang kolot yang sama sekali tidak pernah berupaya keras. Memangnya dengan perintah dari orang di seberang semua bisa terlaksana dengan baik? Tentu jawabannya tidak. Semua berawal dari diri sendiri, potensi diri, pengembangan diri, dan pemikiran serta ketetapan prinsip yang telah diterapkan pada setiap individu.

"Sekarang benar-benar tidak bisa. Kalau cuman bersantai dan mengobrol, itu sama saja dengan membuang-buang waktu!" tegas lelaki itu sembari menghela napas kembali, mencoba terus bersabar. "Ada pepatah yang bilang bahwa, jika waktu merupakan pedang. Artinya, barang siapa yang menyia-nyiakan waktu maka ia orang yang merugi."

"Wah, kutipan bermakna hari ini hahaha, hebat-hebat!"

Tawa riang terdengar memekakkan telinga sehingga harus membuat lelaki itu menjauhkan ponselnya. Ia mengernyitkan dahi pertanda bingung. Padahal ia sama sekali tidak sedang membuat lelucon.

"Kenapa tertawa? Ada yang aneh, ya?" tanya lelaki itu menahan rasa penasaran.

Kondisi kelas, tempat ia berada, masih cukup sepi karena waktu baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Hanya ada beberapa siswa-siswi di dalam kelas tersebut. Mereka pun sama sekali tidak peduli satu sama lain, sibuk pada kegiatan masing-masing, singkatnya bersikap individualisme.

"Oh, enggak-enggak! Baru kali ini ada orang yang berani memberi nasehat sok bijak kepada Nanda Widyantoro. Tapi Abimanyu, biar gue ingatkan sama lo, bahwa nilai tinggi yang lo dapatkan bukan murni kerja keras lo itu."

Orang pemaksa tersebut adalah Nanda, sedangkan si korban paksaan adalah Abimanyu. Nanda sudah menerornya sejak ia mendudukkan bokong di kursi kelas, seakan tahu pergerakan Abimanyu, bahkan saat Abimanyu belum mengeluarkan buku dari dalam tas, Nanda segera meneleponnya dengan permintaan unik.

Nanda meminta Abimanyu menemaninya di ruangan yang kemarin mereka kunjungi. Senior dari Abimanyu itu berniat ingin menunjukkan hal-hal baru dan pengalaman pertama pada hidup Abimanyu.

Tawaran aneh sekaligus menyeramkan itu spontan ditolak secara sepihak oleh si korban paksaan. Mereka baru kenal, tidak cukup akrab, sama sekali belum mengenal karakter satu sama lain, serta banyak sekali pertimbangan dalam diri Abimanyu yang siap menolak ajakan Nanda.

Jeruji IkrarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang