Bagian 3 | Kawan-kawanku

159 134 32
                                    

Bagian 3 | Mengusik Pagi

"Jasad kami bukan milik mereka."

🖋🖋🖋

Ruang kesembuhan, 30 November 2023

Pukul empat pagi tadi, Jeffran terbangun dari tidur panjangnya. Dalam keadaan linglung, ia langsung bilang kalau butuh mandi darah dari telaga Mansur, mungkin efek dari obat bius dan apa yang dimimpikannya selama ini. Walau begitu, Surya sangat tersinggung akan ucapannya secara Mansur adalah nama Bapak Surya.

"Kalau aja lo gak sakit, udah gue pentung pake balok es!" Gerutu Surya baru selesai dari kamar mandi sehabis sikat gigi.

Abimanyu tertawa geli tanpa melepaskan pandangan dari menonton televisi, di sebelahnya ada Hendra yang tengah menyantap makanan dari Mama Jeffran, Tante Yumi.

"Udah bang, mending lo makan sini. Daripada ngomel gak jelas."

Rona wajah Surya tampak sedikit memerah, dahinya berkedut menandakan ketidak sukaan atas ucapan Jeffran beberapa masa lalu, tetapi dia meredam semuanya. Terdengar suara tawa dari Hendra ketika Surya yang hampir jatuh dari sofa saat dia ingin menghempaskan diri. Masih dalam keadaan kesal, Surya merampas kudapan Hendra dan menonton acara televisi yang menampilkan kartun anak-anak kesukaan Abimanyu.

"Jonathan, Galen, sama Sabili mana? Tadi sebelum gue ke kamar mandi, mereka masih ada di sini." Surya mengedarkan pandangan untuk menganalisis keberadaan tiga pemuda yang ia maksudkan.

Hendra menghela napas sejenak, matanya sedikit sendu melihat jajanan miliknya telah berpindah tangan, bahkan bibir lelaki itu membentuk garis lengkung bawah.

"Pulang duluan, kata mereka mau ke sekolah nanti pagi. Padahal tadi udah gue tahan, tunggu selesai subuh gitu. Cuman mereka aja yang bawel, alasannya karena rumah Sabili jauh jadi pagi-pagi udah pulang." Abimanyu menyahut sembari membuka jajanan baru untuk Hendra.

Surya spontan mengangguk mengerti. "Tapi kenapa gak sama Jonathan aja? Kan searah, palingan beda komplek doang elah."

"Walau beda komplek, lo tahu sendiri, bang, kalau rumah Jonathan sama Sabili harus lewatin pemakaman umum. Mereka nomor satu penakutnya! Makanya Galen suka rela nawarin diri buat ikut nemenin."

Giliran Hendra menjawab pertanyaan Surya. Rasa kesalnya menguap bersamaan dengan diterimanya jajanan dari Abimanyu.

"Hebat juga, lho, Galen. Biasanya tuh bocah paling mager mau kemana-mana." Satya melirik kiri atasnya, lantas mengingat-ingat momen ketika ia sedang duduk berdua dengan Galen di bawah pohon beringin beberapa minggu lalu.

Sekiranya pukul sembilan lewat lima belas menit, ketika jam istirahat tiba. Surya meminjam harmonika dari anggota ekskul musik dan saat udara berhembus pelan, Surya meniup alat tersebut. Seakan mengerti keinginan Surya, alam menjadi lebih teduh, matahari langsung tertutup awan sehingga meninggalkan suasana sejuk, tak panas pun tak bisa dikatakan mendung. Kemudian, angin menerbangkan beberapa anak rambut Surya, menari mengikuti irama yang tengah dimainkan.

Galen berbaring menghadap pesona langit kala itu, ia menjadikan tangan kirinya sebagai bantal, sedangkan tangan kanan ia gunakan untuk menutup mata supaya tidak terpapar langsung sinar matahari yang menyilaukan. Lalu, ia tiba-tiba saja membuka pembicaraan.

Jeruji IkrarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang