Bagian 14 | Perihal percaya

75 56 19
                                    

Bagian 14 | Perihal percaya

"Kami saling percaya, namun pada akhirnya tetap sebatang kara."

🖋🖋🖋

"Intinya, gue sama bang Hendra punya rencana untuk mengungkap hal-hal yang masih menjadi misteri hingga kini. Kami berdua percaya kalau bang Yudhis sama lainnya belum meninggal," ucap Galen mulai menyimpulkan rencana mereka berdua kepada Sabili dan Surya.

Sepanjang perjalanan pulang, Galen serta Hendra harus bersusah payah memberikan pengertian kepada dua teman mereka itu. Selama Hendra membungkam segala kecerewetan Sabili, Galen menawarkan diri untuk menemani Surya yang tampak sangat gusar.

Tepat ketika memasuki gerbang rumah sakit, mereka kembali saling beradu argumen usai terjeda akibat ramainya orang-orang berlalu-lalang.

"Kenapa kalian bisa mengambil kesimpulan begitu? Apa yang buat kalian yakin kalau bang Yudhis sama lainnya belum meninggal? Kalau memang belum, siapa jasad di makam mereka?" serbu Sabili menampilkan wajah tidak sabar.

Hendra menghela napas panjang, kemudian merangkul bahu Sabili bermaksud menenangkan. "Itu juga masih menjadi pertanyaan, Bil. Gue sama Galen belum menemukan banyak perkembangan dari informasi yang kami cari tahu."

Sabili menggigit bibir bawahnya, dia ingin mengatakan sesuatu namun masih mempertimbangkannya.

"Tanya aja, Bil, biar semuanya beres saat ini juga." Surya bersuara sembari berjalan mendahului Sabili dan Hendra. Dia menggandeng tangan Galen untuk berbelok ke lorong tempat kamar inap Jeffran berada.

"Oke, maaf kalau ini terkesan mengorek privasi lo, bang Hen. Tapi jujur gue penasaran," ucap Sabili menghentikan langkahnya yang secara otomatis membuat teman-temannya mengikuti perbuatan dirinya. "Lo pergi ke dukun untuk mengungkap semua ini, ya? Gue pernah lihat dalam plastik hitam yang sempat lo bawa sewaktu hari pertama bang Jef masuk rumah sakit."

"Iya, Bil. Awalnya abang cuman pengen semuanya berhenti. Abang gak tega lihat Galen harus terus mimpi buruk, apalagi Jeffran yang tiba-tiba loncat, abang mengira kalau semua itu berhubungan dengan teror dari arwah teman-teman kita. Tapi nyatanya bukan," jawab Hendra mantap. Dia tersenyum manis seraya memandang ramah Sabili.

"Kertas-kertas bertulisan aneh, pakaian bercampur tanah, sama kelopak-kelopak bunga itu adalah barang dari dukun?" tanya Sabili memastikan.

Hendra mengangguk yakin. "Benar sekali! Kata Kakek dukun, itu salah satu petunjuk untuk menemukan keberadaan mereka. Kertas-kertas itu sebenarnya tulisan terakhir dari salah satu teman kita, bukan bertulisakan hal aneh atau bahasa lain, tapi karena itu dituliskan saat keadaan mereka sudah diambang kesadaran."

Sabili mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia memandang langit-langit lorong, berusaha menghalau air matanya. "Jadi mereka beneran belum meninggal 'kan, Bang?"

"Belum, Bil, Belum."

Sabili menarik napas dalam, meraup udara menuju jalur pernapasannya. "Kalau begitu, tolong libatkan gue juga, bang. Gue mau ikut serta dalam pencarian mereka. Gue janji gak bakalan jadi beban, tolong, ya?" pinta Sabili penuh harap.

Lelaki yang memiliki senyuman manis itu kali ini menangis tanpa suara, dia menggenggam tangan Hendra sembari memberikan tatapan belas kasihan, dia seakan menuntut Hendra supaya bisa mengerti perasaan dirinya saat ini.

Jeruji IkrarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang