Bagian 11 | Meruncingkan prasangka
"Semua berawal dari penasaran, kemudian berjalan di atas kepasrahan."
🖋🖋🖋
"Kalian sungguh tidak ada maksud lain selain mengambil handphone dia?"
Abimanyu dan Galen mengangguk yakin. Tujuan mereka hanya satu, yaitu mengambil ponsel Abimanyu walaupun mereka ikut melihat-lihat kumpulan patung-patung hias milik Gahar. Salahkan benda itu yang amat mengilap sehingga berhasil mencuri atensi kedua pemuda itu.
Kini, di depan ruangan Kepala Sekolah, ada petugas kebersihan yang memang sedang menjalankan pekerjaannya, lalu Abimanyu dan Galen, serta Hendra yang memang sedang sana sini mencari mereka.
Kedatangan Hendra disertai kehadiran Cahyo, si petugas kebersihan. Beliau memang baru bekerja ketika malam hari atau pagi hari sebelum murid tiba, alasannya sederhana, yaitu ia bisa leluasa beraktivitas tanpa takut mengganggu ketenangan warga sekolah. Kebetulan pula beliau berpapasan dengan Hendra yang kalang kabut mencari Abimanyu dan Galen. Sedangkan Surya dan Sabili sudah lebih dulu berlalu pulang karena dihubungi oleh orang tua mereka. Apalagi Surya yang harus mengisi absen kehadiran dirinya dan Hendra di asrama supaya petugas di sana tidak mendepak mereka.
Awalnya, Abimanyu dan Galen dipusingkan dengan cara membereskan kekacauan tersebut. Tanpa mereka sadari, ternyata Cahyo dan Hendra memasuki ruangan seraya menunjukkan raut kaget. Mereka tersentak saat tahu jika patung kesayangan Gahar harus berakhir mengenaskan.
Lekas-lekas Cahyo merebut patung berukuran tidak lebih dari tiga puluh senti itu, ia memeriksanya lalu bertanya mengenai kejadian yang mengawali kerusakan benda itu. Tanpa diberi bumbu kebohongan, Abimanyu menceritakan semuanya. Ia bahkan ikut memasukkan cerita Galen yang kentut dengan suara keras.
Mendengar semua pernyataan yang cukup meyakinkan dari Abimanyu, Cahyo mengembuskan napas panjang. "Kalau begitu, kalian gak usah ambil pusing lagi sama hal ini. Biar saya yang urus," ungkapnya membuat ketiga pemuda di hadapannya bingung.
"Maksud Pak Cahyo apa?" tanya Galen untuk memastikan bahwa prasangkanya salah. Tidak mungkin Cahyo mengajukan diri sebagai tersangka perusak barang Gahar secara cuma-cuma. Itu sama saja seperti membiarkan diri didepak dari sekolah secara sukarela.
"Biar saya yang tanggung jawab, tidak mengapa. Tapi setelah ini kalian harus segera pergi, tidak aman anak seusia kalian berkeliaran malam-malam di sekolah. Apalagi orang tua kalian pasti khawatir," balas beliau bijaksana.
Abimanyu menolak. "Tapi itu kelakuan kami, Pak. Mana mungkin kami jatuhkan kesalahannya sama Bapak."
"Ini bukan hal besar, daripada kalian harus kena kasus karena masalah ini. Palingan saya akan direhatkan selama beberapa minggu atau potong gaji," jawab Cahyo masih meyakinkan pada pemuda depan mereka.
Hendra mengembuskan napas panjang. Meski Cahyo bersedia menukarkan nasib kepada Abimanyu dan Galen, tetap saja ia tidak bisa menerimanya cuma-cuma. Sebagai sahabat dua pemuda kelas sepuluh itu sekaligus orang paling tua yang mulanya digadang-gadang menjadi ketua ekskul tenis meja, Hendra memilih angkat suara.
"Ganti ruginya nanti biar Hendra yang bayar sama Bapak, cuman butuh waktu berbulan-bulan juga. Tapi insyaAllah bakalan lunas kok."
"Gak perlu, Hendra. Sekalian Bapak menebus kesalahan mereka," balas Cahyo tetap mempertahankan keputusannya. "Lagipula, saya jarang mengeluarkan uang banyak demi memenuhi kebutuhan seperti ini. Anak dan istri saya sudah tidak ada, jadi tidak ada salahnya saya membayar ganti rugi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeruji Ikrar
Детектив / Триллер"Sang Pecandu datang." Riwayat kami akan segera tamat apabila manusia sialan itu tiba. Kegelapan kembali merenggut paksa harapan kami untuk bebas. Jalan yang telah kami tempuh dengan keringat, air mata, dan pemikiran harus berakhir seperti ini. Kam...