chapter 18. menjauh

301 62 12
                                    

Malam semakin larut, tetapi Ferrel masih terjaga. Rasa lelah fisik tidak sebanding dengan kekacauan emosional yang dia rasakan. Pikirannya terus berputar, memikirkan pertemuan dengan Zee tadi. Setiap kali dia memejamkan mata, wajah Zee yang menangis dan memohon maaf selalu muncul, membuatnya semakin tidak tenang.

Setelah beberapa saat mencoba tidur tanpa hasil, Ferrel memutuskan untuk bangun dari ranjang. Dia tidak bisa terus seperti ini. Diam-diam, dia berjalan menuju lemari pakaian, mengambil sebuah koper kecil dari bagian atas dan mulai mengemas barang-barangnya. Dia bergerak dengan hati-hati, memastikan tidak ada suara yang bisa membangunkan Floran, yang tidur pulas di kamar sebelah.

Ferrel mengemas beberapa pakaian, barang-barang pribadi, dan beberapa dokumen penting. Setiap gerakannya penuh kehati-hatian. Setelah semuanya selesai, dia duduk di meja belajar Floran dan menyalakan lampu kecil di sudut meja. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Ferrel mengambil selembar kertas kosong dan pena, lalu mulai menulis.

---

**Untuk Floran,**

**Flo,**

Maaf gua nggak bisa ngomong langsung sama lu. Terima kasih udah jadi sahabat yang baik dan udah selalu ada buat gua. Tapi sekarang gua harus pergi. Gua butuh waktu buat berpikir dan tenangin diri. Gua nggak bisa terus di sini dengan semua kekacauan ini.

Gua pulang ke kampung halaman. Mungkin ini keputusan yang tiba-tiba, tapi gua ngerasa ini yang terbaik buat sekarang.

Terima kasih lagi buat semuanya, Flo. Gua nggak tahu kapan bakal balik, tapi gua janji bakal hubungin lu kalau gua udah siap. Tolong jangan khawatir, gua cuma butuh waktu.

Gua juga udah siapin surat pengunduran diri dari perusahaan. Tolong bantu serahin ke HRD.

Sekali lagi, makasih buat semuanya.

Ferrel

---

Setelah menulis surat untuk Floran, Ferrel mengambil satu kertas lagi dan menulis surat pengunduran diri untuk perusahaan. Dia menulisnya dengan singkat dan jelas, menyatakan bahwa dia mengundurkan diri karena alasan pribadi dan meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Setelah selesai, Ferrel melipat kedua surat itu dan menaruhnya di atas meja belajar Floran, di tempat yang jelas terlihat.

Ferrel kemudian mengambil kopernya dan berjalan keluar dari apartemen. Suasana sangat sepi, hanya suara langkah kakinya yang terdengar di sepanjang koridor. Dengan hati yang berat namun mantap, Ferrel keluar dari gedung apartemen, meninggalkan kehidupan lamanya di belakang.

Pagi harinya, Floran terbangun dengan perasaan aneh. Ruangan terasa terlalu sunyi, tidak ada tanda-tanda kehidupan dari kamar sebelah di mana Ferrel biasanya tidur. Floran mengucek matanya dan bangkit dari tempat tidur, lalu berjalan keluar kamar untuk memeriksa.

Ketika dia masuk ke kamar Ferrel, ruangan itu sudah rapi, namun kosong. Pandangan Floran langsung tertuju pada surat yang tergeletak di atas meja belajar. Dengan perasaan cemas, dia mengambil surat itu dan mulai membacanya.

Saat matanya menyusuri setiap kata yang ditulis Ferrel, hati Floran mulai terasa berat. Dia tahu bahwa Ferrel sedang mengalami masa sulit, tetapi dia tidak menyangka sahabatnya akan pergi tanpa pamit. Setelah selesai membaca surat, Floran duduk di kursi dan meremas kertas itu dengan tangan yang gemetar.

Floran menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. Dia merasa bersalah karena tidak bisa mencegah kepergian Ferrel, tapi dia juga tahu bahwa dia harus menghormati keputusan sahabatnya itu. Dengan hati yang berat, Floran mengambil ponselnya dan mengetik pesan untuk Indah, memberitahukan bahwa Ferrel sudah pergi.

Di tempat lain, Ferrel sedang berada di dalam kereta, memandangi pemandangan yang melintas di luar jendela. Dia tahu bahwa keputusannya mungkin akan menyakitkan bagi beberapa orang, tetapi dia merasa ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan kembali ketenangannya. Jauh dari semua orang, dia berharap bisa menemukan kedamaian yang selama ini hilang.

The pursuit of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang