30. Sebuah restu

40.3K 3.7K 114
                                    

Happy reading ya sengkuh

"Di sana, aku mencintaimu, tapi tidak dengan kamu."

Nathan terdiam membisu. Rasa nyeri menggerogoti dada kirinya. Tak bisa dipungkiri, bahwa ia merasa takut, takut jika suatu hari Bianca akan mengingat semuanya. Tentang masa lalu mereka, di mana Nathan lah orang yang paling menyakitinya.

Tak boleh terjadi. Sungguh, Nathan tidak ingin kehilangan cahayanya lagi kali ini.

"Itu hanya mimpi, By. Kenyataannya, aku sangat mencintaimu, aku tidak mau kehilangan kamu By." Ia menggenggam kedua tangan kekasihnya, mengelus punggung tangan itu lembut dan menatapnya dengan lekat.

Tak kuasa jika harus berkontak mata dengan Bianca saat ini juga. Nathan takut gadisnya itu akan langsung tahu apa yang ia sembunyikan.

Kegelisahan menyelimutinya.

Sadar akan gerak-gerik Nathan yang tidak seperti biasanya, tentu Bianca tahu ada yang disembunyikan oleh lelaki itu. Tapi apa?

"Nath, bagaimana jika mimpi itu adalah gambaran masa depan? Bagaimana jika... Suatu hari nanti, kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Apa kamu akan meninggalkanku?" tanyanya, menatap Nathan yang kini juga menatapnya.

Nathan menempelkan telunjuknya ke depan bibir Bianca, ia menggeleng lemah. Tidak pernah terbayang olehnya ia akan meninggalkan Bianca lagi. Tidak akan pernah.

"Jangan pernah katakan itu, By." Tangannya mengelus pipi tirus Bianca penuh sayang, tatapannya teduh memandang netra coklat madu di depannya.

"Aku tidak memintamu percaya, hanya amati saja hingga berpuluh-puluh tahun ke depan, aku akan tetap mencintaimu dan kita akan menua bersama," lanjutnya diakhiri sebuah senyuman manis.

Bianca pun membalas senyuman itu, ia memeluk tubuh kekasihnya itu dengan napas lega. Meskipun rasa cemas itu masih menggerogotinya, melihat tatapan tulus Nathan membuat kekhawatirannya sedikit menghilang.

"Aku mencintaimu, kamu tahu itu." Nathan kembali bersuara. Dikecupnya puncuk kepala sang gadis, menghirup aroma sampo yang menguar harum.

"Iyaa."

"Kamu tidak mencintaiku?"

Sedikit ada jeda sebelum Bianca membalas ucapan Nathan. "Aku juga mencintaimu Nathaniel."

***

Setelah menghabiskan sedikit banyak waktu bersama Bianca, Nathan segera kembali ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tersisa.

Bukan apa-apa, Nathan hanya ingin menyibukkan dirinya dengan tumpukan kertas daripada memikirkan hal-hal negatif yang belum tentu terjadi menimpa hubungannya dengan sang kekasih, Bianca.

Lelaki itu menghela napas berat. Merebahkan badannya pada sandaran kursi, ditutupnya wajah dengan sebuah map yang tadinya sedang ia cek.

Pikirannya tidak bisa jernih. Pemikiran-pemikiran negatif selalu saja mengganggunya.

Tentang kemungkinan Bianca meninggalkannya akibat rasa kecewa.

Atau bagaimana jika Bianca jadi membenci dirinya?

Lumayan lama Nathan dalam posisi seperti itu. Hingga akhirnya memutuskan untuk beranjak, menghampiri jendela kaca yang tertutup. Dipandanginya halaman luas mansion yang sepi. Hanya ada dua tukang kebun yang sedang merapikan tanaman.

"Apakah Bianca akan segera mengingat semuanya?" Nathan menghembuskan napas panjang.

Ia pasrah. Jika memang pada akhirnya Bianca akan membencinya, Nathan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Itu adalah konsekuensi yang harus ia terima atas perbuatan yang telah ia lakukan di masa lalu.

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang