Happy reading🌹
Tiba-tiba menjadi seorang mahasiswi di saat ia dulunya tidak pernah mengenyam pendidikan itu bukanlah hal yang mudah bagi Disa, jatuh bangun mentalnya menyesuaikan diri di kehidupan Bianca. Namun itu hanya beberapa hari, setelahnya, Disa seolah telah terbiasa.
Ia seolah-olah pernah berkuliah. Karena jika dipikir, yang mengendalikan raga Bianca adalah Ayudisa, walau Bianca cerdas sekalipun seharusnya prosesnya tidaklah sesingkat itu.
Berpikir sekeras apapun Disa tidak akan pernah menemukan jawabannya, sampai akhirnya ia menyerah mencari jawaban itu dan memilih menikmati alur hidupnya sekarang.
"Ayah, Bia pergi duluan ya, ada mata kuliah pagi," ucapnya dengan riang, seraya berjalan ke arah Antonio yang duduk di kursi meja makan.
"Hati-hati, Ayah tidak bisa mengantar karena sebentar lagi ada rapat penting dengan semua dewan direksi perusahaan," jawab Antonio.
Bianca mengangguk, ia mengerti. Gadis itu mengambil sandwich buatan Bi Marta lalu memakannya sembari berjalan.
"Ayah, Bia pergi ya, dadah," katanya setelah meyalimi tangan Antonio, membuat pria paruh baya itu terkekeh melihat putrinya.
"Dia semangat sekali."
.
.
.
.Menyusuri jalan raya dengan mobil miliknya menuju ke kampus, Bianca mengamati jalanan yang sudah sangat ramai. Ini juga yang menjadi pertanyaan di benak Ayudisa dulu, dirinya tidak bisa sama sekali mengendarai mobil, namun di tubuh Bianca ia seolah sudah hafal semua komponennya.
Sedikit aneh, namun sekali lagi, mungkin ini efek dari raga yang ia tempati. Bianca itu cerdas dalam segala bidang, figuran yang hanya tersebut namanya saja nyaris sempurna tidak ada celah.
Sampai di kampus, Bianca segera memarkirkan mobilnya, ia turun dengan headphone yang menutupi kedua telinganya. Gadis itu sedikit terburu-buru, berjalan di koridor fakultasnya, menuju ke Prodi Manajemen.
Bruk!
Saking terburu-burunya gadis itu menabrak seseorang, hingga menyebabkan mereka berdua terjatuh. Bianca segera bangkit, ada riak terkejut di wajahnya setelah menatap orang yang ia tabrak.
Atau mungkin, mereka saling menabrak.
"Naqila," panggilnya, membuat gadis itu segera mendongak dan bangkit dengan cepat.
"Hai Bia," sapa Naqila, ia membersihkan pakaiannya.
Bianca mengangguk dengan senyum tipis, ia melihat jam di pergelangan tangan kirinya. "Aku duluan, Na," katanya lantas segera pergi, meninggalkan Naqila sendiri.
"Ada yang aneh, tapi...," gumam Bianca saat melihat Naqila tadi. Namun ia menggeleng, mungkin hanya perasaannya saja.
.
.
.Kelas berakhir sejak sepuluh menit yang lalu, gadis cantik bermanik coklat madu itu menatap pantulan dirinya di cermin toilet. Ia mencuci kedua tangannya, lalu mengelapnya dengan tisue.
"Gaya berpakaiannya, sama denganku," gumam Bianca pelan, ia baru tersadar, yang aneh dengan Naqila tadi adalah gaya berpakaiannya, sama persisi dengan Bianca. Di mana biasanya Naqila selalu memakai jeans yang di padukan dengan blezer atau kaos crop setiap ke kampus.
Bahkan headphone yang selalu Bianca pakai pun juga turut diikuti Naqila.
Gadis cantik itu mengerjab. "Mungkin dia hanya ingin mencoba gaya berpakaian baru," ucapnya.
Dirasa sudah baik, Bianca keluar dari toilet, ia ada satu mata kuliah lagi, baru setelah itu bisa pulang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera Terbit
FantasyDi novel 'Kisah Naqila', Nathaniel Varendra adalah sosok antagonis paling kejam. Ia bahkan tak segan membunuh seseorang yang dianggap mengusik ketenangan pujaan hatinya. Selain kejam, laki-laki itu juga menyandang gelar brengsek dan bajingan. Itu di...