32. Meniru?

37K 3.1K 100
                                    

Selamat membacaaa

Pandangannya lurus ke depan, menatap jalanan yang tengah lengang. Ingatannya masih melayang pada kejadian di mall beberapa saat lalu. Bayangan penampilan baru Naqila selalu muncul di kepalanya.

Lampu lalu lintas berubah merah, membuat Nathan memberhentikan mobilnya. Ia tak bersuara, begitupula Bianca yang sesekali melirik Nathan di sampingnya.

Lelaki itu terlihat banyak pikiran. Telunjuknya mengetuk-ngetuk setir mobil dengan gusar.

Permainan sudah dimulai, heh.

"Nath?" panggil Bianca akhirnya, "apakah ada yang mengganggu pikiranmu?" Gadis itu menggenggam tangan Nathan yang berada di tuas mobil

Menatap gadisnya, seutas senyum mengembang sebagai isyarat bahwa tidak ada apa-apa. Tangannya balas menggenggam tangan mungil Bianca, lalu mengecupnya.

"Tidak By, hanya teringat beberapa pekerjaan."

Bianca mengangguk paham. Mulutnya memang tak berbicara, namun otaknya mengatakan bahwa saat ini Nathan tengah berbohong. Bianca tidak ingin terlalu banyak bertanya jika Nathan memang tidak ingin membagi keluh kesahnya. Buat apa terus bertanya jika ujung-ujungnya hanya kebohongan yang menjadi jawaban.

Setelah lampu berubah hijau, mobil mewah itu kembali melaju dengan kecepatan sedang. Tidak ada yang bersuara lagi. Hanya suara mesin mobil yang terdengar lirih.

.
.
.

"Makasih ya Nath," ucap Bianca ketika mereka sudah turun dari mobil. Kedua tangannya penuh dengan kantung belanja.

Nathan tersenyum manis. "Apapun untuk Bia-ku."

Bianca memperhatikan Nathan yang terlihat ingin mengatakan sesuatu. Sepertinya, hari ini banyak hal yang mengganggu pikiran lelaki itu.

"Kamu ingin bilang sesuatu?" tanya Bianca penuh kehati-hatian

Lelaki itu nampak menimang-nimang sejenak hingga akhirnya ia melepaskan paper bag yang Bianca bawa dan meletakkannya ke lantai, kemudian digenggamnya kedua tangan sang kekasih.

"By, aku ingin meminta sesuatu," ungkapnya.

Sorot matanya penuh kebingungan. "Apa? Katakan saja."

"Tolong mulai sekarang jauhi Naqila."

Keningnya mengerut, Bianca menatap netra hitam pekat di depannya penuh tanda tanya. "Kenapa, Nath?"

Menghembuskan napas pelan, Nathan kemudian kembali berbicara, "Kamu tahu kan dulu aku sempat menyukainya. Dan... dulu dia pun menolakku, aku tahu itu." Genggaman Nathan di tangan Bianca semakin mengerat. Ditatapnya lembut sang kekasih, namun ada ketegasan di sana. "By, kita tidak pernah tahu bagaimana isi hati seseorang dapat berubah. Bagaimana jika sekarang dia iri padamu dan mencoba menyakitimu?"

Nathan memandang Bianca penuh kekhawatiran. Tidak pernah terbayang jika suatu hari masa lalu akan terulang kembali. Tidak pernah terpikir bahwa Nathan akan kehilangan Bianca untuk yang kedua kali.

Hal buruk yang pernah terjadi dulu, tidak boleh lagi terjadi di kehidupan ini. Itulah yang Nathan harapkan.

"Nath, itu tidak mungkin ter-"

"By...," lirihnya penuh tekanan, sekaligus penegasan di sana, tidak ingin dibantah, tidak ingin disangkal, kali ini biarkan Nathan egois.

Bianca terdiam kikuk. Ia tidak tahu apa alasan Nathan tiba-tiba bersikap seperti ini. Hey, dunia ini saja dibuat oleh jiwa yang ada di dalam tubuh Bianca ini, dia tahu apa yang ada di dalam cerita ini. Itulah yang Bianca pikirkan.

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang