✨. 9 : The Darkside Of The Moon

62 7 9
                                    

WARNING ⚠️⚠️⚠️ chapter ini mengandung unsur yang sensitif, tentang kekerasan, self harm, mental health. Jadi bagi reader tolong dibaca baik-baik, ya. Semua adegan yang terjadi di chapter ini tidak untuk ditiru, ini hanya sebuah cerita dan ambil sisi positifnya saja.

Thank you :)

***

"Bulan adalah bulan, sesuai dengan visualisasi bulan sendiri. Jika kita lihat dari kejauhan terlihat cantik dan bersinar, padahal aslinya dia itu gelap dan punya banyak lubang-lubang yang bisa digambarkan sebagai luka dan rasa sakit"

 Jika kita lihat dari kejauhan terlihat cantik dan bersinar, padahal aslinya dia itu gelap dan punya banyak lubang-lubang yang bisa digambarkan sebagai luka dan rasa sakit"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Dengan wajah yang penuh senyuman, Bara mengetuk pintu rumah Bintang dengan semangat. Bagaimana dia bisa tahu alamat rumah Bintang? Tentu saja orang tuanya yang memberi tahu. Karena mereka juga berpikir, mungkin ini memang sudah waktunya untuk Bintang dan Bara bisa bertemu lagi. Walaupun Bara sempat berkata jika dia akan bertemu dengan Bintang kembali di saat dia sudah menjadi seorang Dokter. Tapi karena Bintang yang mematahkan ucapan Bara begitu saja karena dia datang menemui Bara terlebih dahulu, ya sudah lupakan saja sekalian. Walaupun mereka tinggal di kota yang berbeda, Bara akan sering menjenguk Bintang mulai dari sekarang. Dan ini adalah hari pertamanya berkunjung ke Bandung untuk Bintang.

"Assalamualaikum!" Bara mengucap salam. Berharap akan ada yang langsung menjawabnya lalu membuka pintunya. Tapi, beberapa menit berlalu tidak ada jawaban dan pintu masih tertutup rapat.

"Assalamualaikum. Bintang? Paman? Bibi?"

Bara terus memberi salam dan memanggil mereka, tetapi tetap saja hening dan tidak ada jawaban.

"Apa mereka tidak ada di rumah, ya? Mungkin Paman dan Bibi masih sibuk dengan pekerjaan mereka. Tapi Bintang? Bukankah dia seharusnya ada di rumah karena sudah pulang sekolah? Mengetahui ini sudah hampir pukul 5 sore," gumam Bara kepada dirinya sendiri.

Fyi ; keluarga Bintang tidak memiliki asisten rumah tangga, sehingga jika mereka belum pulang dari aktivitas mereka, pasti tidak akan ada siapa-siapa di rumah. Dan seperti sekarang ini contohnya.

Senyuman yang dia tampilkan di wajahnya yang tampan tadi perlahan memudar, dia menghela nafas panjang, dia kecewa. "Yah, gagal dong kejutannya! Padahal aku udah excited banget!"

Bara pun memutuskan untuk duduk di kursi halaman depan rumah Bintang. Mengeluarkan ponselnya, mencoba untuk menghubungi salah satu dari mereka. Pertama Bintang, tetapi tidak terhubung karena ponselnya tidak aktif. Bara berdecak kesal, di saat seperti ini bisa-bisanya ponsel Bintang tidak aktif. Tidak menyerah sampai di sana, Bara pun memutuskan untuk menghubungi Bibinya.

Tut...

Kali ini sambungan tersambung dan beberapa detik setelahnya, Bibinya pun mengangkat teleponnya.

STARLIGHT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang