(Note : Mungkin chapter ini sedikit sensitif untuk anak-anak yang di bawah umur. Tapi balik lagi sama fakta kalo ini hanya cerita dan tidak untuk ditiru. Jadi, ambil sisi baiknya aja ya. Oh iya, bukan cuma itu. Aku juga pengen banget main tebak-tebakan sama kalian di chapter ini. Aku sedikit masukin beberapa teori atau teka-teki yang harus kalian pecahin di sini. Dan aku bakalan ecited banget diskusiin sama kalian di kolom komentar ☺️☺️. Oke, mungkin segitu aja yang mau aku kasih tahu sama kalian. And now, happy reading!! )
***
“ Akan selalu ada di saat terbaik, terburuk, dan aku yang paling buruk!”
***
Seorang perempuan dewasa membuka tirai jendela sebuah kamar bernuansa monokrom. Senyumannya muncul ketika melihat Putra kesayangannya masih bersembunyi di balik selimut tebalnya. Dengan langkai santai dia menghampiri Putranya itu. Di elusnya dengan lembut selimut yang menutupi seluruh tubuh Putranya.“Sayang, apa kamu sudah bangun?” tanyanya lembut.
“Hmm?” jawab Sang Putra sambil menyingkap selimut yang sedari tadi menutupi seluruh tubuhnya.
Perempuan itu adalah Amara, Mama dari anak laki-laki itu, Leo Ambara atau biasa dipanggil dengan sebutan Bara.
Mara menaruh punggung tangannya di dahi Bara, hanya untuk memastikan apakah demam Bara sudah turun atau belum.
“Bagaimana keadaanmu hari ini, Sayang? Sepertinya demammu sudah turun?” tanyanya yang diakhiri dengan sebuah senyuman. Senyuman yang selalu menjadi favorit Bara.
Bara yang awalnya masih berbaring kini sudah terduduk, wajahnya masih terlihat pucat walaupun tidak sepucat kemarin, pipi dan hidungnya pun masih terlihat merah, tetapi dia berusaha untuk tetap menunjukkan senyumannya yang manis kepada Mara, karena Bara tidak ingin membuatnya khawatir apalagi sampai melihatnya menangis seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu.
“Suhu tubuh Bara sudah normal kembali, Ma. setelah solat subuh tadi, Bara langsung mengeceknya dengan termometer, dan di sana menunjukkan 36 derajat. Itu artinya Bara sudah sembuh dan sudah bisa masuk sekolah lagi kan, Ma?” jawab Bara sambil memeluk Mara dari samping.
Mara tersenyum, satu kecupan penuh kasih sayang dia berikan di puncak kepala Bara. “Ya, Mama bisa melihatnya, jika keadaan kamu sudah jauh lebih baik daripada kemarin. Tapi, bukankah akan lebih baik jika kamu istirahat beberapa hari lagi? Wajah kamu masih terlihat pucat, Sayang. Mama hanya tidak ingin ada kejadian buruk yang terjadi di sekolah di saat kondisi kamu belum sepenuhnya sembuh. Dua hari lagi, ya? Nanti kamu masuknya hari senin saja,” Mara berusaha membujuk Bara agar dia bisa mengerti jika keadaannya masih tidak cukup baik untuk berangkat sekolah.
“Tidak akan terjadi hal buruk, Ma. Mama tidak usah khawatir. Bara bisa tertinggal pelajaran jika tidak masuk sekolah terus, apalagi sekarang Bara sudah kelas 6. Bagaimana Bara akan menjadi lulusan terbaik jika jarang masuk sekolah?” Bara yang mempunyai sifat yang keras kepala itu pun mana mungkin bisa dibujuk.
“Iya, Mama tahu. Tapi ini juga demi kebaikan kamu juga kan, Sayang? Toh, kalau kamu tidak sakit, Mama tidak pernah melarang kamu untuk berangkat sekolah. Kan? Mama seperti ini karena Mama sayang kamu.”
“Kalau Mama sayang sama Bara, itu artinya Mama harus mengizinkan Bara untuk masuk ke sekolah hari ini.”
Mara yang sangat mengetahui sifat Bara yang keras kepala itu pun akhirnya memutuskan untuk menyerah dan menuruti apa yang diinginkan oleh Bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
STARLIGHT
RomanceSeperti namanya Bintang, dia hanya ingin selalu menyinari orang-orang yang dia sayangi dengan cahaya kebahagiaan. Namun, hal yang tidak terduga datang menghampirinya dan membuat sinarnya perlahan meredup dan akhirnya menghilang. Starlight Start :...