“Karena tersenyum adalah cara termudah untuk menyembunyikan kesedihan dan juga rasa sakitmu. Dan menyembunyikan perasaanmu dan menyembunyikan masalah hidupmu. Itu sebabnya mengapa aku selalu tersenyum.”
***
1 bulan berlalu, kini Bintang dan Bulan hanya tinggal menghitung hari untuk acara kelulusan mereka. Mereka sangat berharap jika hasil dari kerja keras mereka selama ini membuahkan hasil yang sesuai dengan ekspektasi mereka, sehingga mereka bisa masuk ke SMA ngeri impian mereka, katakan saja jika itu adalah sekolah favorit yang memang sudah terkenal di kota tempat mereka tinggal. Bintang tentu tahu jika kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mereka, tetapi Bintang juga tahu, sesibuk apapun Ayah dan Bundanya, mereka pasti akan selalu hadir di moment-moment penting di dalam hidup Bintang. Seperti mengambil raport dan menghadiri acara kelulusan Bintang misalnya. Berbeda dengan kedua orang tua Bulan yang selalu saja berjanji yang selalu berakhir dengan kata ‘maaf” dan ‘mungkin lain kali’ karena mereka tidak pernah menepati janjinya. Kedua orang tua Bintang lah yang selalu ada di saat Bulan membutuhkan wali untuk melakukan ini dan itu. Padahal Bulan sangat berharap, setelah insiden mengerikan yang hampir membuat Bulan kehilangan nyawanya, Mama dan Papanya akan segera bertaubat, sehingga mereka akan lebih sayang dan lebih perhatian kepada Bulan, tapi sialnya mereka masih belum sadar dan malah semakin menjadi.“Jika Bulan pikir-pikir. Ayah dan Bunda selalu ada untuk Bulan dibandingkan Mama dan Papa Bulan sendiri. Apa kalian tidak berniat ingin mengadopsi Bulan saja menjadi Putri kalian?”
Karena sudah terlalu muak dengan situasi yang ada, di hari minggu yang cerah Bulan bertanya seperti itu kepada Kara (Bundanya Bintang).
Kara terkekeh, gemas dengan kelakuan sahabat Putranya yang cantik itu. “Kenapa Ayah dan Bunda harus repot-repot mengadopsi kamu di saat kami sudah menganggap kamu sebagai anak perempuan kami sejak awal. Jadi, tolong jangan menanyakan hal-hal yang aneh lagi.”
Bulan yang kebetulan sedang berdua bersama Kara di ruang keluarga itu pun langsung menyandarkan kepalanya di pundak Kara. Dengan penuh kasih sayang, Kara mengelus kepala Bulan dengan tangan kanannya. Saat ini, Bulan hanya ingin bermanjaan kepada Kara sebelum Bintang datang dan merecoki mereka berdua.
“Maaf, Bunda. Bulan hanya merasa kesal dan marah saja kepada Mama dan juga Papa.”
“Iya, Bunda paham. Kamu boleh marah, kamu boleh kesal, karena itu adalah hal yang wajar. Jika Bintang ada di posisi kamu, mungkin dia juga akan melakukan hal yang sama. Tapi kamu jangan sampai membenci mereka ya, Sayang. Seburuk apapun mereka, mereka tetap orang tua kamu, orang yang sudah melahirkan kamu, kamu ada karena mereka. Kamu harus selalu menyayangi mereka apapun yang terjadi.”
“Tentu saja Bunda, walaupun Bulan selalu merasa kecewa, kesal, dan marah, Bulan tidak pernah sekalipun membenci Mama dan juga Papa, itu tidak akan pernah terjadi,” Bulan tersenyum sambil melihat wajah cantik Kara. “Terima kasih ya, Bun. Atas semua yang kalian berikan untuk Bulan. Kalian harus tahu, kalian adalah salah satu hal yang paling berharga di hidup Bulan setelah Mama dan juga Papa,” lanjutnya sambil memeluk Kara dari samping.
Kara tersenyum, dia membalas pelkan Bulan dengan penuh kasih sayang. “Sama-sama. Sayang. Makanya, kalau butuh apa-apa bilang saja ya! insyaallah, Ayah dan Bunda akan selalu memberikan apa yang kamu butuhkan, termasuk perhatian dan juga kasih sayang.”
“Kalian memang yang terbaik. Bulan sangat menyayangi kalian,” Bulan mempererat pelukannya.
“Ada apa nih? Kok pelukan ngga ajak-ajak?” tanya Bintang yang baru saja datang dengan wajahnya yang sedikit cemberut, lucu sekali. Rambutnya terlihat masih basah, sepertinya dia baru saja mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
STARLIGHT
RomanceSeperti namanya Bintang, dia hanya ingin selalu menyinari orang-orang yang dia sayangi dengan cahaya kebahagiaan. Namun, hal yang tidak terduga datang menghampirinya dan membuat sinarnya perlahan meredup dan akhirnya menghilang. Starlight Start :...