Selamat membaca seng❤
Seperti biasa, Bianca berangkat ke kampus diantar oleh Nathan. Sudah menjadi rutinitas lelaki itu juga untuk mengecup kening Bia-nya sebelum gadis itu masuk ke dalam gedung jurusan.
"Kamu masih ingat kan, By?" tutur Nathan sembari menangkup pipi tirus gadisnya, "jauhi Naqila, okey."
Sang empu tersenyum, melepaskan tangkupan Nathan di pipinya, lalu menggenggam kedua tangan lelaki itu.
"Iyaa, Tuan Nathan kepala batu."
Cup!
Satu kecupan singkat mendarat di bibir ranum Bianca. Tindakan tanpa aba-aba itu membuat Bianca mematung di tempatnya. Gadis itu melongo sambil mengerjap berkali-kali.
Melihat tidak ada tanggapan dari sang empu, Nathan kembali menghujani bibir mungil itu dengan kecupan berkali-kali.
"Nath!" Sekuat tenaga ia mendorong tubuh tegap kekasihnya itu. Bianca memandang sekitar. Untung saja parkiran sedang sepi, hanya beberapa mahasiswa yang melirik dan berlalu begitu saja. Ya, mana berani mereka menertawakan pemilik kampus sendiri?
"Ini hukuman," kata Nathan, "karena kamu memanggilku Tuan." Lelaki itu mengelus lembut bibir Bianca dan memberikan satu kecupan terakhir di sana.
Ah, sial, Bianca melupakan hal itu.
Sang gadis terdiam melongo. Hanya jantungnya saja yang tidak bisa tenang.
Siapapun selamatkan jantung Bia.
Kekehan kecil keluar dari bibir Nathan. Ia mengacak gemas rambut Bianca, membuat sang empu menggeram sebal.
"Ish, kan jadi berantakan," gerutunya sembari menatap layar handphone yang mati, merapikan kembali tatanan rambutnya.
"Aku ke dalam dulu, kamu hati-hati pulangnya."
Nathan mengangguk, menatap punggung Bianca yang menjauh dengan wajah tanpa ekspresi.
"Kali ini aku akan melindungimu, By."
***
Dilain sisi, dua orang laki-laki tengah berjalan bersama menyusuri daerah kampus. Setelan jas yang melekat di tubuh mereka membuat atensi para mahasiwa/i tertuju pada keduanya.
Sore yang cerah bagi mereka mendapatkan pemandangan dua hasil ciptaan Tuhan yang begitu menawan.
"Gila, siapa mereka?"
"Ganteng banget coy."
"Tuan kacamata meri mi."
"Aaa... yang sebelahnya buat aku aja."
Bisikan-bisikan itu terdengar bercampuran di telinga Ronier saat ini. Ya, Ron dan Elias tengah pergi bersama ke kampus Nathan untuk berjalan-jalan, tidak ada urusan penting, pure jalan-jalan saja. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu, dari semua tempat malah kampus yang ia pilih.
Biasalah orang gabut. Meninggalkan pekerjaan dan pergi untuk menjernihkan pikiran.
"Aku jadi malu," celetuk Ronier dengan senyum yang tertahan. Berusaha sok kul.
"Sebenarnya kita mengapa ke sini? Tidak ada tempat lain, huh?" Hembusan napas kasar keluar dari bibirnya
"Edisi hari ini mengingat masa muda," kata Ron. "Eh, tapi memang masih muda sih," kekehnya.
"Wajahmu memang terlihat muda, tapi jiwamu sudah seperti aki-aki," celetuk El sadis.
Ron mengelus dadanya, harus sabar menghadapi sahabatnya satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera Terbit
FantasyDi novel 'Kisah Naqila', Nathaniel Varendra adalah sosok antagonis paling kejam. Ia bahkan tak segan membunuh seseorang yang dianggap mengusik ketenangan pujaan hatinya. Selain kejam, laki-laki itu juga menyandang gelar brengsek dan bajingan. Itu di...