Bab 7 (2)

15 5 2
                                    


Nea dan Lizza akhirnya membuka matanya. Wajah terkejut terlukis jelas pada diri mereka. Setelah sesaat memandang wajah satu sama lain, mereka langsung menoleh ke arah Vio yang sedang menikmati minum teh dengan elegannya.

"Vio... itu... anu..." ucap Lizza bingung.

Vio meletakkan gelasnya ke meja disebelah kasurnya lalu dengan tenang memandang Lizza dan Nea. "Sepertinya ingatan kalian sudah kembali, syukurlah."

"Vio... aku minta maaf... Kayaknya dulu aku terlalu berlebihan..." sesal Lizza.

"Tidak apa, pasti saat itu sulit mengontrol kekuatanmu. Meski tetap saja, menghilangkan seluruh ingatan itu berlebihan," balas Vio santai. "Ukhhh..." Lizza tertunduk merasa bersalah. Wajahnya seperti wajah anak kecil yang baru dimarahi orang tuanya.

"Lupakan dulu soal yang lain, kita punya masalah yang lebih penting saat ini," kata Nea serius. "Vio! Kamu pasti sudah sadar bukan?" lanjutnya.

"Tentu... aku tau kalau Prof Carla pasti sedang mengawasi kita, tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau dia akan mengawasi kita sedekat itu," jawab Vio.

"Itu benar! Menyamar jadi ***** itu keterlaluan. Aku sama sekali tidak sadar kalau ***** itu Prof Carla. Kalau bukan karena ingatan masa kecil kita yang pernah melihat Prof Carla, kita mana bisa tau," timpal Lizza tiba-tiba.

"Tenanglah, penyamarannya memang hebat. Karena xxxx selalu bersamanya, aku tidak bisa curiga kalau ***** adalah Prof Carla. Ditambah kepribadiannya benar-benar berubah, tidak seperti psyco sialan itu," ucap Nea kesal.

"Kita sudah tau musuh kita yang sebenarnya siapa, yang harus kita pikirkan sekarang adalah sebuah rencana untuk melenyapkannya. Wanita itu abadi, pemulihannya juga luar biasa. Sebuah serangan asal pasti tidak cukup untuk melenyapkannya," kata Vio.

"Setidaknya kita butuh sebuah bom nuklir yang bisa langsung menghilangkannya tanpa jejak..." gumam Nea,

"BOM NUKLIR?!!!" kaget Lizza. "Darimana kita bisa dapat benda berbahaya seperti itu?! Bahkan sebuah negara sulit untuk meminta bom nuklir, tidak mungkin individu bisa mendapatkannya begitu saja."

"Aku juga tau itu. Itukan cuma pengandaian," balas Nea.

"Kita tidak punya waktu untuk mendapatkan bom nuklir itu," ucap Vio. "Nea! Saat kalian tidur tadi, seseorang mengetuk pintu dan meletakkan surat di celah pintu. Karena aku tidak bisa bangun, ambilkan beda itu," pinta Vio.

Nea mengangguk dan berjalan ke arah pintu, seperti kata Vio ada sebuah amplop di celah pintu. Sebuah amplop hitam dan cap merah berbentuk triquetra. Nea mengambil dan menyerahkan amplop mencurigakan itu ke Vio. "Triquetra, huh..." gumam Vio.

"Simbol aneh apa itu?" tanya Lizza sambil menunjuk amplop hitam.

"Triquetra... ini adalah sebuah simbol kuno yang dalam bahasa latin berarti tiga sudut dan merupakan simpul Celtic yang melambangkan semua trinitas, siklus kehidupan abadi, kematian dan kelahiran kembali," terang Vio.

Vio membuka amplop hitam itu dan didalamnya ada sebuah kartu berwarna merah yang bertuliskan.

Pada hari kelahiran sang pewaris, makhluk abadi akan melakukan ritual di tempat kebangkitan dan membuat pewaris menjadi penguasa dunia.

"Apa-apaan isi surat ini?" marah Nea.

"Ini jelas mencurigakan..." timpal Lizza.

"Apapun itu, jelas di surat ini sang makhluk abadi... Prof Carla pasti ingin bertemu dengan kita. Dan melakukan pertarungan kita yang tertunda dulu," kata Vio santai.

"Kenapa kamu tenang-tenang saja Vio?? Ini gawat!" kesal Nea. "Panik tidak ada gunanya bukan? Justru menurutku ini bagus... semakin cepat ini berakhir, semakin baik pula," jawab Vio.

The LivvyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang