Chapter Forty

15 5 0
                                    

BARU BEBERAPA HARI BERLALU ketika Eila akhirnya mengetahui bahwa dia mempunyai seorang kakak—saudara kembarnya, Hanyi. Sekarang, mereka harus berpisah selama beberapa jam dan hal itu membuat Eila takut setengah mati.

Mereka semua berdiri di halaman belakang rumah masa kecil Hanyi dan Eila. Bersenjata lengkap dan siap dalam baju petarung mereka.

Lalu, semuanya terdiam.

Caraka berkata pada udara kosong disebelahnya, "Kau harus menjaganya baik-baik."

Ediyn menunjukkan wajah cemberut seperti biasa. Arwah Ediyn.

Mereka hanya memberikan reaksi yang sama, berusaha keras mengabaikannya, seakan-akan Ediyn masih disini, masih hidup.

Eila menutup matanya sejenak ketika rasa sakit menghantam dadanya. Dia tidak bisa melakukan apapun. Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk mengurangi rasa sakit yang Caraka miliki.

Tidak saat separuh hidupnya direnggut secara tiba-tiba.

Mereka sangat ingin menghibur Caraka, tetapi itu artinya mereka harus melakukannya dengan menghancurkan ilusi Ediyn yang menjadi satu-satunya pegangan untuk membuat Caraka bertahan.

Ediyn bukan ilusi bagi Eila, setidaknya untuk dirinya. Tetapi, apa yang Caraka lihat adalah ilusi.

Ediyn telah meninggal beberapa tahun lalu. Meninggal ketika berusaha menyelamatkan seorang perempuan hamil yang mengalami kekerasan fisik oleh suaminya. Saat Caraka mendapatkan kabar, semuanya telah terlambat.

"Kami akan menunggu di titik pertemuan selama 30 menit. Dan jika kalian tidak kunjung datang, aku dan Eil—" Saga berdehem selagi melirik Eila. "Kami akan segera menyusul kalian."

Eila mengangguk kaku, Hanyi disebelahnya mengambil tangannya, menggenggamnya.

"Kami akan pergi dan kembali sebelum kau merindukan kami, El," Caraka nyengir dari seberang Eila. "Kami akan baik-baik saja, jika itu yang kau khawatirkan," katanya sambil meneliti tangan Eila dan Hanyi yang saling menggenggam. "Mereka ini petarung nomor satu dan dua."

Eila membalas dengan mendengus, berusaha menyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Mereka akan berhasil menyelamatkan Paman Milan dan Hamid. Dan Eila mengetahui cara mengalahkan Kegelapan.

Jika mereka berhasil melakukan itu semua—itu akan menjadi permulaan perjalanan mereka.

Hanyi melepas genggaman tangannya, menatap Saga yang mengangguk padanya.

Sebelum Eila sempat membalas ucapan Caraka, mereka—Arai, Hanyi, dan Caraka—menghilang.

...

Membutuhkan waktu dua puluh menit lebih lama dari kepergian Hanyi saat Eila akhirnya dapat menggunakan kekuatan portal miliknya.

Saga dan Eila menghilang sebanyak tiga kali di beberapa titik untuk dapat sampai di sungai permata.

Selama itu pula Eila menyadari bahwa proses perubahan energi negatif yang dia terima dan ciptakan berdampak baik terhadap perubahan suasana hatinya. Eila merasa dia telah menggunakan kekuatan kegelapan untuk sesuatu yang lebih berguna dibandingkan menyerang teror kesemjumlah orang-orang yang telah membuatnya kesal.

Kegelapan tampaknya tidak selamanya buruk. Asal itu diubah menjadi sesuatu yang berguna, Eila rasa dia bisa bertahan dengan baik dimasa depan.

Saga berdehem ketika mereka berjalan lebih dekat dengan sungai permata, "Apa kau—" ucapannya terhenti, Eila dapat melihat keraguan dalam wajahnya.

Hanyi telah menceritakan mengenai Ediyn padanya tadi malam, saat mereka pergi diam-diam sementara Saga dan Arai sibuk saling bertarung satu sama lain hingga tumbang.

Pada intinya mereka berlima dekat—Saga, Arai, Ediyn, Hanyi, dan Caraka.

Eila mengerti apa yang hendak Saga tanyakan padanya. "Ediyn selalu bersama Caraka dimanapun caraka berada. Aku baru dapat melihatnya setelah kita berada di Bangsa Galat."

Ada duka dan kerinduan yang sangat mendalam terpancar dari tatapan Saga. Menyadarkan Eila bahwa kematian tidak dapat menghapus kenangan dan persahabatan mereka.

Beberapa yard di depan mereka, Putri Duyung mengawasi kedatangan mereka. Seolah-olah dia tahu dan menunggu kedatangan Eila.

Cahaya kehijauan memantul dari bilah belati yang Eila keluarkan dari sabuk di pinggangnya. Tanpa ragu, Eila menekan bilah itu diatas permukaan telapak tangannya.

Dingin logam segera menyentuhnya diikuti rasa nyeri yang menusuk merambat ke seluruh tubuhnya. Cairan merah anggur mengalir lambat ketika Saga mengarahkan wadah botol di bawah kulitnya.

Eila memperhatikan wajah makhluk itu yang terlihat keriput lebih dari pada yang terakhir Eila lihat. Tatapannya berbeda—memancarkan kelemahan yang belum pernah Eila lihat sebelumnya.

"Kau sekarat," kata Eila. Namun dia mengingat bahwa putri duyung adalah makhluk abadi—tidak akan mati. Tetapi, Eila tidak tahu apakah makhluk abadi dapat terkena penyakit atau tidak.

"Ya." Makhluk itu tersenyum. Berbanding terbalik dengan keadaannya. "Aku melihat, kau akhirnya tahu. Tetapi, kau masih punya banyak pertanyaan lain lagi." Kekuatan kegelapan.

Eila mengangguk.

"Aku akan menjawab semua pertanyaanmu jika kau memberikan bayaran sebotol penuh." Makhluk itu menatap botol plastik bekas air mineral seukuran telapak tangan Eila.

"Bagaimana jika setengah dari darahku?" Saga menawarkan.

"Aku tidak membutuhkan darahmu." Bibir makhluk itu mengerucut, melirik Saga lewat sudut matanya yang bulat. "Jika penawaran ku tidak sesuai. Kalian bisa kembali lain waktu."

"Baikkah. Satu botol penuh." Eila cepat-cepat mengiyakan. Mereka tidak punya waktu untuk memperdebatkan kapan lagi mereka akan kembali kesini.

"Tidak seperti Raja Negeri Timur, pemilik Darah Tetua Pertama sekaligus satu-satunya orang yang berhasil selamat dalam ritual pengambilan batu yang berisi kekuatan Tetua. Kau akan tahu bagaimana cara mengalahkan Kegelapan saat kau berhadapan kembali dengannya."

Wajah Eila berubah kaku. "Apa aku pernah bertemu dengannya?"

"Ya."

Bibir Eila berkedut dengan cara tidak menyenangkan. "Siapa?" tanyanya dengan suara rendah.

"Orang yang kau percaya," sahut Putri Duyung. "Ingatlah ini—ingatan bisa saja menjadi samar. Jika kau mengingatnya dengan sebaik kau mengingat kembali memori yang hilang, maka kau harus mempertanyakannya. Apakah itu benar-benar memori milikmu."

Putri Duyung melanjutkan. "Ada sebuah buku, buku catatan milik pangeran timur. Itu adalah jawaban lain untuk mengakhiri garis tragis keturunanmu. Tapi sekarang—kau tidak membutuhkannya untuk mengalahkan kegelapan—karena kau telah tahu caranya."

"Aku sudah menjawab semua pertanyaanmu." katanya, dia berusaha mengambil darah itu dengan tergesa.

Namun Eila menahannya. Dia membuka mata dengan lebar ketika satu lagi jiwa masuk kedalam tubuhnya. "Kau—"napas Eila tercekat. "Kau mau menemuiku karena kau membutuhkan darahku?"

"Darah kegelapan." Putri Duyung bergumam, sudut bibirnya terangkat.

Mulut Eila mengering ketika mengingat perkataan yang makhluk itu katakan padanya terakhir kali dia berkunjung: Darah kegelapan dapat membunuhnya.

Eila adalah kegelapan, dan, "Darah milikku dapat membuatmu tidak abadi."

Makhluk itu memiringkan wajahnya yang kecil sambil memperhatikan dari Eila ke Saga, menimang-nimang apakah dia harus mengatakan sesuatu yang dia tahu atau tidak. Namun makhluk itu berkata, "Kau tidak punya waktu untuk ini Gadis Kegelapan. Kalian harus pergi sekarang."

Jantungnya berhenti berdetak. Mereka saling tatap dengan mata membelalak. Menyadari bahwa Hanyi, Arai, dan Caraka dalam bahaya. []

ɴ ɢ ʀ ɪ ʀ ʀ ɴ ɢ

find me on instagram and tiktok, with the same keyword : hifeeza

Negeri Para PetarungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang