"Terima kasih ya pak Menteri," kata Esther tiba-tiba.
Mereka sedang berjalan menyusuri pantai bersama. Sekali lagi itu ajakan Esther, mereka belum kembali ke rumah paman Callan karena gadis itu masih ingin jalan-jalan.
"Kali ini untuk apa lagi?" Axel merasa Esther terlalu banyak berterima kasih padanya.
"Karena sudah bersedia membantu, menemani, dan menuruti semua keinginanku dua hari terakhir ini. Aku mencuri banyak waktumu. Tapi aku janji setelah kita pulang dari sini, hal itu tidak akan terjadi lagi."
"Mm, sama-sama. Jangan merasa sungkan, aku juga ikut andil atas kejadian tak menyenangkan yang menimpamu kemarin."
Esther tersenyum, semilir angin pagi menyapa mereka. Matahari perlahan beranjak naik, orang-orang mulai terlihat di sekitaran sana untuk beraktivitas. Beberapa nelayan terlihat ada yang baru pulang berlayar. Memindahkan hasil tangkapan ikan yang lumayan banyak. Pemandangan ini tampak begitu mendamaikan bagi Axel dan Estherina.
"Hei, kalian mau ke mana?" tanya Esther ketika dia berpapasan dengan sekumpulan anak remaja.
"Eh, kak Esther, kami mau mencari kerang di pesisir pantai sana. Ini sudah musimnya, pasti kerang-kerang itu banyak bermunculan. Apalagi ketika air surut seperti sekarang."
Anak-anak itu mengenal Esther karena kemarin sore merekalah yang Esther traktir dengan menggunakan uang Axel.
"Wah, sepertinya menyenangkan. Apa kami boleh ikut?" pinta Esther langsung mengikutsertakan Axel, meskipun pria itu belum menyetujuinya.
"Wihh, beneran nih, Kak? Boleh dong, ayo kita berangkat sekarang!" ajak anak itu antusias.
"Yess, ayo pak menteri!" Esther menarik tangan Axel tapi pria itu tetap bergeming sambil menatap Esther yang terus seenaknya.
"Kenapa lagi, Pak?"
"Kita harus kembali Esther, paman Callan tadi bilang kalau Hans dan Joe akan membeli bensin untuk mobilku jam 8. Pukul sepuluh kita harus sudah pergi dari desa ini, supaya tidak kesorean di jalan."
"Ini masih jam 7, Pak. Kita punya cukup waktu untuk bersenang-senang sebentar lagi. Momen langka ini tidak boleh disia-siakan, kapan lagi coba bisa panen kerang di pantai dengan leluasa tanpa diperhatikan banyak orang?"
"Iya, tapi bagaimana kalau—"
"Aku jamin tidak akan terjadi apa-apa. Mau yaaa, please. Anggap ini sebagai perayaan damai kita setelah dua tahun bersitegang."
"Bukan aku yang mengajak bersitegang, ya," kata Axel.
"Iya, memang itu salahku. Ulahku yang terlalu ceroboh ini sampai membuatmu tak nyaman. Makanya sekarang kita rayakan perdamaian ini. Aku janji ini akan jadi kali terakhir aku meminta ini itu padamu. Setelah pulang dari sini, aku akan jaga jarak lagi denganmu."
"Oh, begitu, jadi kau baik padaku sekarang karena sedang ada butuhnya saja. Nanti kalau sudah kembali, kau akan pura-pura tidak mengenalku lagi?"
"He he, bukan begitu, ih. Kan jaga jarak ini permintaanmu. Masa pak menteri lupa?"
Axel diam lagi, beberapa jam terakhir dia sering merasa tertusuk dengan pernyataan-pernyataan Esther.
"Kak Esther ... sedang apa? Katanya mau ikut?!" teriak seorang anak.
Esther langsung melambaikan tangan dan berlari menghampiri anak itu. Tak lupa ia seret serta Axelino bersamanya. Pria itu patuh tanpa banyak komentar.
***
Proses pencarian kerang pun mulai dilakukan. Awalnya Esther dan Axel melihat cara anak-anak itu mencari kerang. Ada yang menggunakan sekop, cangkul kecil, pun ada yang membawa alat pengeruk pasir khusus. Katanya alat itu bisa memudahkan menggali kerang yang tersembunyi di dalam pasir. Satu persatu kerang aneka jenis bermunculan, kerang-kerang di sana didominasi jenis kapah putih. Kata anak-anak di sana, rasa kerang ini sangat nikmat karena ada sensasi manis-manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonist, Me?
General FictionKisah seorang gadis yang terlempar ke dunia lain dan harus menjalani takdir keduanya sebagai antagonis yang dibenci semua orang, termasuk Axelino Callandra.