Bab 5

286 51 12
                                    

Pemandangan yang semula hanya berisi hamparan laut luas dengan ombak yang bergulung ke pantai. Pun hamparan pasir  lembut dengan beberapa pohon kelapa yang bergoyang tertiup angin, kini perlahan mulai berubah seiring dengan trek jalan yang dilalui jeep yang Axel kendarai. Kurang lebih sudah dua jam setengah mereka di perjalanan dalam upaya mengejar pencuri ponsel Esther. Gadis itu mulai gelisah dan takut karena saat ini mereka sudah sangat jauh meninggalkan area resort.

"Pak menteri, kau yakin ini menuju tempat pencuri itu?"

"Berdasarkan titik pelacakan arahnya sudah benar."

"Apa sebaiknya kita urungkan saja niat kita mencari pencuri itu, Pak?"

"Tidak, sudah sejauh ini jika pulang tanpa hasil maka perjalanan kita sia-sia."

"Tapi ini daerah mana, Pak? Sudah dua jam lebih loh kita di perjalanan, Bapak juga tidak sempat istirahat."

"Aku baik-baik saja."

"Tapi ... ahh gimana menjelaskannya, ya?"

"Kau kenapa? Ekspresimu aneh."

"Tidak apa-apa, lanjut saja," kata Esther memegangi perutnya.

Peluh keringat bercucuran di pelipis Esther, Axel menyadari itu kemudian menepikan mobilnya.

"Kau sakit?"

"Ti-tidak, Pak."

Axel menyimpan punggung tangannya di dahi Esther, dan hasilnya suhu gadis itu normal. Dia tidak sedang demam.

"Lalu kenapa?"

"Aku kebelet, ingin pipis."

"Hhh, kenapa tidak bilang dari tadi?"

"Mobilnya melaju kencang dan kau fokus sekali, aku takut mengganggu."

"Sudah sana, pipis dulu."

"Di manaaa? Ini tengah hutan, lihatlah sekeliling kita, di sepanjang mata memandang hanya ada pepohonan dan tak ada toilet."

"Di balik pohon saja," suruh Axel.

Esther melotot jengkel, "Tidak mau! Memangnya aku anjing apa, pipis di bawah pohon."

"Ini darurat, tidak usah pilih-pilih tempat. Cepat turun!" perintah Axel namun tak didengar Esther.

"Tidak, lebih baik aku tahan saja sampai nanti ketemu pemukiman."

"Menahan pipis itu bahaya, jangan ngeyel!"

"Aku tetap tidak mau pipis di bawah pohon!" tegas Esther dengan susah payah.

Axel mendengus kesal, dia melepas sabuk pengamannya kemudian turun dari mobil setelah meraih sekotak tisu. Tak lama dari itu dia membuka pintu mobil di samping Esther. Dia buka sabuk pengaman gadis itu dan membopong Esther tanpa izin. Otomatis gadis itu meronta.

"Turunkan akuuu ... huaaa ... ayahh ... ibuuu ... tolong!!!" teriak Esther terus meronta."

"Diam, jika ada yang lihat, orang bisa salah paham," tegur Axel.

"Mana ada orang di hutan!" sentak Esther keras.

"Lalu apa kau bukan orang?" balas Axel.

"Huaa ... kau menyebalkan!"

Kaki Esther terus meronta, untungnya mereka sudah sampai di salah satu pohon besar yang di sekitarannya banyak ditumbuhi rerumputan dan tanaman liar.

"Kau bisa pipis di sini, aku tunggu di balik pohon ini. Cepat!"

"Tidak mau aku --ahh!" Esther mengaduh karena kantung kemihnya terasa agak ngilu.

"Mau kubantu?" tawar Axel dengan tatapan jengkel karena Esther super sulit diberitahu.

Antagonist, Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang