"Ahh ... kepalaku, kenapa rasanya berat seka-haaa ... astaga! Di mana ini?" kaget So Eun begitu mendapati dirinya berdiri di pembatas mercusuar.
Di bawah sana, tampak air bergelombang menabrak karang dan dataran tempat mercusuar ini berdiri kokoh.
"A-aku di mana? Apa ini surga? Tapi kenapa surga sangat menyeramkan? Kakiku kebas, kenapa aku naik ke sini. Masa orang mati mau bunuh diri?"
Kaki So Eun melemas, ia tidak begitu suka laut karena pernah memiliki pengalaman buruk di masa kecil. Kenapa ia bisa ada di sana? So Eun ingat bahwa dia sudah mati, akan tetapi rasanya tetap menakutkan jika harus mati dua kali. Ya, dia ingat betul kejadian yang membawanya ke alam baka ini. Dia tertabrak truk dan meninggal di tempat. Entah jasadnya ada yang menyemayamkan atau tidak. Yang jelas, gadis itu tidak ingin mati lagi.
"Ah, sial, kenapa aku kakiku kaku sekali? Aku mau turun, gimana caranya iniii?" rengek gadis itu frustrasi.
Dia tidak berani melihat ke bawah karena pemandangan ombak itu seperti ingin menerkamnya hidup-hidup, eh mati-mati, kan dia sudah mati. Setidaknya itulah yang So Eun ingat.
"Tolong ... apa ada orang di sini? Tolong akuuu, turunkan aku dari tempat ini. Aku tidak mau mati. Tolong ... tolong—akh!" So Eun meringis di akhir kalimat saat tiba-tiba ada yang menarik tubuhnya ke bawah tiba-tiba.
Tangan orang itu melingkar di perutnya, karena kaget So Eun memejam erat. Ia kira dia akan jatuh, tapi setelah diam beberapa saat ia merasakan kungkungan tangan terurai dari perutnya. So Eun menoleh ke belakang dan mendapati seorang pria sedang terengah—mengatur napas sambil menatapnya tajam, penuh kekesalan.
"Mau sampai kapan kau melakukan kegilaan ini, Esther? Bisa tidak, jangan melakukan hal bodoh yang bisa membahayakan dirimu sendiri? Kau itu bebal atau bagaimana, hah?!" sentak pria itu membuat So Eun tersentak.
Apa-apaan pria itu, kenapa membentakku seenak jidat? Dan siapa pula itu Esther? So Eun tidak kenal.
"Apa, sih? Kenapa marah-marah padaku?"
"Karena kau selalu merepotkan banyak orang! Setelah mempermalukan Viona di depan umum, kini kau mau bunuh diri begitu? Kau pikir siapa yang peduli jika kau mati? Tidak ada! Asal kau tahu itu!"
"Demi Tuhan aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Bisa tidak jangan marah-marah? Aku sensitif kalau dimarahi, mungkin di kehidupan sebelumnya aku akan diam ketika ada orang yang merendahkan atau menghinaku tapi kali ini tidak begitu. Meskipun aku baru berada di sini beberapa menit lalu, tapi kematian memberiku banyak pelajaran. Salah satunya adalah melawan orang menyebalkan sepertimu. Memarahi perempuan yang sedang kesulitan, memangnya kau tidak malu, hah?!"
"Kau yang membuat semua ini menjadi sulit. Sudah berapa kali kukatakan, aku tidak akan pernah menyukai gadis arogan sepertimu. Apa penolakanku selama ini kurang jelas bagimu? Berhenti merecoki hidupku dan jalani hidupmu sendiri dengan damai. Sampai kapan pun, aku tidak ingin berurusan dengan perempuan licik sepertimu, kau paham?!"
So Eun menyugar rambutnya kemudian berkacak pinggang. Pria ini benar-benar menguras emosinya. Baru pertama kali bertemu namun laganya benar-benar minta dihajar.
"Dengar ya pria sok kecakepan, sumpah demi masuk surga, aku pusing mendengar ocehanmu. Tujuanku ke alam baka adalah untuk mencari ketenangan hidup, kenapa juga kau malah muncul dan mengacaukan semuanya? Kau tidak menyukaiku? Terserah! Aku tidak peduli, memangnya siapa juga yang suka padamu?!"
"Kau!" tegas pria itu singkat, padat, tajam.
"Kau Estherina Ludwig, kau perempuan gila yang mengiba untuk menjadi pasanganku sejak dua tahun lalu. Jika tahu akan berakibat sefatal ini, harusnya sejak awal aku tidak pernah bertemu. Bertemu denganmu adalah petaka bagi kehidupanku. Jadi, selagi aku masih berbaik hati, maka mundurlah dengan teratur. Jangan menampakkan wajahmu di hadapanku lagi, karena aku sangat membencimu. Kau mengerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonist, Me?
General FictionKisah seorang gadis yang terlempar ke dunia lain dan harus menjalani takdir keduanya sebagai antagonis yang dibenci semua orang, termasuk Axelino Callandra.