~C A N Y O U L I S T E N T O M E ~
~B A N D A A C E H ~
~ R A B U , 4 S E P T E M B E R 2 0 2 4~Mentari yang sudah berdiri gagah menampakkan kekuarasannya seolah olah sedang menantang bumi yang berada di bawahnya. Seorang gadis dengan wajah yang masih lebam terlihat masih damai dalam dongeng yang sangat panjang. Luna yang biasanya tertidur hanya beberapa jam saja, namun untuk kali ini Luna seakan belum sadar bahwa waktu terus berjalan.
Dengan semakin bersinarnya matahari Luna mulai terganggu akan cahaya yang mulai menembus kaca yang berada tepat di atas meja belajar dimana dengan mudah matahari menerobos dan membiarkan cahayanya menuju tempat tidur gadis itu.
Perlahan namun pasti Luna mulai membuka matanya dan perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk ke pupil matanya. Dengan badan yang masih remuk rasanya Luna berusaha bangkit dari tempat tidurnya.
Setelah dirasa semua nyawanya terkumpul Luna mulai bangkit dari tempat tidur dan memperhatikan pakaian yang di gunakan saat ia bercermin. Saat ini Luna menggunakan kaus dan juga celana trening serta luka yang ada di keningnya sudah di tutup.
“Siapa yang bawa aku ke rumah?”
Flashback On
“Kita gak bisa biarain dia gini aja Lyn, gue takut kejadian satu tahun lalu ke ulang lagi,” ujar Valeria dengan wajah yang cemas.
“Bener kata Ale, kita gak bisa bisa biarin kejadian itu keulang lagi, mending nih orang kita pulangkan aja kerumanya. Setidaknya kita gak lagi ngurusi mayat, gue trauma ngangkat mayat,” tambah Siska.
“Ayo bantu angkat nih orang,” ujar Celyn.
“Eh, tunggu dulu kita harus ilangi sidik jari kita dulu di tubuh nih orang,”cegah Valeria.
“Lo tenang aja, nih orang pasti gak akan bisa tuntut kita ke jalur hukum. Lo tau sendirikan dia bukan orang berada. Dapet uang dari mana dia bisa tuntut kita ke pengadilan,” ujar Celyn dengan nada meremehkan Luna.
“Udah mending kita angkat sebelum ada yang liat.” Mereka bertiga mulai mengangkat tubuh luna. “Berat banget sih nih orang, mending kita seret aja,” ujar siska.
Akhirnya mereka membuka tali yang ada di tangan Luna, dengan begitu mereka dapat dengan mudah menyeret tubuh Luna menuju garasi dan membawanya keluar dari area vila.
Flashback Off
Dengan badan yang masih sakit, Luna memaksakan untuk tetap masuk kerja. Saat ini Luna sudah tidak masuk sekolah lagi karena sudah selesai dengan ujian akhir sekolah otomatis sekarang sudah saatnya libur panjang menanti.
Luna berharap dengan dia yang bisa kerja full time di café dapat dengan mudah membantu ekonomi sang Ibu. Dengan begitu uang yang di kumpulkan akan lebih cepat. Luna tak sabar ingin memulai kehidupan barunya dengan sang Ibu. Walau pun tak ada jaminan saat ia pindah rumah dari kosan yang lama, sang Ayah tidak mengikuti mereka. Setidaknya ia ingin pindah dari lingkungan kumuh itu dan memilih tempat tinggal yang lebih nyaman untuknya dan juga sang Ibu.
“Lho Luna, jam segini kok udah masuk?” Tanya seorang karyawan café tempat Luna bekerja.
“Iya Kak, mulai hari ini Luna bakalan masuk full time karena udah selesai sekolahnya,” ujar Luna dengan senyum yang mereka.
“Ohhh gitu, seneng deh akhirnya gak perlu repot-repot sendiri. Ya walau pun kalau pagi belum banyak yang datang,” ujar Tina- teman kerja Luna yang memang satu bagian dengan Luna yang bertugas menyuci piring.
“Iya Kak.”
“Eh itu jidat kamu kenapa?” Tanya Tina sambil menunjuk kepala Luna.
“O-ooh ini semalam kepelesat dikamar mandi terus terantuk pintu,” jawab Luna dengan gugup. Karena Luna bukan tipekal orang yang mudah dalam berbohong, apa lagi dengan orang yang selalu bersikap baik kepadanya.
“Ihh, pasti ngilu ya,” Tina meringis membayangkan saat Luna terkena ujung pintu.
“Udah gak papa kok Kak,” ujar Luna dengan senyum.
“Mangkanya kamu hati-hati kalau lagi di tempat licin begitu,” Luna menjawab dengan senyum dan juga anggukan.
Selain sang Ibu sekarang Luna sudah mempunyai teman yang bisa menjadi tempatnya melepas lelah saat dunia memperlihatkan sisi lain yang mengerikan. Luna selalu merasa bersyukur bisa menjadi bagian dari karyawan Mentari café. Disini semua karyawan selalu baik kepadanya tidak membanding-bandingkan apa lagi diantara semua karyawan yang ada di café ini Luna lah yang paling muda.
Disaat para karyawan kebanyakan sudah taman sekolah misalnya berumur 18 sampai 22 tahun, berbeda jauh dengan Luna yang masih berumur 15 tahun. Namun perbedaan umur yang jauh ini tidak membuat meraka merasa akward. Bahkan banyak di antara karyawan yang menganggap Luna sebagi adik mereka. Tak jarang mereka memberika waktu istirahat yang lebih untuk Luna menyelesaikan tugas sekolahnya saat café sedang sunyi.
“Luna,” panggil seseorang yang sumbernya dari samping Luna.
Luna pun langsung menolehkan kepalanya ke arah sumber suara, “Kak Andra,” ujar Luna dengan kaget karna kedatangan pria itu yang sudah ada di sampingnya.
Keandra terkekeh melihat respon gadis itu yang terlihat kaget akan kedatangannya, “kamu kok pagi-pagi udah ada di sini, bolos yaa,” ujar Keandra dengan nada mengejek.
“Mana ada Kak,” ujar Luna dengan senyum saat mendengar pria itu yang memang sering mengusilinya.
“Yang ada Kakak kok pagi-pagi ada di sini, emang gak ngampus?” Tanya Luna.
“Aku adanya kelas siang, entar jam 2 baru ada kelas. Kamu sendiri kok ada di sini, bukannya jam segini masih harus sekolah?”
Luna mengelap sisa air yang ada di tangannya setelah itu mengalihkan pandangannya ke arah pemuda yang ada di sampingnya, “aku udah tamat Kak. Jadi untuk dua bulan kedepan aku bakalan masuk full time. Kemarin itu mau kasih tau Kakak, tapi Kak Andra malah gak masuk café beberapa hari jadinya Luna belum sempat kasih tau Kakak. Luna udah izin kok sama Kak Reja,” Keandra pun mengangguk mendengar penjelasan gadis itu.
“Oh ini aku ada hadia buat kamu, bentar aku ambil,” Keandra beranjak dari dapur.
Luna yang penasaran pun mengikuti pria itu sampai di loker tempat menyimpan barang karyawan. Disana Andra membuka Lokernya dan mengeluarkan kotak dan langsung menyerahkannya kapada Luna, “buat kamu.”
“Eh, Luna gak gak mau Kak,” Luna pun langsung mengembalikan kotak itu kepada Keandra kembali.
Seolah tidak mau di tolak Keantra kembali mengambil tangan Luna dan meletakkannya dengan sedikit pemaksaan kepada gadis itu, “ini ponsel aku jaman SMA yang udah gak di pakai lagi. Kamu bisa pakai, kan kamu udah masuk SMA jadi pasti butuh ini. Jadi kalau mau ngerjai tugas gak harus nunggui computer café kosong dulu,” ujar Keandra dengan lembut. Ia tau kalau Luna pasti akan menolah pemberiannya.
“Ta..tapi Lu..na,” ujar Luna tidak bisa berkata-kata lagi. Sejak dulu Luna memang tidak mempunyai ponsel. Namun, Luna bukan gadis yang kuno akan teknologi. Kemampuannya dalam bidang akademik memberikannya kesempatan dalam mendapatkan fasilitas yang selama ini tidak perna ia dapakan dari Ibu atau Ayahnya.
Semenjak Luna bergabung dalam jajaran siswa yang sering mengikuti olimpiade, Luna mendapatkan fasilitas berupa laptop dan juga tablet sebagai saranan belajar. Karena pihak sekolah tahu bagaimana kekurangan gadis itu dalam hal finansial. Namun, Luna tidak perna mau membawa alat elaktronik itu ke rumah dengan alasan tidak mau kecongan sang Ayah yang bisa kapan saja mengambil fasilitas yang di berikan kepadanya.
“Kalau rejeki itu gak baik di tolak Luna. Lagi pula itu ponsel udah lama gak di pakai, lebih baik kamu pakai bisa bermanfaat. Kalau kamu pakai belajar pakai ponsel itu kan kehitung dapet pahala juga akunya. Jadi jangan di tolak yaa…”
“Makasih banyak Kak. Luna pasti gunai ponselnya dengan baik,” ujar gadis itu dengan senyum yang mereka.
“Lunaaa, itu ada rombongan anak SMA bisa tolong di anter ke meja 7,” panggil Ningsi.
“Yok semangat kerjanya,” ujar Keandra memberikan semangat.
Jangan lupa Vote dan Komen

KAMU SEDANG MEMBACA
ᴄᴀɴ ʏᴏᴜ ʟɪꜱᴛᴇɴ ᴛᴏ ᴍᴇ?
Teen Fiction⚠️𝔻𝕚𝕓𝕦𝕒𝕥 𝕦𝕟𝕥𝕦𝕜 𝕕𝕚 𝕓𝕒𝕔𝕒 ⚠️𝔹𝕦𝕜𝕒𝕟 𝕦𝕟𝕥𝕦𝕜 𝕕𝕚 𝕡𝕝𝕒𝕘𝕚𝕒𝕥 Hidup dibawah garis kemiskinan ditengah hiruk pikuk ibu kota sudah menjadi rahasia umum. Nasib inilah yang terjadi pada gadis bernama Saluna. Ayahnya merupakan peju...