[9] Puncak Kesengsaraan

1 0 0
                                    

~C A N Y O U L I S T E N T O M E ~
~B A N D A A C E H ~
~ S A B T U , 7 S E P T E M B E R 2 0 2 4~

Sudah dua minggu Luna masuk kerja full time yang membuat pemasukkannya juga lebih optimal. Belum lagi sang Ayah yang memang belum menunjukkan batang hidungnya selama satu bulan terakhir. Rencananya sebelum masuk sekolah ini Luna ingin mengajak sang Ibu mengambil kosan yang lebih dekat dengan sekolah dan berada di pinggir jalan yang membuat aktivitas mereka lebih muda.

Banyak harapan yang Luna letakkan setelah semuanya sudah selesai dengan finansial yang ia siapkan untuk sang Ibu. Selama hampir dua bulan bekerja di café Mentari, selama itu juga uang yang ia dapatkan selalu di simpan di dalam bank. Luna lebih memilih membuka rekening dari pada membuat kesalahan ke dua kalinya. Kartu debit yang menyimpan semua uangnya pun di simpan sanggat rapi dalam sebuah buku yang terletak sangan dalam di antara buku pelajarannya yang lain.

“Akhirnya bisa tidur juga,” Luna yang baru pulang kerja langsung mengistirahatkan badannya.

Kebiasaan yang akhir-akhir ini membuatnya kelelahan dan sering tertidur walau pun belum membersihkan badannya. Ternyata sangat lelah kerja full time yang membuatnya sadar bahwa pekerjaan yang dilalukan sang Ibu lebih berat. Apa lagi saat sampai rumah sang Ayah sedang dalam ke adaan mabuk dan melakukan penyiksaan yang membuat badan sang Ibu rasanya pasti ingin remuk.

Klik

Terdengar suara pintu yang terbuka pintu terbuka, seperti biasanya sang Ibu akan kedapur terlebih dahulu. Luna yang memang sudah mulai masuk alam mimpi samar-samar mendengar suara orang di dapur. Terdengar suara pintu terdengar suara orang masuk ke dalam kamar yang samar-samar. Bau yang sangat menyengat tercium menganggu tidur Luna yang sudah hampir menuju alam mimpi.

“Ayah,” ujar luna dengan nada serak.

“Dimana uang, Ayah mau ambil uang,” racau sang Ayah membuat yang membuat Luna terbangun dan menghalangi ingin membuka lemarinya.

Ia ingin membuka lemari dan memberantaki isinya. Dengan cepat Luna menghalangi sang Ayah sebelum bertindak lebih jauh. Dengan sekali dorongan sang Ayah terjatuh dan Luna dapat melihat bahwa Ayahnya dalam keadaan sedikit mabuk.

Jafran bangkit dari duduknya dan langsung mencekik leher Luna, “makin besar makin terlihat seperti Ibumu, sama-sama tukang ngelawan kamu.” Luna berusaha melepas tangan sang Ayah yang seolah berusaha meremas lehernya sangat kuat.

Dengan sisa napas yang Luna punya, gadis itu langsung menarik rambut sang Ayah dan langsung membenturkan ke tembok yang ada di belakang sang Ayah. Setelah tangan Jafran terlepas dengan rakus Luna menghirup oksigen dan juga memenggai lehernya yang sangat sakit serta menimbulkan bekas kemerahan.

Jafran yang masih menetralisir rasa sakit di kepalanya. Luna yang melihat itu langsung berusaha kabur keluar kamar. Tapi, baru saja keluar dari area kamar sang Ayah dengan mudah menarik baju Luna, membuat gadis itu terjatuh kelantai.

“Udah gak bisa di lebuti berarti kamu, mari kita langsung kepuncaknya aja pelacur,” ujar jafran sambil menekat kata terakhir.

Dapat Luna lihat aura yang menyeramkan dari sang Ayah. Luna melihat aurah kemarahan, nafsu, dan juga rasa benci yang seolah menjadi satu. Dengan sekali tarikan Jafran dapat mengagkat Luna yang tadinya masih terduduk di lantai. Jafran dengan masih menarik baju Luna membuat gadis itu merasa tercekat akibat baju bagian belakangnya di tarik membuatnya bangun dari posisi duduk dan mengikuti sang Ayah menuju kamar.

Dengan sekali hempasan Luna terjatuh di pinggir kasur. Jafran yang sudah di rundung rasa marah pun langsung menaiki tubuh sang putri dengan menahan kedua paha Luna agar tidak memberontak. Jafran juga menahan kedua pergelangan tangan Luna yang kemudian di bawah ketas kepala. Dengan posisi yang sudah terkunci dengan mudah Jafran langsung melumat bibir Luna dengan mudah.

Walau pun sudah dalam keadaan terkunci Luna berusaha menggeliatkan badannya agar membuat Sang Ayah merasa lelah akan perbuatnnya. Setelah bibir Jafran melumat bibir Luna membuatnya langsung menegang.

Setelah ciuman itu terlepas Luna dapat melihat bahwa yang ada di depannya pasti bukan sang Ayah, “bajingan kau, sadar aku ini anakmu. Jafrann…”

Ehmm…”

Dengan cepat Jafran kembali melumat bibir Luna, guna meredam suara gadis itu. Setelah puas dengan bibir Jafran mulai menuju leher Luna dan menghisapnya dengan kuat.

Hiks…. sadar Yahh… ini Luna hiks….”

Luna yang tak kuasa menahan air matanya. Badannya rasanya sudah remuk dan menghadapi sang Ayah yang di selimuti akan nafsu membuatnya kewalahan.

Setelah di rasa Luna tak lagi melawan Jafran melapas satu tangannya yang tadi memegang Luna dan langsung menarik kaus yang di gunakan Luna dengan mudah. Dengan sekali tarikan kaus yang digunakan Luna sudah terlepas yang memperlihatkan aset penting gadis itu.

“A..ayah jangan, Luna mohon a..ayah jangan. Luna minta maaf kalau ada buat salah sama Ayah. Luna capek yahhh…” ujar Luna dengan air mata yang terus mengalir.

Jafran memandang wajah anaknya di tengah lampu yang remang-remang di tambah cahaya bulan yang menyinari keduannya. Masih dengan napas yang terenggah-enggah akibat tubuhnya dibalut dengan emosi membuatnya sulit di kontrol.

Hiks… Luna capek Yah. Luna capek, Luna pengen punya kehidupan kayak orang lain. Kita lupakan semuanya ayo mulai semuanya dari awal, Luna bakalan maafin Ayah.”

Jafran diam, entah apa yang ada di pikirannya.
Melihat keterdiaman sang Ayah, Luna dengan sisa tenaganya langsung menendang sang Ayah hingga terjatuh. Gadis itu langsung membenarkan bajunya yang sudah robek akibat tarikan sang Ayah. Ia mengambil jaket yang terletak di lantai dan berusaha keluar rumah dengan berteriak minta tolong.

“TOLONG…TOLONG …To. Ehmmm.”
Jafran dengan mudah menarik Luna kembali masuk ke dalam kamar. Kali ini Jafran benar-benar marah melihat perlakuan sang anak. Dengan tindakan yang sama memukul kepala bagian belakang Luna menggukan sapu membuat gadis itu terkulai lemas.

Dengan mudah jafran membawanya kembali ke tempat tidur dan mulai melucuti satu persatu pakaian Luna dan langsung melakukan tindakan tak senonoh. Sakit, hancur, dendam, amarah menjadi satu, namun semua itu hanya pasrah yang dapat Luna lakukan. Dengan darah yang terus mengalir membuat Luna semakin lemas.
Rasa sakit di kepala dan juga pusat intimnya membuat semuanya seakan ingin membunuhnya secara perlahan. Sekuat tenaga Luna menahan desahan akibat perbuatan sang Ayah. hanya jeritan yang tak terlepaskan akibat mulutnya yang di ikat mengunakan tali. Tanggan Luna juga ikut di ikat pada kepala ranjang membuat perlawanan yang Luna serasa sia-sia.

“Aku mohon tuhan, dari hatiku yang paling dalam. Tolong jemput aku.”

Jangan lupa vote dan komen

ᴄᴀɴ ʏᴏᴜ ʟɪꜱᴛᴇɴ ᴛᴏ ᴍᴇ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang