BAHAGIANYA KESALKU

134 11 0
                                    

"Assalamualaikum Mas Fadhlan. Sini tasnya!" senyum cerah memang selalu Fadhlan dapatkan dari istri tercintanya saat tiba di apartemennya.

Bukan hanya senyum, ada kecupan dan pelukan dari istrinya yang menghangatkan jiwanya. Kondisi di luar kadang membuat dirinya kelelahan tapi kembali ke rumah, rasanya Fadhlan selalu saja menemukan surga.

"Maaf ya, tadi Mas nggak ngejemput dan Bunga tadi bawa mobilnya ngebut nggak?"

Ini hari pertama Fadhlan tidak datang ke kampus istrinya.

Tadi pagi sih rencananya dia ingin menjemput tapi ada beberapa hal yang harus diselesaikannya sehingga dengan bantuan adiknya lah Gendis bisa pulang ke rumah.

Fadhlan memang tidak mengizinkannya untuk naik ojek online atau taksi online atau kendaraan umum. Dia sedikit memaksa adiknya untuk mengantarkan istrinya sampai di rumah dengan selamat.

Bahkan Fadhlan tidak mengizinkan istrinya jalan sendiri menaiki lift! Fadhlan meminta adiknya untuk mengantar sampai ke dalam rumah. Memang Fadhlan ini sedikit kelewatan karena sikap over protektif-nya.

Tapi ini justru membuat istrinya menikmati cara Fadhlan mencintainya.

"Sudah, santai dulu! Sini aku bantu buka sepatunya Mas! Nanti cuci tangan dulu ya, terus makan! Atau Mas mau langsung mandi dulu baru makan?"

"Enggak, sekarang Mas mau makan dulu saja baru mandi!"

Gendis mengikuti ingin suaminya. Dia menyiapkan seperti biasanya, tapi memang ada yang tidak biasa dengan sikap suaminya yang tidak banyak bicara.

"Mas ada masalah ya?" tebaknya, membuat suaminya melirik padanya namun tidak mengakuinya. Dia hanya mengelus wajah istrinya dan membuka mulutnya menandakan kalau makanannya sudah habis.

Hari ini Fadhlan sedang malas makan sendiri. Dia ingin istrinya saja yang menyuapinya.

"Kalau ada masalah jangan terlalu dipikirkan, Mas. Tenang saja, setiap masalah itu pasti ada jalan keluarnya. Karena Tuhan itu sudah buat masalah itu sepaket dengan jalan keluarnya. Jadi kita tinggal memohon dan berusaha saja segera dipertemukan ke pintu keluarnya."

"Makin bijaksana istri Mas. Jadi makin sayang Mas sama si manis ini."

"Hihi, istrinya siapa dulu dong? Dokter Fadhlan yang gantengnya seantero jagat gak ada yang ngalahin," ucap Gendis tumben-tumbenan dia memuji suaminya.

Biasanya merayu yang seperti ini Gendis paling minder! Hanya Fadhlan saja yang sering menggombalinya.

"Kok kamu jadi aktif gini puji-puji Mas? Jangan-jangan di kampusmu ada laki-laki yang banyak menggodamu ya jadi kamu pinter gombal?"

"Hihi, bukan Mas!" Gendis jadi terkekeh melihat wajah tegang dan frustasi milik suaminya.

"Tadi aku diajarin sama Bunga, katanya kalau sama Mas Fadhlan, harus sering-sering digombalin biar banyak dapat perhatian dan dapat banyak uang jajan."

Yah, Fadhlan ingat betul bagaimana adiknya yang boros itu suka sekali meminta uang jajan padanya.

Dulu, sebelum dia menikah dengan Gendis, ada saja cara Bunga untuk menghipnotis Fadhlan agar lembaran-lembaran bergambar Soekarno Hatta keluar dari dompetnya.

"Jadi dia mengajarimu untuk minta tambah uang jajan?"

"Hihi, uang jajanku cukup kok Mas, cuma ada yang gak cukup."

"Apa?" tanya Fadhlan serius, tak ingin istrinya kekurangan sesuatu.

"Luasnya hatiku menampung semua cintaku untuk Mas Fadhlan. Kayaknya terlalu kecil ukurannya, padahal cintaku banyak banget ya buat Mas, jadi sampai luber-luber!"

Fadhlan tidak tahu harus terkekeh atau meringis ketika mendengar gombalan receh istrinya ini. Awas aja ya nanti adiknya si Bunga itu. Fadhlan akan membuat perhitungan sendiri karena sudah berani-beraninya meracuni otak kakak iparnya dengan rayuan gombal!

Padahal kan biasanya Fadhlan yang bisa menggoda Gendis. Kini lahan Fadhlan untuk membuat istrinya gugup dan malu-malu hilang sudah!

"Besok, Mas bakalan ngurangin subsidi uang jajannya Bunga."

"Eh, kenapa Mas? Kok gitu?" Gendis jadi merasa bersalah. "Aku salah ya Mas?" protes Gendis yang kini wajahnya sudah terlihat ketakutan.

Fadhlan sangat senang sekali kalau istrinya sudah bisa digoda sampai gugup begini.

Malah senyumnya kini yang merekah saat dia berdiri dan tak memedulikan istrinya yang masih ingin membujuknya.

"Mas, jangan kurangin jatahnya Bunga dong, kesian kan--" Gendis makin mengejar.

"Gak bisa!"

"Mas, ayolah! Aku minta maaf kalau aku salah. Tapi jangan gitu ke Bunga. Aku janji deh bakal ngelakuin apapun yang mas Fadhlan mau asalkan uang jajan Bunga nggak dipotong."

"Beneran?"

"Hm!" bujuk Gendis, dan sebenarnya ini membuat suaminya ingin tertawa lagi.

Selama ini Gendis selalu melakukan apapun yang dia perintahkan. Lalu sekarang dia ingin menawarkan sesuatu yang selalu dia lakukan? Melakukan apapun untuk Fadhlan. Bukankah itu tidak berguna?

Tapi ini boleh juga!

Tiba-tiba saja ada sebuah ide di dalam benak pria yang tadi sudah mendapatkan pressure cukup kuat di rumah sakit untuk menjahili istrinya sekarang.

Gendis memang hiburannya Fadhlan di rumah dan selalu membuat dirinya bisa tersenyum dan melepaskan semua rasa letihnya. Lepas dari neraka dan kepenatan dunia.

"Boleh. Asal selama sebulan kamu nggak boleh menolak permintaan Mas apapun itu!"

"Siap Mas!" dengan polosnya Gendis menjawab yang menambah mood booster di dalam hati Fadhlan.

"Mas mau apa memang?"

"Hm ... Sekarang Mas mau dimandiin, termasuk dikramasin dan disikatin giginya juga!"

(Bersambung)

***

Terima kasih sudah membaca kisah Fadhlan dan Gendis.

Setelah bab ini, sebelum masuk ke bab 10 (edisi novel cetak) ada ekstra part yang bisa di baca di karyakarsa

https://karyakarsa.com/richirich/extra-part-bab-9-area-21

Untuk yang mau mampir silakan. Extra part tidak mempengaruhi isi bab secara keseluruhan, ya Kak. Itu hanya extra untuk adegan yang lebih detail 😊😊😊

Terima kasih, tetap bahagia, berkelimpahan, sehat dan semangat ya Kak 😘😘😘
    

Istriku Semanis Kopi SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang