RENCANA GAGAL!

202 12 1
                                    

"Yah!" Tapi lagi-lagi senyum Puspa pupus ketika kakaknya melarang Gendis membuatkannya takoyaki. Padahal Gendis sudah semangat juga tadi mau bilang iya.

"Kamu juga nggak usah nggak enakan sama Puspa. Kita belanja kan bukan belanja buat foya-foya tapi buat kebutuhanmu. Tidak apa-apa tidak membelikan semua orang di rumah. Karena baju ini dan sepatu juga perlengkapan lainnya kamu butuh buat kuliah. Kalau kita beli untuk semua orang di rumah, namanya kita boros. Karena mereka gak butuh."

Memang Fadhlan itu cukup dewasa. Dia sudah terbiasa untuk tidak terlalu main perasaan.

Jika menurut logikanya itu tidak diperlukan maka dia tidak akan melakukannya. Cara berpikirnya sangat praktis.

Berbeda dengan Gendis yang masih tak enakan. Itulah kenapa Fadhlan betul-betul menjaga istrinya supaya tidak menyiksa dirinya sendiri.

Dari pagi keluar. tentu saja sangat lelah! Apalagi harus membuat takoyaki dulu.

Itu bukan sebuah ide yang bagus.

"Kamu juga, Puspa jangan ganggu dulu Mbakmu! Benar kata Masmu! Biarkan mereka makan dulu! Lagian, kamu sudah tahu Mbakmu gak enakan kalau dirayu, kamu malah iseng!"

Qomariah juga mendukung putranya. Puspa pun terpaksa duduk lagi dan dia tidak berani melawan Umma-nya. Meski sebetulnya tingkat kepo-nya tadi refleks saja keluar dan takoyaki juga makanan kesukaannya.

"Itu lauk dan sayurnya sudah ada di meja. Bilang saja sama mbak di dapur supaya diangetin, Fadhlan."

"Nggak usah diangetin Umma. Nggak terlalu bagus makan diangetin terus. Aku pamit sama Gendis makan dulu ya."

Ini pressure terberat yang dialami Gendis selama hidup bersama keluarga Fadhlan. Dia sampai tidak nafsu makan saat menemani suaminya makan malam.

"Kamu makannya terlalu sedikit. Agak banyakan! Aku tidak suka kalau kamu kurus!"

"Njih, Mas," meski sedang malas makan dan wajahnya tanpa ekspresi, Gendis kembali mengambil nasi dan memenuhi piringnya.

"Tidak sebanyak itu juga, tidak sehat! Sini bagi dua dengan Mas. Segitu cukup. Ambil lauknya dan makan yang benar! Jangan lupa berdoa dan tidak perlu dipikirkan perasaannya Puspa. Dia baik-baik saja kok!"

"Loh kok Mas tahu kalau aku masih memikirkan takoyaki?"

Senyum Fadhlan terbit menanggapi wajah polos istrinya yang baru saja menyeletuk sambil menatapnya terheran-heran.

"Sedikit banyak Mas paham cara berpikirmu. Jangan-jangan, nanti pas Mas lagi mandi di kamar, kamu bakalan lari pergi ke dapur buat bikinin takoyaki untuk Puspa lagi."

"Hehehe! Mas kok bisa nebak apa yang mau aku lakuin?"

Fadhlan lagi-lagi hanya geleng-geleng kepala mendengar istrinya mengakui jujur rencana yang memang sedang dipikirkan dalam benaknya itu. Tadi terasa sempurna. Tapi saat tahu pikirannya sudah ditebak Fadhlan, Gendis jadi malu.

"Tidak boleh! Seorang istri harus menurut pada suaminya, Gendis. Mas mau kamu istirahat jadi Sudah! Malam ini tidak boleh ke dapur lagi. Habis makan, biarkan saja piringnya taruh di sini. Nanti ada mbak yang membersihkan. Terus kita ke kamar. Kamu harus istirahat. Harus mandi, solat Isya, dan besok kita kembali lagi ke kampus. Mungkin malam ini kita akan ngobrol kira-kira kampus mana yang tadi itu agak cocok denganmu! Nanti kita datangin kampus-kampus lain terus kita bandingkan lagi sampai mengerucut dapat satu kampus yang pas untukmu."

"Njih, Mas."

Fadhlan tidak kepikiran menyuruh istrinya untuk mencari kampus negeri.

Dia memikirkan simple saja yang penting istrinya bisa kuliah di tempat yang diinginkan.

Tapi sebetulnya ini masih agak berat di dalam hati Gendis. Dia kepikiran sejak kemarin tapi belum berani bilang. Apa mungkin ini saat yang tepat?

"Ehm, Mas ...," makanya setelah solat isya berjamaah, Gendis yang masih memakai mukena dan baru saja Salim dengan suaminya berpikir untuk mengutarakan isi hatinya ini.

"Apa?"

Istriku Semanis Kopi SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang