BUKAN KE RUMAH

192 15 2
                                    

Kondisi fisiknya ini yang membuat Gendis jadi meragu. Untuk saat ini dia hanya bisa berdoa diam-diam seperti tadi berharap kalau akan ada keajaiban yang diberikan Tuhannya untuk membuat semuanya menjadi kenyataan.

Selama ini Tuhannya baik bukan padanya?

Memang masa kecilnya sulit. Hidup Gendis sulit. Tapi lihatlah bagaimana balasan yang diberikan oleh Tuhan padanya. Suami dan keluarga baru yang sempurna!

Suami yang menenangkan hati dan membuat perasaan Gendis tentram.

"Sudah selesai?"

"Sudah Mas! Maaf ya Mas tadi kelamaan Gendis di dalamnya?"

"Nggak apa-apa kok! Mas juga baru selesai. Ayo, kita malam ini masih tidur di rumah Umma ya. Sampai kampus kamu dapat dulu. Yah, untuk beberapa hari kedepan. Mungkin dua sampai tiga hari, kita tentuin pilihan dulu supaya nanti mulai kamis, kita bisa berbenah di apartemen. Umma, sudah bilang sih kalau apartemennya sudah dibersihkan sama room service tapi Mas mau pastikan saja sudah benar-benar bersih. Lagipula kita belum bagi oleh-oleh buat keluarga."

"Baik Mas." Gendis menurut patuh sembari mereka berjalan menuju ke arah parkiran mobil.

"Mau makan di rumah apa makan di luar?"

"Umma bilang sudah disiapkan makanan di rumah Mas. Kasihan Umma sudah masak."

Lagi-lagi jawaban yang menenangkan untuk Fadhlan. Dia senang melihat Gendis yang begitu akrab dengan ibunya dan selalu bisa membuat ibunya tersenyum. Selalu mendahulukan ibunya ketimbang dirinya sendiri.

Karena Fadhlan menikahi istrinya sekarang memang hanya untuk membuat ibunya merasa aman dan tenang dengan adanya menantu kesayangannya itu.

Fadhlan sebetulnya dari dulu khawatir kalau dia mencari wanitanya sendiri tidak akan cocok dengan Qomariah.

Kehadiran Gendis sedikit banyak memang menghibur hatinya meski wanita itu belum bisa menguasai perasaannya dan menimbulkan cinta di dalam hatinya.

"Terima kasih ya kamu sudah sayang sama umma, sama adik-adik Mas, sama kakek nenek Mas dan sama buya."

"Gendis yang banyak berterima kasih sama mereka soalnya karena mereka Gendis banyak belajar dan bisa hidup seperti sekarang Mas. Dulu saya ini nggak bisa apa-apa, cuman gadis kampung dan kalau dulu Mbok Tati nggak maksa Gendis buat nikah sama Mas pasti sekarang Gendis cuman jadi buruh tani aja karena Gendis nggak tahu mau ngapain lagi. Ya paling banter jadi buruh di pabrik Mas."

Lagi-lagi sebuah jawaban yang mengukir senyum di bibir Fadhlan. Istrinya memang selalu saja berterima kasih dan bersyukur dengan keluarganya. Dia tak pernah mendengar istrinya mengeluh.

Menurut istrinya semua kebaikan itu karena dia bertemu dengan keluarganya jadi saja ada keisengan di dalam pikiran Fadhlan.

"Kok kamu nggak berterima kasih sama Mas sih! Memang Mas nggak ada baik-baiknya ya?"

"eh, anu, Nggak gitu Mas! Maaf! Sebenarnya Gendis juga mau terima kasih kok sama Mas tapi Gendis cuman malu aja ngomongnya gimana masih bingung."

Fadhlan sempat melirik kecemasan di wajah istrinya yang langsung gagap bicara. Seakan-akan takut sekali mengecewakan dirinya.

Tapi ini membuat Fadhlan jadi tak tahan dan lepaslah tawanya.

"Kamu lucu juga ya!" ucapnya sambil kembali menepuk-nepuk kepala istrinya dengan tangan kirinya

Dan tiba-tiba saja Fadhlan kepikiran sesuatu sehingga dia memutar setir, belok ke satu pusat pembelanjaan yang sukses membingungkan pikiran istrinya. Gendis kembali mengerutkan dahi.

"Mas mau belanja?"

Istriku Semanis Kopi SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang