HARUS SATU ATAP

216 13 1
                                    

"Kamu bilang aja kalau mau menyampaikan sesuatu. Gak perlu takut, Gendis. Mas, bukan singa yang akan gigit kamu dan makan kamu, kok!" goda Fadhlan yang kini sudah duduk bersila.

"Umur Gendis masih cukup Mas buat ikut ujian masuk. Maksudku sama kayak Puspa," ucap Gendis yang mengikuti anjuran Fadhlan untuk bicara tak terlalu formal dengannya.

"Kamu mau coba masuk negeri?"

Ragu sih tapi kemudian Gendis pun mengangguk

"Iya Mas! Gendis mau coba masuk di IPB. Kan itu pertanian Mas!" dan ini pertama kalinya Gendis mengutarakan keinginan pada suaminya

Tapi Fadhlan tidak langsung setuju! Dia seperti berpikir dulu beberapa saat sebelum kembali menatap istrinya dan kini dia memegang tangan Gendis.

Dulu Memang Fadhlan tidak terlalu suka dengan kulit istrinya yang tidak seputih dirinya tapi berapa kali hari ini mereka berpegangan tangan dan kemarin juga, lalu hubungan mereka yang semakin membaik, membuat Fadhlan jadi tidak ragu-ragu lagi.

Yah, meski tangannya tidak sehalus tangan Tamara, tangan wanita yang pernah disentuh oleh Fadhlan beberapa tahun silam dan itu karena ketidaksengajaan. Karena Fadhlan selalu menjaga tangannya.

"Maafkan Mas, ya Gendis. Tapi kali ini Mas belum bisa mewujudkan keinginan kamu untuk kuliah di sana."

Sebetulnya sedih sih hati Gendis karena baru pertama kali meminta sesuatu pada Fadhlan tapi langsung ditolak mentah-mentah.

Rasanya membuat hatinya ciut!

"Maaf, bukannya Mas nggak setuju Kamu kuliah di sana karena ingin mempersulitmu. Itu kampusnya bagus sih. Cocok banget untuk orang yang ingin belajar pertanian karena memang di sana sesuai namanya Institut Pertanian Bogor. Cuma Mas punya pikiran lain. Karena Mas kerja di Jakarta, kalau kamu kuliah di sana nanti siapa yang ngurus Mas di Jakarta?"

"Astaghfirullahaladzim! Maaf ya Mas! Gendis tadi ndak berpikir panjang!"

Mata wanita itu pun jadi berair ketika mendengar pernyataan dari suaminya.

Fadhlan sendiri jadi tidak enak. Dia pun mengulurkan tangannya untuk menghapus bulir air mata yang baru saja meluncur bebas dari sudut mata istrinya.

"Mas, maafin Gendis ya! Janji, deh, nggak lagi-lagi minta sesuatu yang aneh-aneh!"

"Nggak apa-apa! tapi Mas minta maaf juga karena Mas baru kembali dari Jepang, belum bisa berbuat banyak. Dan rumah sakit yang menerima Mas kerja ini di Jakarta lokasinya. Jadi Mas belum bisa pindah ke Bogor. Dan Mas nggak mau kalau Mas nikah sama kamu, tapi kita harus tinggalnya pisah rumah. Iya memang kita pernah pisah kamar, tapi kan kita masih tinggal di satu atap yang sama. Menurut Mas kalau orang yang sudah menikah itu memang harus tinggal bersama, tidak harus LDR. Kecuali terpaksa sekali."

"Iya, Mas, maaf ya Mas."

"Gapapa, nanti kita cari saja yang di Jakarta yang masih bisa dijangkau dengan mobil dan pulang perginya juga nggak jauh!"

"Iya Mas," ucap Gendis yang masih segukan bukan karena sedih permintaannya ditolak tapi karena dia merasa bersalah dan itu belum hilang-hilang rasa tak tenang di dalam hatinya.

"Sudah tidak perlu merasa tidak enak pada mas! sini, duduk di pangkuan Mas biar Mas bisa peluk!"

"Eh-" air mata itu pun tiba-tiba saja berhenti mengalir dan wajah Gendis yang pias.

"Kita sudah menikah dua tahun, tapi Mas belum pernah memelukmu. Maafkan Mas ya, mulai hari ini Mas berusaha untuk lebih dekat denganmu. Sini."

(Bersambung)

Note:

Hai kak, terima kasih sudah membaca cerita Fadhlan & Gendis 🙏🙏🙏

Untuk bab ini ada extra part 21+ implisit yang gak aku tulis disini ya. Untuk yang mau baca, bisa ke karyakarsa

https://karyakarsa.com/richirich/extra-part-bab-5-area-21

Terima kasih 🙏🙏🙏

Istriku Semanis Kopi SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang