H. rencana

165 19 6
                                    

"AHK." Jeno meringis kala kapas yang di beri alkohol itu menyentuh luka di wajahnya. Haechan dengan hati-hati mengobati meski ia sebenarnya takut jika salah sedikit saja. Haechan meniup luka yang di beri alkohol itu untuk membatu mengurangi rasa nyerinya.

"Kalau tidak berniat mengobati, ya tidak usah," ujar Jeno. Mendengar itu wajah Haechan seketika menjadi datar. Tanpa berperasaan ia menekan luka Jeno. "Sakit Haechan!" namun Haechan hanya merotasi matanya malas. Jeno mengingatkannya jika saat ini Haechan masihlah babunya, dan jangan coba-coba untuk melawan, atau ia akan memberitahu semua kebenaran pada Mark. "Ya sudah katakan saja, aku tidak perduli lagi."

Haechan beranjak dari sana, namun sebelum sampai di pintu langkahnya berhenti saat mendengar ucapan Jeno. "Mana bisa begitu, kau yang memintaku menjadi kekasihmu dan aku juga sudah membantumu. Apa kau mau melanggar ucapanmu?" Haechan berbalik lalu menatap pemuda itu serius.

"Ya sudah kita putus. Aku juga tidak berniat menjadi kekasihmu."

Haechan keluarga dari kamar Jeno. Bibirnya mengomel, dan jangan lupakan kaki yang di hentakan gemas. "Percuma aku datang ke sini." Saat akan turun tangga tiba-tiba tubuhnya tak seimbang karena ada seseorang yang menariknya. Tubuhnya berbalik dan bertemu dengan tubuh Jeno. Haechan melebarkan matanya terkejut. "Jeno?" Haechan tersentak kala tangan Jeno memeluk pinggang dengan sangat erat. Keduanya saling berpandangan, Haechan maupun Jeno tak ada yang berniat melepaskan pelukannya. Keduanya sama-sama terpaku pada pandangan masing-masing.

"Kau pikir bisa pergi dari sini?

Jangan bermimpi. Aku tak akan membiarkanmu."

.

.

.

Manik penuh bintang itu menatap penuh binar pada semua wahana yang di taman itu. Lampu yang berwarna-warni mempercantik indahnya malam. Jaemin yang berdiri di samping Renjun memandang penuh puja pada sang kekasih. Ia sengaja mengajak Renjun ke sana karena sejak lagi tadi ia melihat wajah murung kekasihnya itu, mungkin dengan membawanya ke sana wajah ceria nan manis itu bisa kembali.

"Nana ayo naik itu." Renjun menunjuk sebuah wahana yang sangat mencuri perhatian. Jaemin menggenggam tangan mungil Renjun lalu kedua melangkah menuju wahana itu. Renjun memilih bianglala, karena ia ingin menikmati indahnya malam bersama Jaemin di atas udara. "Wahh... Indahnya," girang Renjun.

Jaemin tak ingin melewatkan keindahannya itu, ia mengeluarkan ponselnya lalu mengambil gambar Renjun yang tengah tersenyum bahagia mengagumi indahnya lampu berwarna warni di bawah sana. Jika ada yang bertanya apa yang lebih indah daripada bulan purnama yang menerangi malam, maka Jaemin dengan kesadaran penuh akan mengatakan bahwa Renjun adalah yang terindah dari segalanya. Wajah manis itu akan selalu terukir senyuman indah, dan matanya yang selalu menunjukan kebinaran akan segala hal yang ia kagumi.

Jaemin tak pernah merasa seberuntung ini seumur hidupnya. Ia telah jatuh cinta pada sosok itu pada pandangan pertama, mungkin terdengar sedikit konyol, namun itulah kebenaran Jaemin mencintai Renjun dari semasa mereka kecil. Kebaikan hatinya dan sifatnya yang ramah membuat Jaemin jatuh sejatuhnya pada sosok itu.

"Nana lihat ada bintang jatuh." Renjun menunjuk bintang jatuh tepat di atas mereka. Renjun merapat kedua tangannya dan menutup mata. Dalam hati ia memanjatkan sebuah permohonan. Jaemin tak mempercayai takhayul, namun apapun yang di minta oleh Renjun dalam doanya ia akan ikut mengaminkannya.

"Aku berdoa semoga semua orang selalu hidup dengan bahagia," ucap Renjun.

"Kenapa kau tidak meminta kebahagiaanmu Injunie?" tanya Jaemin. Renjun menatap Jaemin tersenyum, lalu ucapannya itu membuat Jaemin terdiam dengan debaran jantung yang tak terkendali.

Si cantik milik si tampan (Jaemren, Nohyuck)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang